Berita Tana Tidung Terkini

Kerap Disalahartikan untuk Menghabiskan Uang, Ini Healing yang Tepat Menurut Psikolog Tana Tidung

Fenomena healing sejak lama merambak di Indonesia dengan dalih sebagai self reward atau apresiasi diri yang lelah karena sudah melakukan pekerjaan.

|
Penulis: Rismayanti | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM/ HO-Ien Maslichah
Psikolog Tana Tidung, Ien Maslichah jelaskan penyebab maraknya isu mental yang dialami Gen Z yang lahir di Tahun 1997 hingga 2012. 

TRIBUNKALTARA.COM, TANA TIDUNG - Fenomena healing sudah sejak lama merambak di Indonesia dengan dalih sebagai self reward atau apresiasi diri yang lelah usai melakukan pekerjaan tanpa henti dalam waktu panjang.

Healing sendiri merupakan kata dalam bahasa Inggris yang jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia yaitu penyembuhan

Di media sosial kata healing sendiri dapat merujuk pada arti meninggalkan rutinitas atau pekerjaan yang biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk rehat sejenak baik dengan rekreasi, berbelanja, jalan-jalan atau kegiatan menyenangkan lainnya.

Namun apakah healing perlu untuk dilakukan itu yang kerap menjadi perdebatan karena ada yang beranggapan hal itu perlu dan ada juga yang beranggapan sebaliknya.

Baca juga: 26 Pantun Tema Pantai, Kode Keras Ajakan Healing yang Bisa Dikirimkan kepada Teman atau Sahabat

Menurut Psikolog di Tana Tidung, Ien Maslichah, healing tidak menjadi permasalahan untuk dilakukan, selama tidak  bertujuan menuruti gengsi agar tidak dianggap tertinggal dengan orang-orang di sekitarnya.

"Sebenarnya kalau ngomong tentang healing gitu kan boleh saja, kan kita memberikan reward untuk diri kita.

Hanya saja akan jadi salah ketika melakukan seperti anak muda sekarang yang FOMO (Fear of Missing Out) maunya ikut-ikutan tidak mau tertinggal dengan yang lain," ujar Ien Maslichah kepada TribunKaltara.com, Senin (9/12/2024).

Ia juga mengatakan, konsep healing dengan tidak mempertimbangkan kemampuan keuangan tentu salah satu pemahaman healing yang salah.

Dan itu, kerap terjadi di sekitar kita, belum lagi dengan adanya istilah YOLO (You Only Live Once) yang beranggapan seseorang harus menikmati hidup yang cuma sekali.

"Misalnya, healing dengan nonton konser, tidak mau ketinggalan sama teman-temannya. 

Berapapun biayanya itu juga akan menjadi sesuatu yang keliru apa lagi sekarang ada yang namanya konsep seperti YOLO itu kan jadi kapan lagi kalau bukan sekarang mumpung libur," katanya.

Ia jelaskan istilah healing yang tidak didasari dengan kontrol diri tentu akan berpengaruh pada kondisi ekonomi di masa depan karena dengan kegiatan healing yang tidak terkontrol membuat pelakunya tidak dapat menabung pemasukan yang didapat.

"Itu lah misalnya kalau self reward itu tidak punya aturan main selalu tiap bulan seperti itu ya wassalam juga kan akhirnya otomatis secara ekonomi juga kan tidak baik karena kita tidak bisa saving," jelasnya.

Ia menambahkan untuk healing juga tidak perlu dengan menghamburkan uang secara berlebihan dan di kota-kota besar juga saat ini mulai bisa menikmati healing dengan mengutamakan kepuasan diri sendiri yang biasa disebut JoMO ( Joy Of Missing Out )

"Healing pun tidak harus dengan uang karena kalau di kota-kota besar sekarang anak anak muda itu ada konsep  JoMO seperti camping ke alam dan itu lebih murah jadi tidak harus sesuatu yang mewah yang penting bisa menikmati sesuatu yang betul-betul disukai," tambahnya.

Baca juga: 30 Pantun Liburan Seru, Kode Ampuh Ajak Pacar atau Bestie Healing Sejenak untuk Melepas Penat

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved