Berita Nunukan Terkini

12 Tahun Menunggu Janji Pemerintah, Warga Transmigran SP 5 Nunukan Kaltara Hidup Tanpa Kepastian

Sugeng duduk tenang di salah satu kursi ruang rapat DPRD Nunukan, pada Senin (23/06/2025). Wajahnya tampak lelah, namun matanya menyiratkan harapan. 

Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM / FELIS
RAPAT DENGAR PENDAPAT - Sugeng warga transmigran Satuan Pemukiman (SP) 5 Sebakis, Kabupaten Nunukan, saat menyampaikan persoalan mereka tenang dalam rapat dengar pendapat di Kantor DPRD Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) pada Senin (23/06/2025), siang. 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Sugeng duduk tenang di salah satu kursi ruang rapat DPRD Nunukan, Kalimantan Utara ( Kaltara ) pada Senin (23/06/2025). Wajahnya tampak lelah, namun matanya menyiratkan harapan. 

Hari itu, ia datang bersama beberapa warga transmigran Satuan Pemukiman (SP) 5 Sebakis, Kabupaten Nunukan, untuk mengikuti rapat dengar pendapat bersama anggota dewan, perwakilan Pemerintah Daerah, dan manajemen PT SIL-SIP.

Mereka ingin menyuarakan apa yang selama ini dipendam, harapan yang belum jadi kenyataan setelah lebih dari 12 tahun hidup sebagai transmigran di tanah Borneo.

"Kami mau mengadu ke mana lagi. Kami seperti hidup di pengasingan. Makanya kami ke gedung DPRD ini untuk mencari solusi. Sudah 12 tahun lebih 1 bulan berada di Sebakis belum bisa dapatkan hak normatif kami sebagai warga transmigrasi," kata Sugeng  saat diberi kesempatan bicara oleh pimpinan rapat di Kantor DPRD Nunukan.

Baca juga: Warga Transmigran Jawa di Desa Tanjung Buka SP2 Bulungan Kaltara Gelar Lebaran Ketupat Bersama

Sugeng bukan satu-satunya. Ia adalah satu dari 230 kepala keluarga (KK) asal Klaten, Jawa Tengah, yang ditempatkan di wilayah transmigrasi SP 5 Sebakis, Kabupaten Nunukan, pada tahun 2013. 

Mereka datang dengan harapan baru menata hidup, menggarap lahan, dan menyekolahkan anak-anak mereka. Tapi kenyataan tak seindah harapan.

Janji yang Tak Kunjung Tiba

Menurut surat kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Nunukan dan Pemerintah Kabupaten Klaten tahun 2013, setiap KK transmigran dijanjikan satu rumah, pekarangan seluas 0,25 hektar, serta dua lahan usaha (LU) yakni LU I seluas 0,75 hektar dan LU II seluas 2 hektar. 

Semua itu, kata Sugeng, akan diberikan paling lambat dua tahun setelah mereka tiba.

Namun, hingga kini, lebih dari satu dekade kemudian lahan usaha yang dijanjikan tak kunjung datang.

"Yang kami terima baru pekarangan 25×100 meter persegi beserta rumah. LU 1 dan LU 2 belum kami dapat. Yang kami pahami bahwa pemberian hak warga transmigrasi paling lambat 5 tahun, tapi ini sudah 12 tahun. Kami berharap ada solusi dari rapat ini," ucapnya.

Lanjut Sugeng,"Bisa makan saja kami sudah sangat bersyukur," tambahnya.

Bertahan di Tengah Keterbatasan

Selain masalah lahan, warga SP 5 Sebakis juga belum menikmati fasilitas dasar seperti listrik stabil, air bersih, dan infrastruktur jalan. 

Selama 12 tahun, mereka tetap bertahan di tempat itu, mengandalkan semangat dan harapan yang tersisa.

"Kadang kami merasa seperti dibuang. Kami tidak tahu ke mana lagi harus mengadu," ujar Sugeng.

Rapat demi rapat, surat demi surat, telah mereka tempuh. Harapannya sederhana, ada kepastian soal hak mereka yang tertunda.

Respon Pemerintah Daerah

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nunukan, Masniadi, mengakui bahwa hingga kini, warga SP 5 Sebakis memang belum menerima lahan usaha seperti yang dijanjikan.

"Kami sudah bangun komunikasi dengan warga lokal yang menguasai lahan, juga dengan Kementerian Transmigrasi, tapi belum ada solusi," tutur Masniadi kepada TribunKaltara.com.

Masniadi mengaku bahwa sudah ada wacana memanfaatkan lahan seluas 52,19 hektar yang dikelola PT SIP untuk dialihkan sebagai LU I. Namun prosesnya masih dalam pengkajian dan perlu persetujuan Kementerian Transmigrasi.

"Pada 2023 kami juga sudah bangun komunikasi dengan PT SIP untuk lahan sebagian kecil yang mereka kelola sesuai HPL tapi belum ada solusi sampai saat ini. Kami pernah bersurat resmi ke kementerian terkait penguasaan lahan dari 100 persen, masyarakat minta 80 persen mereka kelola, 20 persen mereka serahkan ke kementerian tapi ditolak karena tidak sesuai regulasi," ungkapnya.

Masniadi mengungkapkan, salah satu upaya penyelesaian yang pernah dibahas adalah pemanfaatan lahan seluas 52,19 hektar yang saat ini dikelola oleh PT SIl SIP. 

Lahan tersebut sudah ditinjau bersama dan disepakati akan dijadikan bagian dari solusi untuk memenuhi hak LU transmigran, khususnya LU I.

"Kami sudah bersurat ke PT SIP, dan mereka membalas bahwa lahan itu masih dalam proses pengkajian. Kami juga sudah menggelar pertemuan daring via Zoom bersama PT SIP dan Kementerian Transmigrasi, tapi sampai sekarang belum ada titik temu," imbuh Masniadi.

Baca juga: Hujan Dihari Idul Fitri, Transmigran Jawa Bulungan Kaltara di Tanjung Buka Keluhkan Jalan Berlumpur

Ia menambahkan, Pemerintah Daerah kembali bersurat ke Kementerian Transmigrasi untuk meminta petunjuk lanjutan. 

Menurutnya, jika PT SIP bersedia menyerahkan lahan tersebut kepada Pemerintah Daerah, maka persoalan LU I bisa segera dituntaskan.

"Tinggal nanti bagaimana kita mencari solusi untuk pemenuhan LU II," pungkas Masniadi.


Penulis: Febrianus Felis

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved