Jemaah Haji Tarakan Berangkat
Kisah Hadija Jemaah Haji Tertua Asal Tarakan, 6 Tahun Cicil Uang Pelunasan Rp20 Juta dari Hasil Tani
Salah seorang jemaah haji tertua asal Tarakan yang berangkat di kloter 6, ada Ibu Hadijah Binti Pou. Ada perjuangan di balik keberangkatannya
Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN - Salah seorang jemaah haji tertua asal Tarakan yang berangkat di kloter 6, ada Ibu Hadijah Binti Pou.
Ibu Hadijah lahir di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah tanggal 31 Desember 1944. Ada perjuangan di balik keberangkatan Ibu Hadijah.
Selama menunggu waktu keberangkatan tiba, sang ibu yang hanya sebagai petani mengumpulkan sedikit demi sedikit uang untuk pelunasan biaya haji.
Sampai tiba di momen enam tahun menanti akhirnya terkumpullah uang pelunasan biaya haji sebesar Rp20 juta.
Baca juga: BREAKING NEWS - 96 Jemaah Haji Asal Tarakan Kaltara Terbang Hari Ini ke Balikpapan Kaltim
Ibu Hadijah didampingi sang anak, Murni binti Abdullah Sumen berangkat bersama ke Tanah Suci pada Selasa (13/5/2025) besok.
Mewakili Ibunda, Murni mengungkapkan, persiapannya sendiri saat ini sudah sangat siap untuk melaksanakan ibadah di Tanah Suci.
Selama manasik juga kemarin semua rangkaiannya ia ikuti.
Mulai dari buku petunjuk doa, bagaimana menjaga kesehatan fisik termasuk membawa obat-obatan harus dipersiapakan.
Ia meyakini sang ibunda bisa melaksanakan tawaf. Karena tahun 2015 dulu sudah pernah umrah.
Ia sendiri mengaku mendaftarkan haji sang ibunda di tahun 2019. Karena sang ibunda masuk kategori lansia maka terpanggillah tahun ini.
"Ada sekitar 6 tahun masuk waktu tunggu," aku Murni.
Diakuinya tak menyangka sama sekali bisa secepat dari yang ditargetkan.
Apalagi cukup banyak lansia se-Kaltara.
"Kita gak tahu dari sekian banyak bisa masuk daftar," lanjut perempuan yang menjadi puteri keempat dari Ibu Hadija.
Diketahui, Ibu Hadijah saat ini memiliki enam putera dan 1 puteri.
Di awal mendaftar haji lanjut Murni, seingatnya membayar Rp25 juta untuk DP kemudian melakukan pelunasan.
Total sebanyak Rp57 juta biaya haji yang dibayarkan di keberangkatan haji tahun ini per orangnya.
Perempuan kelahiran Buol, 27 April 1974 ini mengakui, sebenarnya pada waktu tahun 2019, ia sudah mendaftar haji terlebih dahulu dari sang ibunda saat itu, tiga bulan setelahnya, ia memberitahu sang ibunda.
"Ibu saya tinggalnya di Sulawesi Tengah tepatnya di Kabupaten Toli-Toli Desa Tinading Dusun Lampasio, jadi memberitahukannya itu via telpon saja. Seminggu kemudian mama berangkat ke Tarakan dan nangis mengatakan kenapa cuma kau yang haji sementara mama tidak," ungkapnya mengenang.
Karena tak tega, ia pun segera mendaftarkan sang ibu saat itu di tahun 2019. Syukurnya saat itu, masih ada saldo di rekening untuk mendaftarkan sang ibu berhaji karena memang harus membayar biaya saat itu.
"Alhamdulillah masih ada saldo untuk bisa daftarkan mama langsung, tanpa menunggu lama saya telpon teman di Disdukcapil Sulawesi Tengah untuk bisa memindahkan KTP mama ke Tarakan, di hari itu jg SKPWNI mama terbit dan langsung saya urus ke Disdukcapil Tarakan," ungkapnya.
Dan ia bersyukur, proses administrasi pindah domisili semua dimudahkan.
Selanjutnya setelah itu, keesokan harinya langsung ke PMI untuk mengecek golongan darah sang ibu.
"Di hari itu juga saya langsung daftarkan mama di Bank Kaltim Syariah, nah untuk mengumpulkan pelunasan mama saya menambahkan Rp20 juta, selama beliau sy daftarkan beliau berusaha keras mengumpulkan uang dengan cara bertani," akunya.
Sedikit demi sedikit uang hasil bertani dikumpul sampai bisa menembus Rp20 juta.
Padahal sang bunda saat ini sudah masuk kategori lansia.
"Meski mama sudah usia lanjut beliau semangat saking kepengennya mau naik haji," akunya.
Dan semangat sang ibunda juga tampak saat proses manasik.
Semua rangkaian diikuti tanpa satupun yang tertinggal.
Di balik itu, ia dan ibunya sempat mendapat musibah.
"Kecelakaan pas pulang manasik pertemuan terakhir di bulan puasa," kenangnya.
Ia berharap keberangkatan tahun ini dilancarkan. Apalagi berdua bersama seorang bunda.
"Sosok mama bagi kami, tidak bisa saya ungkapkan dengan kata-kata ya Allah. Mama itu bagai intan permata dan malaikat buat kami, mama membesarkan kami hanya seorang diri karena bapak kami sudah lama meninggal, sementara kami bersaudara 7 orang," ungkapnya.
Dari tujuh saudara terdiri dari enam laki-laki dan 1 perempuan yakni dirinya. Ia satu-satunya perempuan dari tujuh bersaudara.
"Saya anak keempat. Semasa kami kecil mama bertani dan menjual hasil kebunnya ke pasar demi membesarkan anak-anak. Alhamdulillah dari perjuangan mama, sekarang bisa punya 13 cucu dan 8 cicit. Padahal ibu cuma petani di Desa Tinading dusun Toboloit Sulawesi Tengah," paparnya.
Namun walaupun petani, anak-anaknya berhasil memiliki pekerjaan yang stabil dan mapan.
Baca juga: Wabup Jakaria Kawal Keberangkatan CJH Malinau Menuju Embarkasi, Pastikan Kebutuhan Haji Terpenuhi
Ia sendiri saat ini berstatus sebagai PNS di Kantor Kemenag Tarakan.
Selain sibuk jadi abdi negara juga ikut dalam grup kasidahan.
"Kalau setiap momen lomba saya selalu ikut dan bahkan jadi dewan hakim pada momen MTQ tingkat kecamatan, Tingkat Kota bahkan jadi pelatih ke Tingkat Provinsi juga," pungkasnya.
(*)
Penulis: Andi Pausiah
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.