Demi Kuliah & Sekolah 5 Anak, Lindah Rela Berhadapan dengan Satpol PP Nunukan saat Berjualan Sayur
Demi kuliah & sekolahkan 5 anak, Lindah rela berhadapan dengan Satpol PP Nunukan saat berjualan sayur.
Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Demi kuliah & sekolah 5 anak, Lindah rela berhadapan dengan Satpol PP Nunukan saat berjualan sayur.
Lindah (44) warga jalan Pongktiku, RT 17, Kelurahan Nunukan Tengah, mengaku banting setir jadi pedagang sayur kaki lima, lantaran penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan lima anaknya.
Lindah mengatakan, dirinya sudah setahun geluti pekerjaan bettang (ikat rumput laut) di Jalan Tanjung, Nunukan, Kalimantan Utara.
Baca juga: Kepala BNNP Kaltara Brigjen Pol Henry Simanjuntak Beber Peredaran Narkotika Cenderung Meningkat
Baca juga: Respons Iwan Bule saat Polisi Tak Izinkan Liga 1 2020 Digelar Lagi, Reaksi Marc Klok Jadi Sorotan
Baca juga: Kisah Pedagang Sayur di Nunukan, Berjuang Hidupi Keluarga Ditengah Pandemi Covid-19, Semakin Sulit
Ia terpaksa banting setir, karena harus membantu suaminya penuhi kebutuhan lima anaknya yang masih sekolah.
"Suami saya pekebun sejak 2003. Kebetulan ada lahan teman yang kosong. Daripada kosong, ya kami tanami sayur. Lumayan untuk jual," kata Lindah kepada TribunKaltara.com, saat ditemui tengah dagang sayur, di jalan radio, Jumat (16/10/2020), pukul 13.00 Wita.
Menurut Lindah, penghasilan yang ia dapatkan saat bettang sehari hanya Rp 21 ribu.
"Satu tali dibayar Rp 7 ribu. Saya hanya bisa tiga tali saja. Mungkin karena sudah umur segini, jadi tidak laju ikatnya," ujar Lindah.
Diketehui, harga rumput laut turun jadi Rp 9 ribu per kg, sempat Rp 20 ribu per kg.
"Apalagi harga rumput laut sekarang turun. Bayar mobil Rp 20 ribu pergi-pulang, kita dapat sehari hanya Rp 21 ribu. Beli garam saja tidak cukup," tutur Lindah.
Sementara, saat dagang sayur di emparan toko ia bisa dapatkan Rp 150 ribu per hari.
"Itupun tergantung rezeki lagi, kalau hari ini saya dapat Rp 100 ribu dari penjualan ubi kayu. Itupun harus bayar ojek Rp 20 ribu pergi-pulang," ungkap Lindah yang baru dagang sayur seminggu.
"Baru ubi kayu saja laku. Satu tumpuk ubi kayu saya jual Rp 10 ribu. Tadi laku ada 10 tumpuk. Mungkin karena hujan jadi kurang pembeli," terang Lindah.
Lindah mengaku memilih dagang sayur lantaran lima anaknya yang masih sekolah membutuhkan kuota internet untuk belajar.
Baca juga: Ada 1.209 Warga Kota Bontang Belum Memiliki KTP Elektronik
Baca juga: Fadli Zon Bandingkan Rezim Jokowi dengan Penjajahan Belanda hingga Mahfud MD Santai Tanggapi Kritik
Baca juga: Kecamatan Malinau Kota Urutan Pertama DPT Terbanyak, Ini Jumlah DPT Kabupaten Malinau
"Anak pertama kuliah, kedua masih SMA, ketiga SMP dan satu SD. Semua butuhkan paket data untuk belajar selama pandemi covid-19. Satu orang harga paketnya Rp 15 ribu," jelas Lindah yang baru dagangan sayur satu minggu.
Lindah tidak ada pilihan lain selain dagang sayur di emperan toko, meskipun, saat dagang ia harus berhadapan dengan Satpol PP.
"Kalau kita dagang di pasar, belum bayar sewa. Di pasar rakyat bayar sewa Rp 200 ribu. Itupun jarang laku. Kalau di pinggir jalan begini lumayan laku," tambah Lindah.
( TribunKaltara.com / felis )