Berita Bulungan Terkini

Lanjutan Kasus RSP Pulau Bunyu, Hakim PN Tanjung Selor Tolak Permohonan Praperadilan Tersangka

PN Kelas IB Tanjung Selor menolak permohonan pra peradilan yang diajukan tersangka kasus dugaan tipikor pembangunan RSP Pulau Bunyu, Bulungan.

Penulis: Edy Nugroho | Editor: M Purnomo Susanto
TribunKaltara.com / Istimewa
Sidang pra peradilan kasus dugaan Tipikor pada proyek pembangunan RS Pratama Bunyu. (Istimewa) 

Syamsudin, selaku Kuasa Pemohon Praperadilan pihak tersangka menyebutkan, pengajuan permohonan praperadilan itu dilakukan dengan alasan adanya kejanggalan yang dilakukan atas penetapan tersangka terhadap D, dalam perkara ini.

Menurut Syamsudin, satu kejanggalan yang menjadi pertimbangan pihaknya mengajukan gugatan praperadilan adalah, tidak adanya alat bukti kuat dalam penetapan kliennya (D) sebagai tersangka.

"Sesuai keputusan mahkamah konstitusi, penetapan tersangka dapat menjadi objek praperadilan. Dari situlah kami mengajukan praperadilan," kata Syamsudin yang didampingi dua rekannya, Samsuri dan Gusti Madani Farisi. Ketiganya dari Kantor Pengacara Ada Syamsudin & Rekan Samarinda, Kaltim.

Kemudian kenapa penetapan tersangka dipra peradilkan? Syamsudin yang ditemui di Tanjung Selor, Sabtu (12/10/2024) menerangkan, sesuai keterang D, selama ini belum pernah diperiksa sebagai saksi, dan juga tidak ada surat panggilan sebagai tersangka.

"Secara tiba-tiba saja dijadikan tersangka. Dan langsung ditahan," ungkapnya kepada Tribun Kaltara. 

Syamsudin menjelaskan, praperadilan ini diajukan karena berdasarkan keterangan dari kliennya yang berinisial D bahwa dirinya tidak pernah diperiksa sebagai saksi, serta tidak pernah kemudian dipanggil sebagai tersangka.

“Tapi tiba-tiba langsung diperiksa sebagai tersangka dan ditahan,” jelasnya.

Diterangkan, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, menyebutkan, bahwa objek praperadilan itu ditambah Mahkamah Konstitusi menjadi, orang yang ditetapkan tersangka itu harus sudah ada bukti yang dipegang terlebih dahulu.

Terlebih dalam perkara tipikor. Dalam hal ini, bukti kerugian negara harus ada. Sementara dalam perkara kliennya, hingga D ditetapkan sebagai tersangka, bahkan sampai diajukan praperadilan,  belum ada alat bukti, yang menunjukkan adanya kerugian negara.

"Jadi ini ditetapkan sebagai tersangka apa? Kalau tuduhan korupsi, alat buktinya mana. Ini tidak ada sama sekali, baik itu dari BPKP maupun BPK," ungkapnya.

Selain itu, dalam permohonan praperadilan tersebut juga menyebutkan bahwa D yang ditetapkan sebagai tersangka, adalah merupakan sub kontraktor dari pekerjaan proyek RSP Bunyu tersebut.

Baca juga: Dua Gedung Perawatan Khusus Selesai Dibangun, Kapasitas RSUD Malinau Bertambah 49 Tempat Tidur

“Jadi bukan sebagai kontraktor. Seharusnya, kalau dalam perkara tipikor itu, kedudukan orang itu kan ada kontraktor yang tanda tangan dengan negara yang diwakili oleh PPTK, PPK dan Kuasa Pengguna Anggaran,” jelasnya.

Sementara, lanjutnya, sub kontraktor tidak ada sangkut pautnya dengan penerimaan dana dari pihak pemerintah atau negara. Dalam hal ini, sub kontraktor hanya bekerja sama dengan kontraktor.

Anehnya lagi, ungkap dia, justru kontraktornya hingga kini masih bebas, tanpa ada dimintai pertanggungjawaban. Disebut, ada dua kontraktor pelaksana proyek senilai Rp 52 miliar tersebut. Yakni, PT ISK dan MFA.  

(*)

Penulis: Edy Nugroho

Sumber: Tribun Kaltara
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved