Berita Nasional Terkini
1,3 Juta Data Lengkap Perjalanan WNI & WNA dari Indonesia Bocor, Aplikasi eHAC Dibobol? Siapa Salah?
1,3 juta data lengkap perjalanan WNI & WNA dari Indonesia bocor, apakah aplikasi eHAC buatan Kemenkes RI dibobol? Kemudian siapa yang salah?
TRIBUNKALTARA.COM - 1,3 juta data lengkap perjalanan Warga Negara Indonesia ( WNI) & Warga Negara Asing ( WNA) dari Indonesia bocor.
Apakah aplikasi Electronic Health Alert Card atau eHAC buatan Kementerian Kesehatan RI tersebut telah dibobol menjadi pertanyaan.
Kemudian siapa yang salah dan harus mempertanggungjawabkan bocornya data di dalam aplikasi eHAC ini?
PErtama kali kasus bocornya data EHAC ini disampaikan oleh peneliti siber dari vpnMentor.
Baca juga: Bagaimana Jika Telat Peroleh Dosis Vaksin ke-2? Simak Penjelasan Jubir Vaksinasi Covid-19 Kemenkes
Kasus kebocoran data penduduk kembali terjadi di Indonesia. Kali ini ara peneliti siber dari vpnMentor menemukan kebocoran data dari aplikasi tes dan telusur Covid-19 atau Kartu Waspada Elektronik yang dibuat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), yaitu Electronic Health Alert Card atau eHAC.
Tim peneliti vpnMentor, Noam Rotem dan Ran Locar, menyatakan aplikasi eHAC tidak memiliki privasi dan protokol keamanan data yang mumpuni, sehingga mengakibatkan data pribadi lebih dari satu juta pengguna melalui server terekspos.
Aplikasi uji dan lacak eHAC dibuat oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sejak tahun lalu. Aplikasi itu digunakan untuk menampung data telusur Covid-19, serta berisi identitas lengkap seseorang yang hendak berpergian.
Aplikasi eHAC atau Kartu Kewaspadaan Kesehatan dikembangkan oleh Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Ditjen Pencegahan, dan Pengendalian Penyakit Kemenkes.
Baik orang asing maupun warga negara Indonesia wajib mengunduh aplikasi tersebut, bahkan bagi mereka yang bepergian di dalam negeri.
Baca juga: Hasil Studi Kemenkes: Vaksin Sinovac Bisa Cegah Infeksi hingga Kematian Akibat Terpapar Covid-19
Rotem dan Locar mengatakan tim menemukan basis data eHAC yang terbuka. Hal itu mereka lakukan sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi jumlah kebocoran data dari situs web dan aplikasi di seluruh dunia.
"Tim kami menemukan catatan eHAC memiliki kekurangan protokol yang diterapkan oleh pengembang aplikasi. Setelah mereka menyelidiki database dan memastikan bahwa data itu asli, kami menghubungi Kementerian Kesehatan Indonesia dan mempresentasikan temuan kami," ujar salah satu tim peneliti vpnMentor.
"Setelah beberapa hari tidak ada balasan dari kementerian, kami mengontak Tim Tanggap Darurat Komputer dan juga Google sebagai penyedia hos eHAC. Pada awal Agustus kami tidak juga menerima balasan dari kementerian atau lembaga terkait.," sebut vpnMentor.
"Kami mencoba memberitahu kepada sejumlah lembaga negara lain, salah satunya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang didirikan buat menangani masalah keamanan siber. Kami menghubungi mereka pada 22 Agustus dan mereka membalas di hari yang sama. Dua hari kemudian, pada 24 Agustus, peladen itu dinonaktifkan," lanjut vpnMentor dalam pernyataannya.
Dalam laporannya, para peneliti vpnMentor menjelaskan pengembang eHAC menggunakan 'database Elasticsearch' tanpa jaminan untuk menyimpan lebih dari 1,4 juta data dari sekitar 1,3 juta pengguna eHAC.
Selain kebocoran data sensitif pengguna, para peneliti menemukan semua infrastruktur di sekitar eHAC terekspos, termasuk informasi pribadi tentang sejumlah rumah sakit di Indonesia, serta pejabat pemerintah yang menggunakan aplikasi tersebut.