Opini

Mitigasi Potensi Inflasi Kalimantan

Tidaklah heran jika nilai inflasi di Kalimantan adalah yang tertinggi jika dibanding Pulau-Pulau lain di Indonesia.

Editor: Sumarsono
HO
Dr. Margiono, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Borneo Tarakan. 

TRIBUNKALTARA.COM - “Tak ada asap jika tiada api”. Jika ingin meniadakan asap maka jauhkan apinya. Asap tidak hanya membuat pengap dan sesak. Namun juga batuk-batuk.

Tak hanya itu, asap menembus semua pintu, jendela dan fentilasi. Makin terbuka makin terpapar.

Menutupnya samna sekali tentu tidak mungkin. Mungkin begitulah gambaran kenaikan harga.

Terlebih lagi jika itu terjadi untuk harga komoditas kebutuhan pokok.

Tidak ada yang dapat menghindar untuk tidak belanja. Jika tak belanja tentu harus stop konsumsi. Apakah itu mungkin?

Tentu tidak. Karena itu upaya menaikan pendapatan bisa menjadi sia-sia jika harga juga terus naik.

Dalam bahasa ekonominya kesejahteraan tercapai jika pendapatan meningkat sementara harga stabil.

Jika pendapatan naik, kemudian harga juga naik pada nilai yang sama berarti pertambahan yang nol (zero sum). 

Peningkatan kesejahteran hanya akan terjadi jika pendapatan naik lebih tinggi dibanding kenaikan harga (positive sum).

Untuk itu tulisan ini mencoba menguraikan potensi pertumbuhan dan inflasi di Kalimantan.  

Sebagian besar provinsi Kalimantan adalah perekonomian yang didukung oleh pertambangan.

Orientasi pasar produk pertambangan adalah ekspor.

Apabila bebebarapa Negara tujuan ekspor mengalami goncangan maka akan mempengaruhi permintaan pada batu bara dari Kalimantan.

Artinya jika Mereka makmur maka Kalimanatan ikut Makmur. Demikian juga jika mereka krisis maka dampaknya juga akan dirasakan Kalimantan.

Misalnya pada saat ini Inflasi  Juni 2022 di Kalimantan berada pada posisi tertinggi. Jawa hanya 3,19 persen; Sulawesi 3,5 persen; Papua yang paling terkenal tingginya biaya transportasi 4,2 persen.

Namun  Kalimantan lebih dari 4,7 persen masih diatas Sumatera 4,6 persen.   

Sebagian besar kebutuhan pokok di Kalimantan dipasok dari Surabaya Jawa Timur dan Makassar dan Pare-Pare Sulawesi Selatan.

Pasokan dari kedua provinsi itu sangat menentukan ketersediaan dan tingkat harga. Jika di Jatim dan Sulsel lagi panen raya maka ketersedian akan melimpah dan harga akan menjadi lebih murah.

Jika seperti saat ini di Kedua provinsi itu memasuki musim kemarau maka, potensi harga akan cenderung naik.

Pola ekonomi seperti itu akan mengakibatkan ketergantungan pasokan dan harga.

Baca juga: Kepala KPwBI Provinsi Kaltara Tedy Optimis Inflasi 2022 Tetap Terjaga, TPID dan OPD Siap Kawal PMK

Tidaklah heran jika nilai inflasi di Kalimantan adalah yang tertinggi jika dibanding Pulau-Pulau lain di Indonesia.

Dengan struktur ekonomi pertambangannya Kalimantan juga menjadi wilayah yang memiliki lahan kritis yang sangat luas. 

Sudah menjadi pemahaman umum bahwa kawasan kritis yang terbuka tidak bisa dibiarkan. Karena selain akan mengakibatkan  kerugian juga seringkali menimbulkan  bencana. 

Untuk menghindari itu,  maka harus dilakukan rehabilitasi lahan kritis. Itu dilakukan dengan melakukan penanaman kembali baik,  untuk aktivitas pertanian tanaman pangan, perkebunan atau kehutanan.

Aktifitas yang lebih menguntungkan dalam jangka pendek, menengah dan panjang adalah untuk pertanian tanaman pangan.

Harga Pangan Masa Depan

Ketersediaan pangan masa depan bisa kita gunakan besarnya kredit investasi sektor pertanian. Kredit investasi sektor pertanian secara agregate di kalimantan mengalami penurunan yang tajam.

Dari 2,01 triliun pada tahun 2016, lima tahun kemudian menjadi 1,08 trilyun. Turun hampir 1 triliun atau 46,24 persen.

Pertumbuhan sektor pertanian  yang negatif, menjelaskan antusiasisme pelaku usaha sektor pertanian menurun sangat tajam.

Berbeda jauh (diametral) jika dibandingkan dengan kredit pertambangan yang tumbuh mencapai 10 trilyun lebih selama 5 tahun terakhir.

Kenaikan kredit pertanian hanya terjadi di Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara. Lima tahun terakhir Kalbar naik 7 miliar rupiah sementara di Kaltara meningkat mencapai 90 miliar rupiah.

Tiga  Provinsi yang lain  yaitu; Kalteng, Kalsel dan Kaltim semuanya Mengalami penurunan.

Pertumbuhan negatif investasi pertanian di Kalimantan sungguh memprihatinkan. Artinya potensi sumber pertumbuhan baru belum mendapatkan perhatian. Baik itu dari aktor atau regulator.

Pilihan rasional para pemodal menggambarkan keputusan pasar. Karena itu, Persaingan bukan hanya antar orang, antar perusahaan.

Tetapi juga terjadi antar-sektor. Sektor yang dinilai tinggi biaya dan resiko bagi investor tak menarik. Investor selalu memilih investasi yang minim biaya dan minim resiko.

Pilihan yang rasional, karena lebih menjamin pengembalian investasinya (return on investment-nya).

Dampak dari pilihan itu adalah ada sektor yang sangat diminati dan kurang diminati. Investasi di tambang lebih pasti. 

Sementara pertanian ada kemungkinan gagal panen. Bisa karena hama atau kekurangan air. Alasan itulah, aktifitas tambang lebih dominan di banding pertanian.

Sebenarnya tidak masalah. Namun seringkali  kegiatan tambang tidak ramah lingkungan. Lebih tidak berkelanjutan (unsustainable). Sementara Pertanian cenderung pro terhadap lingkungan.

Lajunya aktifitas tambang dan melambatnya pertanian berarti ada potensi ketidakberlanjutan ekonomi.

Hal itu sesuai pernyataan Rosser (2004) bahwa, banyak daerah yang kaya sumberdaya cenderung mengalami; menurunnya sektor industri dan lainnya sepanjang waktu, resiko terhadap penerimaan pemerintah dan investasi swasta meninggi; lemahnya pengembangan kaitan industri hulu-hilir.

 Apabila realitas itu tidak ada upaya serius maka, produksi pangan akan menurun. Stok makin langka. Harganya terus merangkak naik.

Di sisi lain kerusakan lingkungan semakin tak terkendali. Ujungnya  bukan sekedar stagnasi namun ketidakberlanjutan (unsustainable).

Karena itu, merancang masa depan Kalimantan yang sejahtera dan berkelanjutan tidak bisa menyerahkan pada mekanisme pasar.

Baca juga: Kota Tarakan Peringkat 18 Terendah Inflasi Level Nasional, Kelompok Transportasi Sumbang 1,16 persen

Melukis masa depan Kalimantan dalam kondisi seperti ini seperti menggambar tanpa pola, tanpa sketsa. Jalan yang kita lalui penuh ketidakjelasan. Bak mengharapkan garis lurus tanpa penggaris.

Opsi Kemudi Kebijakan

Kemudi kebijakan tak selalu buruk. Karena persaingan yang terlampau bebas juga akan meniadakan persaingan itu sendiri.

Menjaga stabilitas persaingan sama halnya menjaga stabilitas ekonomi dan efiseinsi. Karena itu menyandingkan regulasi dengan deregulasi secara seimbang bukan hal tabu.

Regulasi, tidak bisa diartikan sebagai upaya meniadakan pertambangan. Kemudian serta merta mengembangkan pertanian dengan membabi buta. Tidak begitu.

Tujuannya adalah  laju  pertambangan yang tidak pro kelestarian lingkungan dikurangi. Kemudian Pertanian; baik tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan dikembangkan sesuai karakteristik dan potensi wilayahnya masing-masing.

Dengan begitu akan terjadi sinergitas antar komoditas, antar sektor,  dan antar wilayah.

Maka, ketersedian pangan terjaga, harga stabil dan lingkungan mulai menghijau kembali. Kita yakin, sepanjang ada komitmen kuat semua pihak masih bisa kita kejar. 

Pilihan regulasi ada dua opsi, yaitu lewat otoritas fiskal atau  moneter. Otoritas fiskal adalah melalui kewenangan pemerintah.

Nampaknya ruangnya terlalu luas dan berjenjang. Sehingga membutuhkan biaya, waktu dan tenaga ekstra.

Dalam aspek kelembagaan terdapat banyak kewenangan. Misalnya kabupaten/kota, provinsi dan pemerintah pusat.

Kemudian berbagai peraturan yang membutuhkan sinkronisasi. Konflik “kepentigan dan prioritas antar daerah” menjadi kendala.

Meskipun begitu pilihan kebijakan melalui pemerintah tetap diperlukan, karena tidak bisa dipisahkan dengan aspek perijinan, tata ruang, ketersediaan infrastruktur dan pembinaan. 

Pilihan berikutnya adalah lewat Otoritas Moneter. Pilihan ini nampaknya bisa segera diterapkan. Karena itu akan  lebih efektif dan  efisien.

Implementasi kebijakan ini adalah dilakukan oleh bank sentral dalam hal ini Bank Indonesia (BI). Kita memahami bahwa, karakteristik kebijakan BI bersifat, sentralistik.

Memang betul agak kurang demokratis. Justeru karena itulah, dalam kondisi yang dikategorikan “emergency” bisa menjadi kelebihan.

Karena pendekatan  yang bersifat top down lebih bersifat komando. Karena itu lebih efektif untuk menghadapi “ketidakpastian”.

Mengapa lebih efisien? Karena, koordinasi dan konsultasi lebih mudah dan cepat untuk dilaksanakan.

Implementasi kebijakan BI dalam upaya meminimalisir laju investasi sektor tambang bisa diterapkan dengan penetapan tingkat bunga kredit sektoral.

Misalnya, kredit investasi pertambangan di bebankan bunga lebih tinggi. Strategi itu akan menurunkan laju permintaan kredit untuk investasi tambang.

Baca juga: Transportasi Sumbang Inflasi di Tarakan, selain Makanan dan Minuman, TPID Terus Berkoordinasi

Dampaknya adalah laju eksploitasi yang berpotensi merusak lingkungan bisa diminimalisir. Tentu akan lebih efektif lagi jika dikolaborasi dengan penerapan tarif pajak.

Selain pajak juga pemberian sanksi denda bagi pengusaha yang merusak lingkungan. Kemudian memberikan insentif bagi yang pro lingkungan.

Pendekatan kebijkan untuk sektor pertanian adalah memberikan bunga kredit investasi yang lebih rendah.

Tujuannya adalah meningkatkan motivasi pengusaha untuk melakukan investasi sektor pertanian.

Mekanisme penerapan bunga antara sektor pertanian dengan tambang bisa juga dianggap sebagai pola “subsidi silang”.

Rendahnya bunga sektor pertanian di kompensasi oleh tingginya bunga sektor pertambangan.

Dengan begitu kita akan membangun masa depan  Kalimantan dengan menumbuhkan sumber pertumbuhan baru yang lebih berkelanjutan. Semoga! (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

BERSAMA RAMADAN DI ERA DIGITAL

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved