Nestapa Pedagang Pasar Gusher

Cerita Penjual Pakaian di Lantai 1 Pasar Gusher Tarakan, Tetap Bertahan di Tengah Gempuran Online

Pedagang di kios lantai 1 Pasar Gusher Tarakan Kalimantan Utara, tetap berjualan meskipun kondisi pengujung sepi yang datang.

Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM/ ANDI PAUSIAH
KELUHKAN SEPI - Hj Nawa saat diwawancarai media. Kondisi sepi diakui sejak dua tahun terakhir di lantai satu jejeran ruko Pasar Gusher Tarakan, Kalimantan Utara. 

TRIBUNKALTARA.COM,TARAKAN -  Berjualan hampir 15 tahun, Hj Nawa masih sanggup bertahan di kios lantai satu Pasar Gusher Tarakan Kalimatan Utara. Padahal sejak lima tahun terakhir atau pasca Covid-19 hingga saat ini pengunjung maupun pembeli yang datang ke lantai 1 sepi.  

Dulu sebelum ada pendemi Covid-19, kios lantai satu yang menjual pakaian atau produk fashion ramai dikunjungi. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, sekarang ini banyak  masyarakat yang lebih memilih membeli pakaian secara online.

Di lantai satu Pasar Gusher ini  masih ada sekitar 20 pedagang yang menjual pakaian dan tetap berkomitmen bertahan berjualan, meskipun pendapatan menurun. 

Di kompleks Pasar Gusher tepatnya di lantai satu ini, hampir semua kios terisi penuh, karena banyak pembeli yang datang bahkan sampai mengantre.  Tapi kini perlahan kios itu satu persatu ditinggalkan pedagan karena sepi pembeli dan akhirnya pedagang memilih menutup kios.

Baca juga: Pedagang di Pasar Inhutani Nunukan Mengeluh, 2 Kapal tak Beroperasi, Harga Naik Hingga Sepi Pembeli

Dengan sepi pembeli, diakui Hj Nawa, kadang pembeli yang datang hanya satu pembeli dalam sehari. Ada pula pembeli yang hanya melihat-lihat saja, hingga dalam sehari tidak ada pembeli yang datang ke kios miliknya,  

"Kami berjualan itu hari ini kadang dapat, besoknya tidak ada dapat pembeli. Besoknya lagi tidak ada. Macam mana tuh kalau sudah seperti itu," ungkap Hj. Nawa, mengeluhkan kondisi sepinya pembeli Pasar Gusher.

Kondisi pembeli seperti ini, Hj Nawa pun tidak dapat menyebutkan berapa pendapatan yang dihasilkannya.

"Saking sepinya pembeli. Padahal kalau dulu kan selalu ada. Selama ini beberapa tahun ini sudah tidak ada. Mulai sepi yaa karena sekarang orang beralih ke jualan online pesannya," aku Hj Nawa.

Pantauan Tribunkaltara.com hari ini, Rabu (18/6/2025) di lantai satu Pasar Gusher tampak sepi, pengujung yang datang pun dapat dihitung dengan jari. Tapi 20 pedagang tetap jualan, karena ada saja pengunjung yang datang melihat-lihat saja. 

Baca juga: Pedagang Kaki Lima di Pelabuhan Tideng Pale Keluhkan Sepi Pembeli, Begini Penyebabnya

"Itu pun hanya melihat-lihat juga," katanya.

Dengan kondisi sepi seperti saat ini tak ditampik, pendapatan sangat menipis. Bahkan tak bisa menutupi biaya sewa kios. Dulu seingatnya ia yang berjualan sejak 2010 lalu,  nilai kontrak  per tahun untuk jejeran kios di lantai 1 bisa sampai Rp15 juta. Saat ini harga kontrak per tahunnya turun di kisaran Rp5 juta.

"Karena memang pembeli tidak ada. Itu pun Rp5 juta masih ngos-ngosan bayar. Masih berat," keluhnya.

Ia mengambil contoh omzet yang didapatkan bulan lalu tak sampai Rp5 juta. Jika bisa dihitung, pendapatannya habis untuk makan sehari-hari. 

"Tidak balik modal. Untuk diputar lagi belanja lagi tidak bisa. Jadi ya diakali gimna caranya supaya tetap bisa bayar sewa," ungkapnya meski dengan risiko tak bisa membeli stok karena terbatas pendapatan.

Arif, salah satu pedagang pakaianmengakui hal yang sama. Ia bahkan mengakui penjualan terasa sepi sejak media sosial bermunculan dan memudahkan penjualan secara online.

Hj Nawa 18062025.jpg
PEDAGANG KELUHKAN SEPI - Hj Nawa saat diwawancarai media. Kondisi sepi diakui sejak dua tahun terakhir di lantai satu jejeran ruko Pasar Gusher Tarakan, Kalimantan Utara.

"Ditambah pada saat Covid-19. Beda di tahun 2010-2012 media sosial belum begitu banyak jual online. Nah tahun 2014 itu sudah mulai terasa karena orang jualan online," ungkapnya.

Ia menambahkan patokannya itu ketika lebaran. Seharusnya semua orang memiliki uang untuk berbelanja ke pasar atau mall. Namun sejak 2014 sampai saat ini, sudah terasa menurun pembelinya.

"Yang jelas adanya media sosial begitu berpengaruh sama kami yang jualan," ungkapnya.

Ia sendiri selaku pemilik kios dan ruko dan tidak berstatus menyewa. Meski berstatus pemilik tetap saja berdampak pada pendapatan. 

"Kalau di sini yang banyak bertahan karena punya ruko. Yang status nyewa itu rata-rata tutup. Tapi ada juga yang punya mau disewakan dikontrakkan," ungkapnya.

Dalam sehari dari sisi omzet bisa sampai Rp 1 juta dibuka dari pagi sampai malam. Dulu bisa sampai Rp10 juta dalam sehari.

 "Kadang sehari pun tidak sampai sejuta. Saya di ruko ada jual baju dan campuran snack," tukasnya.

(*)

Penulis: Andi Pausiah 

 

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved