Berita Ekonomi Terkini

Ekonom Singapura Khor Yu Leng Sebut Pasar Uni Eropa Bias dan Tidak Adil terhadap Sawit Indonesia

Ekonom Singapura Khor Yu Leng dari Regional Economist, Segi Enam Advisors menilai pasar Uni Eropa selama ini bias dan tak adil dalam penerimaan sawit.

Editor: Sumarsono
HO
Ekonom Singapura Khor Yu Leng dari Regional Economist, Segi Enam Advisors (kiri) menilai pasar Uni Eropa selama ini bias dan tidak adil dalam penerimaan minyak sawit. 

TRIBUNKALTARA.COM, BALIEkonom Singapura Khor Yu Leng dari Regional Economist, Segi Enam Advisors menilai pasar Uni Eropa selama ini bias dan tidak adil dalam penerimaan minyak sawit.

Di satu sisi negara-negara Uni Eropa membutuhkan minyak sawit, namun di sisi lain mereka melakukan kampanye negatif tentang produk sawit Indonesia.

Karena itu, menurut Khor Yu Leng, ini saatnya Indonesia perlu merumuskan strategi dan kebijakan dalam pengelolaan minyak nabati untuk memperkuat ketahanan pangan dan energi di tingkat global.

"Dalam tingkat teknis, para pemangku kepentingan harus bisa merumuskan rencana aksi masing-masing stakeholder dalam rangka peningkatan produktivitas.

Baca juga: Kelapa Sawit Didorong jadi Komoditi Unggulan Dukung Pemulihan Ekonomi dan Antisipasi Dampak Resesi

Jaminan pemenuhan kebutuhan global, dan penguatan rantai pasok minyak nabati," kata  Ekonom Singapura itu melalui topik New Landscape of Global Vegetable Oils and What Should Indonesia's Response di IPOC 2023.

Khor Yu Leng sepakat bahwa Indonesia harus menjadi motor penggerak untuk mendorong pengembangan minyak nabati secara berkelanjutan, baik di tingkat domestik maupun global.

Keberhasilan itu akan meningkatkan aktualisasi serta peran Indonesia untuk mendorong peran aktif negara-negara G20 dalam menyelesaikan tantangan pengembangan minyak nabati dunia.

Baca juga: Kebijakan Stop Ekspor Sempat Ganggu Pasar Minyak Sawit, Apindo: Dukungan Negara Harus Konsisten

Pemangku kepentingan, kata Khor Yu Leng harus menjadikan momentun G20 sebagai batu lompatan bagi Indonesia untuk terus terlibat dan berperan aktif dalam diskusi dan aksi global dalam menyelesaikan berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi masyarakat dunia.

"Ini karena forum G20 akan memberikan dampak positif dalam menggerakkan perekonomian Indonesia untuk mampu terus menyuplai kebutuhan pangan dan energi di tingkat global.

Penyaluran Tandan Buah Segar Sawit di Malinau bergantung pada ketersediaan BBM Solar di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, beberapa waktu lalu.
Penyaluran Tandan Buah Segar Sawit di Malinau bergantung pada ketersediaan BBM Solar di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, beberapa waktu lalu. (TRIBUNKALTARA.COM / MOHAMMAD SUPRI)

Di tengah adanya disrupsi rantai pasokan minyak nabati, akibat pandemi Covid-19 dan konflik geopolitik Rusia dan Ukraina,” kata Khor Yu Leng.

Menurut Khor Yu Leng, hal itu terlihat dari konsistensi permintaan pasar minyak nabati, termasuk dari negara-negara yang sedang berupaya membatasi impor minyak kelapa sawit, yang diimbangi oleh ketersediaan pasokan.

Baca juga: Industri Sawit Sumbang Rp 500 Triliun Setahun, GAPKI: Media Berperan Jaga Keberlanjutan Bisnis Sawit

Khor Yu Leng memperkirakan konferensi G20 SVOC dapat menjadi platform untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara produsen dan konsumen minyak nabati lainnya.

Dalam penyediaan yang berkelanjutan di tengah tantangan global dan komitmen mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030. (*)

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved