Iraw Tengkayu 2025

Padaw Tuju Dulung, Cerita Raja Sering Bepergian Menggunakan Perahu, Ayam Jantan jadi Petunjuk Waktu 

Padaw Tuju Dulung dalam bahasa Tidung diartikan sebagai Perahu Tujuh Haluan. 

Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH
PROSESI PELARUNGAN - Perayaan Iraw Tengkayu 2025 berlangsung meriah di Tarakan disaksikan ribuan warga saat pelarungan Padaw Tuju Dulung, Minggu (12/10/2025) di Pantai Amal Kota Tarakan. TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH 

TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN - Padaw Tuju Dulung dalam bahasa Tidung diartikan sebagai Perahu Tujuh Haluan. 

Di balik namanya ada simbol makna bagi aktivitas masyarakat Tidung dan raja terdahulu.

Kata Datu Norbeck, Budayawan Tidung Tarakan yang juga kali ini bertugas sebagai Pengarah Prosesi Penurunaan Padaw Tuju Dulung, Padaw Tuju Dulung diartikan perahu tujuh haluan.

Simbolnya dalam kehidupan sehari-hari, dijelaskan Datu Norbeck, tujuh melambangkan jumlah hari dalam seminggu.

Baca juga: Puncak Pelarungan Padaw Tuju Dulung, Ribuan Warga Tarakan Kaltara Hadir Saksikan Iraw Tengkayu 2025

Kata Datu Norbeck, pada bagian depan perahu terdiri dari tiga bagian.

Umumnya, perahu hanya ada satu bagian ujung depan atau haluan. 

Namun Padaw Tuju Dulung didesain dibagi tiga bagian.

Bagian sisi kiri ada dua haluan sebelah kiri, dua haluan sebelah kanan dan tiga haluan bagian tengah.

"Masing-masing bersusun atau bertingkat. Jadi total haluan tujuh melambangkan tujuh hari," kata Datu Norbeck.

Kemudian di bagian  tengah diletakkan mahligai.

Mahligai berwarna kuning cerah.

Mahligai atau dalam dialek Tidung berbunyi meligai disebut bangunan rumah.

Di dalam meligai itulah raja istirahat. 

"Konon dulu di situlah yang punya perahu itu duduk. Makanya disitu biasa ada makanan. Perlu saya luruskan, bukan sesaji tapi makanan atau perbekalan yang dibawa di dalam perahu," kata Datu Norbeck.

Secara fisik terlihat seperti sesaji namun sebenarnya itu adalah makanan biasa.

Karena jika disebut sesaji lanjutnya ada pengertian lebih khusus.

"Jadi itu simbol makanan orang yang punya perahu. Kalau dulu itu raja punya, jadi simbol makanan raja. Kemudian itu semacam perbekalan. Jadi ya mungkin menu orang jaman dulu gitu, jadi tidak seperti makanan kita yang sekarang," ungkapnya. 

Biasanya perbekalan berupa nasi ketan dan itu berwarna-warna.

Ada yang berwarna hitam, kemudian ada juga berwarna putih dan lainnya. 

"Ya ada berwarna hitam, hitam dari ketan biasanya," jelasnya.

Selain nasi, ada juga ayam.

Biasanya ada ayam jantan yang dibawa dalam kondisi hidup.

"Nah itu juga simbol dari kebiasaan orang hidup ini di zaman dulu. Kalau bepergian jauh di laut, antara pulau, itu mereka biasa bawa ayam jantan untuk membantu penunjuk waktu.Terutama untuk malam hari ketika mereka tidak bisa melihat bintang bulan dan lain-lain atau hujan," ungkapnya.

Di sini peran ayam jantan adalah kokoknya yang berbunyi atau berkokok,  itu menandakan hari menjelang pagi atau subuh.

"Termasuk melihat air pasang gitu. Mereka selalu bawa ayam jantan untuk berpergian jauh," ujarnya.

Ia melanjutkan lagi, dulunya penduduk asli bekerha sebagai  nelayan.  

Kehidupan mereka lebih banyak berinteraksi dengan laut.

"Begitu hidup dari hasil laut. Kemudian dulu, Padaw Tuju Dulung juga  dipakai raja berlayar untuk perjalanan khusus begitu. Konon ceritanya itu Padaw Tuju Dulung itu tidak selalu ada di air. Ketika dia mau dipergunakan untuk berangkat baru diturunkan. Jadi itu turunnya Padaw Tuju Dulung itu ada upacaranya. Artinya raja mau berpergian jauh," bebernya.

Lalu kemudian, warna perahu yang dihias selain kuning ada juga merah dan hijau.

Kata Datu Norbeck, di Padaw Tuju Dulung ada tiga warna utama.

Di momen Iraw Tengkayu, warna khasnya kuning hijau dan merah.

"Kuning ini memang warna nomor satu dalam budaya tradisi orang Tidung.  Warna kuning ini memberi makna satu yang lebih ditinggikan atau dimuliakan begitu itu pakai warna kuning. Kemudian hijau ini melambangkan keyakinan atau kepercayaan. Kemudian merah itu melambangkan ketegasan," ungkapnya.

Di perahu juga ada tiang panji.

Tiang-tiang panji ini berwarna kuning hijau dan merah. 
Ini merupakan hitungan rangka perahu. 

"Yang orang Tidung bisa sebut papok. Atau ada juga bilang tajuk. Kalau bahasa umumnya sekarang gading. Jadi rangka gading perahu itu, ini biasanya itu punya makna hitungannya itu. Jumlah 9. Makanya tiga-tiga warna kan, kuning, hijau, merah, kuning, hijau, merah, kuning, hijau, merah. Jadi setiap warna kebagian dua," ujarnya.

Iraw Tengkayu sendiri memiliki makna, berasal dari tradisi suku Tidung, penduduk asli di Kota Tarakan.

Dulunya, Iraw Tengkayu dilakukan untuk mengenang masa kejayaan.

"Jadi konon di zaman Tarakan masih kerajaan dulu. Masa kejayaan itu sekitar abad ke-16 hingga ke-17. Setelah itu Kerajaan Tarakan itu menganggap dirinya tidak berjaya lagi. Karena berada di bawah perintah kerajaan lain. Itu di bawah pemerintahan  Raja Bulungan," ujarnya.

Sehingga sejak Tarakan berada di bawah kekuasaan Kerajaan Bulungan atau di bawah Kesultanan Bulungan, kemudian mereka mengadakan pesta rakyat.

Baca juga: Breaking News Hari Ini Pawai Budaya dan Kirab Padaw Tuju Dulung Iraw Tengkayu, Berikut Rutenya

"Untuk mengenang masa kejayaan ini, dibuatlah tiruan Padaw Tuju Dulung dengan prosesi penurunan seperti yang pernah ada di masa kejayaan," jelasnya.

Iraw Tengkayu artinya pesta laut,  pesta rakyat biasa dan pesta budaya. 

"Jadi sejak tidak jaya lagi maka ditambah dengan penurunan Padaw Tuju Dulung untuk puncak acara," pungkasnya.

(*)


Penulis: Andi Pausiah

 

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved