Jejak Islam di Kaltim

Sosok Pangeran Bendahara, Ulama yang Mampu Ubah ‘Kampung  Maksiat’ jadi Kampung Masjid

Ada kisah panjang dari perjalanan dakwah Pangeran Bendahara, termasuk mengubah wilyah yang dulunya dikenal sebagai tempat maksiat menjadi agamis.

Editor: Sumarsono
Tribun Kaltim/Dwi Ardianto
Masjid Shiratal Mustaqiem atau masjid tua di kawasan Samarinda Seberang, Kota Samarinda. Masjid ini merupakan peninggalan Pangeran Bendahara, seorang ulama yang mengubah kawasan maksiat menjadi kawasan yang agamis. 

Beberapa nama tokoh sentral mengikuti jejak Habib Abdurachman untuk belajar Islam, yang akhirnya juga ikut andil menyumbangkan material bahan bangunan masjid.

Habib Mubarak, salah seorang keturunan langsung Pangeran Noto Igomo berada di makam ulama besar Kesultanan Kutai awal bulan Maret 2024 lalu.
Habib Mubarak, salah seorang keturunan langsung Pangeran Noto Igomo berada di makam ulama besar Kesultanan Kutai awal bulan Maret 2024 lalu. (Tribun Kaltim/Dwi Ardianto)

Awal pembangunan masjid tua yakni mendirikan 4 tiang utama, dimana Habib Abdurachman dibantu warga sekitar.

Tiang yang lebih dikenal sebagai soko guru itu disumbangkan oleh empat tokoh, yakni Kapitan Jaya, Pettaloncong, dan Lusulunna, serta Habib Abdurachman sendiri.

"Sebelum masjid berdiri, lokasi ini merupakan tempat maksiat. Judi, sabung ayam, minuman keras dan lain sebagainya.

Siang dan malam masyarakat seperti itu. Beliau (tekun) berdakwah dengan lemah lembut, pelan-pelan, artinya hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, tahun berganti, Allah SWT memberikan kesadaran kepada masyarakat ini untuk bertaubat, setelah itu semua dipikul oleh Habib Abdurrahman Assegaf," ungkap Sofyan.

"Masyarakat setuju, dan masing-masing mencari bahan untuk keperluan masjid untuk 4 pilar masjid yang bakal didirikan bangunan," sambungnya.

Keempat tiang soko guru merupakan sumbangan dari para tokoh adat, diawali satu tiang dari Habib Abdurachman didatangkan dari Dondang.

Baca juga: Raja Aji Dilanggar, Ulama Sekaligus Umara Penyebar Agama Islam di Wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara

Kemudian tiang kedua, Lusulunna dari Gunung Lipan. Disusul tiang ketiga sumbangan dari Petta Loloncang berasal dari Sungai Kapih.

Terakhir tiang keempat dari Kapitan Jaya didatangkan dari Samarinda seberang sendiri.

"Masjid mulai dibangun tahun 1881 menyimpan sejarah peradaban Islam, serta memiliki makna mendalam bagi masyarakat Muslim saat itu, hingga sampai saat ini," pungkas Sofyan.

 (*/tribunkaltim)

Baca berita menarik lainnya Tribun Kaltara di Google News

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved