Berita Malinau Terkini

Prosesi Adat Menimang Bayi Ampinendong Suku Tidung Malinau, Tradisi Sambut Kelahiran Buah Hati

Kepercayaan suku adat Tidung di Malinau, prosesi ampinendong merupakan upacara menyucikan bayi yang baru lahir.

Penulis: Mohamad Supri | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM/ MOHAMMAD SUPRI
Tradisi menimang bayi yang baru lahir di atas ayunan oleh Lembaga Adat Besar Tidung Malinau. Prosesi ini disebut sebagai Ampinendong dan Maskindong diperagakan dalam Pentas Budaya seni Adat Tidung di Balai Adat Tidung Malinau. 

TRIBUNKALTARA.COM, MALINAU - Masyarakat Adat Tidung di Malinau Kalimantan Utara memaknai kelahiran sebagai karunia yang Maha Kuasa dalam sebuah rumah tangga.

Menyambut suka cita anggota kelahiran buah hati, pasangan suami istri dan kerabat umumnya menggelar sejumlah prosesi adat.

Diantaranya tradisi ampinendong atau menimang bayi.

Baca juga: Makna Upacara Adat Betimbang Anak Suku Tidung di Malinau, Sambut Kelahiran Bayi di Bulan Safar

Kepercayaan suku adat Tidung di Malinau, prosesi ampinendong merupakan upacara menyucikan bayi yang baru lahir.

Setelah kelahirannya, biasanya bayi akan melalui prosesi ini. Tradisi ini dianjurkan sebelum buah hati "naik ayun".

Anak yang baru lahir harus melalui tahapan ini sebelum bisa dininabobokan di atas ayunan.

Baca juga: Mandi Salamun hingga Menimbang Bayi, Tradisi Masyarakat Kabupaten Tana Tidung di Bulan Safar

"Ampinendong ini prosesi masyarakat kami suku Tidung sebelum bayi bisa naik ayunan," ujar Ketua Umum Lembaga Adat Besar Tidung Malinau, Edy Marwan saat diwawancari TribunKaltara.com, Sabtu (15/10/2022).

Prosesi ini diperuntukkan bagi kerabat pasangan dan tetua adat perempuan. Bayi ditimang oleh tetua perempuan yang telah memiliki cucu.

Tetua perempuan akan mengangkat bayi dari ayunan yang berisi 7-9 lapis kain. Selanjutnya, prosesi menimang bayi dilakukan sembari membacakan doa-doa keselamatan.

Tradisi menimang bayi 02 15102022
Tradisi menimang bayi yang baru lahir di atas ayunan oleh Lembaga Adat Besar Tidung Malinau. Prosesi ini disebut sebagai Ampinendong dan Maskindong. Diperagakan dalam Pentas Budaya seni Adat Tidung di Balai Adat Tidung Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, beberapa hari lalu.

Proses ini diulang secara bergantian oleh kerabat dan tetua perempuan atau nenek dari bayi tersebut. Setiap kali menimang, lapisan kain turut diangkat.

Diulang sesuai jumlah lapis kain, sampai lapisan kain terakhir. Lapisan kain terakhir bewarna kuning keemasan.

Menandakan prosesi tersebut telah selesai, dalam bahasa tidung disebut Masakindong.

Baca juga: Mengenal Bakin Kelika, Tombak Pusaka Khas Dayak Kayan Malinau, Tanda Kebesaran Upacara Adat

"Sampai lapisan kain terakhir, prosesi ampinendong selesai. Kain lapisan terbawah warna kuning, setelah yang terakhir, Masakindong. Selesai ini baru bayi bisa diayun dirumah," katanya.

Edy Marwan menjelaskan, setelah menjalani prosesi adat menimang, barulah bayi bisa ditidurkan di atas ayunan.

Dibacakan ayat-ayat suci Al-Quran, diiringi doa oleh 9 tetua adat perempuan.

Tujuannya untuk menangkal gangguan jahat terhadap anak saat tertidur.

"Sampai sekarang, tradisi ini masih kita amalkan. Biasanya prosesi ini dilaksanakan langsung di rumah orangtua atau keluarga bayi.

Tujuannya adalah sebagai wujud keselamatan dan menghindari bayi dari gangguan dari luar," ungkap Edy Marwan.

(*)

Penulis : Mohammad Supri

 

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved