Berita Nunukan Terkini

Kepala BP3MI Kaltara Ingatkan Bahaya Jalur Ilegal ke Malaysia: Tidak Ada Perlindungan Hukum

Bagi WNI yang ingin menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri sebaiknya lewat prosedural resmi agar dapat perlindungan hukum.

Penulis: Febrianus Felis | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM/ HO-Berto BP3MI Kaltara
BP3MI KALTARA - Kepala Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kalimantan Utara (Kaltara), Kombes Pol Andi M Ichsan dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Ketenagakerjaan yang digelar Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau, Malaysia, Kamis (07/08/2025), pagi. 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Kepala Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kaltara, Kombes Pol Andi M Ichsan, menegaskan pentingnya penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara prosedural demi menjamin perlindungan hukum bagi warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri.

Pernyataan itu disampaikannya saat memberikan paparan dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Ketenagakerjaan yang digelar Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau, Malaysia, Kamis (07/08/2025), pagi.

"Kami terus mengedukasi masyarakat agar tidak tergiur dengan iming-iming penempatan cepat dari calo. Jalur non-prosedural sangat berisiko karena tidak ada perlindungan hukum jika terjadi masalah di luar negeri," kata Andi M Ichsan kepada TribunKaltara.com.

Ia menyebut, sejak berdirinya BP3MI dan terbentuknya Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) oleh Presiden Prabowo Subianto melalui Perpres Nomor 165 Tahun 2024, negara terus memperkuat komitmen dalam perlindungan dan pemberdayaan PMI.

Baca juga: Calo PMI Nunukan Ini Nekat Kirim WNI Secara Ilegal ke Malaysia, Pasang Tarif Rp 3,8 Juta Per Kepala

Namun di balik semangat penempatan resmi, data menunjukkan masih tingginya jumlah PMI yang bekerja di luar negeri tanpa dokumen resmi. 

Ichsan menyebut data Sistem Teknologi Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM), saat ini terdapat sekira 172 ribu WNI/PMI yang tinggal dan bekerja di negara bagian Sabah, Malaysia.

Tingginya kebutuhan tenaga kerja di sektor perkebunan membuat arus migrasi dari Indonesia, khususnya wilayah perbatasan seperti Kaltara, tak terelakkan. 

Namun, sebagian besar pekerja migran itu masuk melalui jalur tidak resmi, yang membuka ruang besar bagi eksploitasi, pelanggaran hak, hingga risiko hukum.

"Sebagian majikan di Malaysia masih memilih jalur ilegal demi menghindari biaya dan proses birokrasi yang dianggap rumit. Ini menjadi tantangan serius dalam tata kelola penempatan tenaga kerja migran," ucapnya.

Baca juga: Masuk Secara Ilegal ke Sebatik Nunukan, Tim Gabungan Amankan 6 Orang dari Tawau, Difasilitasi Calo

Untuk menekan angka migrasi ilegal, BP3MI Kaltara terus melakukan sosialisasi dan edukasi ke desa-desa pengirim PMI, agar masyarakat lebih memahami perbedaan jalur resmi dan risiko berat dari jalur informal.

Menurutnya, perlu kolaborasi lebih erat antara pemerintah pusat, daerah, dan lembaga terkait agar tata kelola migrasi tenaga kerja lintas negara, khususnya di perbatasan seperti Kaltara dan Sabah, bisa berjalan lebih efektif dan melindungi hak-hak PMI.

"Melalui FGD ini, harapannya para pekerja migran bisa bekerja dengan aman, legal, dan terlindungi secara hukum. Calo iming-iming cepat, tapi tak ada perlindungan hukum," ujar Ichsan.

(*)

Penulis: Febrianus Felis

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved