Peneliti LSI Denny JA Beber 7 Alasan Pilkada 2020 Tak Perlu Ditunda Meski Covid-19 Mengancam

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Peneliti LSI Denny JA Beber 7 Alasan Pilkada 2020 Tak Perlu Ditunda Meski Covid-19 Mengancam

TRIBUNKALTARA.COM - Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA Ikrama Masloman menilai, Pilkada tak perlu ditunda, meski Covid-19 mengancam.

Gelaran Pilkada di tengah pandemi Covid-19 terus menjadi perdebatan pro kontra.

Namun Peneliti LSI Denny JA menilai ada sejumlah alasan Pilkada serentak di 270 kabupaten/kota dan provinsi pada 9 Desember 2020, tak perlu ditunda.

Menurut Ikrama Masloman, Pilkada tak perlu ditunda, melainkan cukup dilakukan modifikasi dalam teknis pelaksanaannya.

Inter Milan vs Fiorentina di Liga Italia, Waspada Antonio Conte, Tim Tamu Punya Mata-mata

Tito Karnavian Usul Covid-19 Jadi Materi Debat Kandidat Pilkada, Ini Reaksi Ketua KPU Kaltara

Skandal PNS Guru SD di Tulungagung Nekat Berhubungan Badan dengan Istri Orang di Kelas hingga Hamil

Pede Duet Bareng Ronaldo, Alvaro Morata Sesumbar Jelang Big Match AS Roma vs Juventus di Liga Italia

Ikrama pun membeberkan tujuh alasan mengapa Pilkada Serentak 2020 harus tetap digelar di tengah pandemi Covid-19.

Pertama, soal legitimasi. Ikrama mengatakan, jika Pilkada ditunda, sebanyak 270 daerah di Indonesia akan dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt).

Padahal, sebanyak 209 kepala daerah akan selesai masa jabatannya pada Februari 2021.

Hal itu disampaikan Ikrama saat konferensi pers bertajuk '7 Alasan Mengapa Pilkada Jangan Ditunda' melalui virtual, Kamis (24/9/2020).

"Legitimasi Plt tentunya berbeda dengan kepala daerah yang dipilih rakyat. Kewenangannya pun terbatas."

"Plt misalnya, tidak bisa mengambil kebijakan yang bersifat substansial, terutama yang berdampak pada anggaran."

"Serta tidak dapat mengambil kebijakan yang mengikat lainnya," kata Ikrama.

Kedua, terkait proporsi. Ikrama menyebut saat ini dari total 270 daerah yang menggelar Pilkada, hanya ada 16,3 persen yang masuk zona merah Covid-19.

Karena itu, tidak tepat jika harus membatalkan 83,7 persen wilayah lain.

Untuk Pilkada di wilayah zona merah, kata Ikrama, dapat dilakukan treatment khusus tanpa harus digeneralisasi untuk 83,7 persen wilayah lain.

"Misalnya, khusus di 16,3 persen kasus (44 daerah), calon kepala daerah dilarang melakukan pengerahan massa lebih dari 5 orang," ulasnya.

Halaman
1234

Berita Terkini