Insentif Dokter di Perbatasan

Fokus Atasi Kekurangan Dokter di Perbatasan, Dinkes Nunukan tak Komentar Soal Tunjangan Rp30 Juta

Dinkes Nunukan tak komentar soal tunjangan sebesar Rp30,012 juta per bulan kepada dokter spesialis di daerah pedalaman.

Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM / FELIS
KETERBATASAN DOKTER SPESIALIS - Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) Miskia, menjelaskan keterbatasan dokter spesialis di Nunukan, Selasa (12/08/2025), siang. 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), Miskia belum bisa memberikan tanggapan resmi terkait rencana pemerintah pusat memberikan tunjangan khusus sebesar Rp30,012 juta per bulan, bagi dokter spesialis di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) sebagaimana Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2025 yang belum diteken.

"Belum diteken dan Juknis ( Petunjuk Teknis) belum ada, jadi saya belum bisa komentari. Sekadar informasi juga, Nunukan belum punya sub spesialis," kata Miskia saat ditemui TribunKaltara.com, Selasa (12/08/2025), siang.

Berdasarkan data Dinkes Nunukan, jumlah dokter umum berstatus PNS dan PPPK di wilayah ini mencapai 30 orang, termasuk yang sedang menempuh pendidikan. 

Sementara dokter non ASN, baik honorer maupun kontrak, ada 27 orang. Ada pula 5 dokter program ISIP (Program Internsip Dokter Indonesia) yang bertugas hanya enam bulan. 

Baca juga: 6 Jam Menembus Lumpur Demi Pasien, Cerita Dokter di Perbatasan Krayan Nunukan Layani Warga Terpencil

LAYANI PASIEN DI PELOSOK - Dokter dan tenaga medis lainnya melakukan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan kesehatan secara gratis di Desa Wa'Yagung, Kecamatan Krayan Timur, Kabupaten Nunukan. Foto diambil pada Januari 2025.
LAYANI PASIEN DI PELOSOK - Dokter dan tenaga medis lainnya melakukan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan kesehatan secara gratis di Desa Wa'Yagung, Kecamatan Krayan Timur, Kabupaten Nunukan. Foto diambil pada Januari 2025. ((HO/ dr Evenjelina))

Untuk dokter spesialis, totalnya 27 orang, termasuk tambahan dua spesialis di Rumah Sakit Pratama (RSP) Sebuku yang mengikuti Program Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS).

Menurut Miskia, keberadaan dokter spesialis di RSP menjadi sangat vital untuk peningkatan status layanan rumah sakit.

"Setiap RSP seharusnya ada spesialis. Kalau sekarang, RSP masih tingkat pelayanan dasar, perawatan difokuskan di situ. Kalau ada spesialis, bisa naik tipe jadi D atau C dan seterusnya," ucap Miskia.

Pengalaman di RSP Sebuku menjadi contoh penting. Sebelumnya, gaji dokter spesialis yang ditugaskan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui program PGDS hanya Rp20 juta per bulan, sehingga sulit menarik minat tenaga spesialis mengabdi di pelosok.

"Tahun ini setelah gajinya kami naikkan jadi Rp45 juta per bulan, baru ada yang mau. Itu gaji pokok untuk dokter pendayagunaan spesialis. Di RSP Sebuku sudah ada dokter spesialis kandungan (obgin) dan anastesi. Statusnya penugasan dari Kemenkes," ujarnya.

Nunukan sendiri masih membutuhkan tambahan 5 dokter spesialis di bidang penyakit dalam, anak, kandungan, dan anastesi untuk meningkatkan status rumah sakit di wilayah perbatasan, termasuk RSP Krayan. 

"Kami sudah ajukan ke Kemenkes, tapi belum dapat. Mereka menunggu daftar dokter yang mau masuk ke daerah Nunukan," tuturnya.

Selain kekurangan tenaga, keterbatasan infrastruktur medis juga menjadi tantangan. 

Rencana pengadaan alat kesehatan di setiap RSP baru akan dibahas dalam anggaran 2026. 

"Kalau ada dokter spesialis, otomatis kebutuhan alat medis bertambah. Menu untuk pengadaannya belum keluar. Kami baru bahas tahun 2026 nanti," ungkapnya.

Di wilayah Krayan, tantangan bertambah dengan kondisi geografis yang terisolasi dan hanya bisa diakses melalui jalur udara. 

Sumber: Tribun Kaltara
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved