TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN – Pihak Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Kaltara menunggu surat laporan resmi dari pihak rumah sakit terkait satu dokter berstatus PNS tak bertugas secara maksimal di RSUD dr H Jusuf SK.
Diketahui dokter bersangkutan masih terikat kerja informasi dihimpun dari pihak Rumah Sakit.
Seperti dijelaskan Plt Direktur RSUD dr H Jusuf SK, dr Budi Aziz, bahwa sebenarnya yang bersangkutan sudah diberikan teguran.
Dokter tersebut juga diketahui adalah yang menangani kemoterapi dan buntut serta imbasnya, pasien kemoterapi terdampak dari penghentian sementara jaminan pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan ke RSUD dr H Jusuf SK.
Baca juga: RSUD dr H Jusuf SK Beber Kronologi Keluhan Kemoterapi, Benarkan Ada Dokter PNS tak Layani Pasien
Ia melanjutkan berbicara sanksi yang bisa memberikan sanksi karena tidak melaksanakan tugas adalah kepala BKD Provinsi Kaltara.
Dan ini juga sudah dilaporkan ke BKD Provinsi Kaltara.
“Pak Gubernur juga sudah tahu. Pak Gubernur juga sudah memberikan surat teguran dan Pak Gubernur tidak pernah menandatangani suratnya,” ujarnya.
Untuk hak jawab dokter bersangkutan lanjutnya, memang dokter yang bersangkutan meminta pindah ke RS Fatmawati.
Namun persoalannya yang bersangkutan masih terikat masa kerja di Kaltara.
“Masa kerjanya masih ada di sini. Saya kurang tahu berapa tahun lagi tapi masih ada di sini. Karena yang menyekolahkannya Pemerintah Provinsi Kaltara. Dan yang bersangkutan sudah dilakukan peneguran beberapa kali. Terakhir bulan lalu bulan Juli 2024,” jelasnya.
Sementara itu, Andi Amriampa, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Kaltara bahwa proses hukuman sudah diatur dalam aturan PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Untuk ketegori ringan dan sedang, kewenangan ada di OPD masing-masing.
“Untuk kategori berat dilimpahkan ke PPK melalui BKD,” jelasnya.
Ia melanjutkan jika ternyata dari instansi terkait sudah memberikan hukdis berupa teguran dan tidak diindahkan lanjut Andi, maka proses pasti berjalan sesuai PP Nomor 94.
“Nanti kita tunggu saja prosesnya,” jelasnya.
Ia melanjutkan lagi bahwa berkaitan kesalahan atau pelanggaran, memang yang bersangkutan tidak terdeteksi dengan absensi untuk dokter spesialis.
Sehingga pihaknya menunggu laporan secara resmi.
“Kalau secara resmi sudah ada, tentu kami akan proses. Yang bersangkutan memang status PNS di Kaltara,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa setiap tugas belajar ada kontrak kerja dan biasanya mencapai 10 tahun atau 15 tahun pengabdian baru bisa ajukan pindah tugas.
“Nanti dilihat kontraknya seperti apa. Kalau memang tuntutannya masih harus selesaikan masa kerja ya kita lihat, sambil berproses saja,” jelasnya.
Untuk kemungkinan sanksi sesuai regulasi dan normative.
Baca juga: Begini Tanggapan Ombudsman RI Perwakilan Kaltara, Pasien Kemoterapi Tidak Dilayani di RSUD Jusuf SK
Untuk pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), adalah hukuman tertinggi dalam hukdis.
Dan pihaknya harus melihat kategorinya.
“Kalau PTDH, dulu ada beberapa kasus juga seperti narkoba, terjerat hukum dan terbukti inkrah bisa diproses. Kalau dari sisi instansi kesehatan belum pernah ada,” pungkasnya.
(*)
Penulis: Andi Pausiah