Berita Nasional Terkini

Organisasi Pers AMSI, AJI, IJTI dan IDA Minta Presiden Kaji Kembali Perpres Publishers Rights

AMSI, AJI, IJTI,dan IDA meminta Presiden Jokowi mengkaji naskah Rancangan Perpres tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme Berkualitas

Editor: Sumarsono
YouTube / Sekretariat Presiden
Sejumlah organisasi pers, antara lain AMSI, AJI, IJTI, dan IDA meminta Presiden Jokowi mengkaji kembali naskah Rancangan Perpres tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme Berkualitas. (Kolase YouTube / Sekretariat Presiden) 

Ketua Umum IDA Dian Gemiano mengungkapkan aspirasi organisasinya agar Perpres ini tidak menjadi langkah mundur untuk industri media digital di Indonesia.

“Kami sangat mendukung regulasi untuk memastikan keberlanjutan jurnalisme berkualitas di Indonesia.

Namun dengan pertimbangan dinamika industri saat ini harus dilihat pula dengan bijak risiko-risiko yang dapat mendisrupsi keberlangsungan bisnis media jika seluruh pemangku kepentingan belum sepakat dengan rancangan regulasi yang ada, ” katanya.

Sementara, Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan meminta agar regulasi ini semata mata untuk menciptakan rasa keadilan bagi seluruh penerbit media.

Baca juga: Hari Pers Nasional - Jokowi Kenang Campur Tangan Wartawan yang Membuatnya Bisa jadi Presiden

Termasuk yang berskala menengah maupun kecil sehingga tercipta ekosistem media digital yang sehat, berkualitas, profesional dan mensejahterakan para jurnalisnya.

"Regulasi ini dibuat untuk memastikan media yang memproduksi dan melaksanakan kerja kerja jurnalistik yang berkualitas dapat terus tumbuh.

Jangan sampai regulasi ini hanya menguntungkan pihak tertentu saja.

Sementara banyak penerbit kecil, lokal, dan independen, yang juga harus terlindungi oleh adanya aturan semacam ini," katanya.

Respon Google Indonesia

Google Indonesia merespon rencana penandatanganan Perpres Publishers Rights ini dengan sebuah siaran pers pada 25 Juli 2023 yang menegaskan rencana mereka untuk tak lagi menayangkan konten berita di platformnya.

Aksi serupa pernah dilakukan Google di Australia dan Kanada.

Di Australia, perusahaan teknologi itu akhirnya melunak setelah pemerintah setempat melakukan renegosiasi dengan tawaran win-win solution.

Jika ancaman Google benar-benar dilaksanakan, maka platform mesin pencari Google dan situs agregator video Youtube, tidak akan lagi menayangkan konten yang berasal dari penerbit media di Indonesia.

Selain kehilangan traffic pembaca, penerbit media juga berpotensi kehilangan miliaran rupiah pendapatan yang selama ini disalurkan oleh perusahaan teknologi raksasa tersebut.

Baca juga: Profil Roehana Koeddoes yang Dipajang di Google Doodle, Perempuan Pertama yang Jadi Jurnalis

Publik juga bakal kehilangan akses pada informasi penting dan kredibel yang diproduksi redaksi media massa, di periode krusial menjelang Pemilu 2024.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved