Nyali Jenderal TNI Ini Tak Ciut Jika Dicopot dari Pangdam Jaya, Imbas Tegas ke FPI dan Habib Rizieq

Nyali Jenderal TNI ini tak ciut andai Mayjen TNI Dudung Abdurachman dicopot dari Pangdam Jaya, berani tegas ke FPI dan Habib Rizieq.

Tribun Jakarta
Pangdam Jaya, Mayjen TNI Dudung Abdurachman ( tengah). (Tribun Jakarta) 

TRIBUNKALTARA.COM - Nyali Jenderal TNI ini tak ciut andai Mayjen TNI Dudung Abdurachman dicopot dari Pangdam Jaya, berani tegas ke FPI dan Habib Rizieq.

Nama Mayjen TNI Dudung Abdurachman sempat trending topic di Twitter hingga menjadi perbincangan publik, karena ketegasannya terhadap Front Pembela Islam ( FPI ) dan Habib Rizieq alias Rizieq Shihab.

Bahkan Jenderal bintang 2 ini pasang badan terhadap aksi TNI yang mencopot baliho Habib Rizieq di Jakarta beberapa waktu lalu.

Namun tak sedikit yang kontra dengan aksi TNI dan perintah Pangdam Jaya menurunkan baliho Habib Rizieq.

Mayjen TNI Dudung Abdurachman dianggap bertindak sendiri tak sesuai perintah atasan, dalam hal ini Panglima TNI dan Presiden.

Baca juga: Pengakuan Pangdam Jaya Setelah Perwakilan FPI Sambangi Markas Mayjen TNI Dudung Abdurachman

Baca juga: Giliran Gatot Nurmantyo Soroti Perintah Pangdam Jaya Copot Baliho Habib Rizieq, Bisa Dapat Teguran?

Sampai-sampai isu pencopotan Dudung Abdurachman dari Pangdam Jaya mencuat.

Menghadapi hal tersebut, nyali Jenderal bintang 2 TNI ini justru tak ciut dengan ancaman pencopotan terhadap dirinya sebagai Pangdam Jaya.

Dudung Abdurachman mengatakan dirinya tak pernah takut bila hal tersebut justru berdampak pada jabatannya saat ini sebagai Pangdam Jaya.

"Dulunya (saya) tukang koran. Jadi kalau saya jadi Pangdam (sudah) bersyukur banget dan Bapak saya cuma PNS.

Jadi misalnya dicopot gara-gara ini, copot lah, saya nggak pernah takut, benar saya nggak takut," jelasnya di Makodam Jaya, Senin (23/11/2020).

Dudung Abdurachman pun mengaku sudah sering merasa kesusahan hidup, jadi yang terjadi padanya sekarang tak membuatnya gentar.

Ia sudah terbiasa menjalani hidup secara sederhana hingga harus memilih masuk sekolah siang demi berjualan koran di pagi harinya.

"Sepeninggalan bapak itu bisa jualan pasar keliling warung-warung ke Kodam, ke kantin.

Pas ke sekolah SMA kelas X harusnya saya masuk SMA yang pagi, saya bilang ke ibu saya kalau bisa masuknya siang karena saya mengatakan ingin jadi loper koran. Jadi dapatnya siang,"

"Nah jadi kita masuk siang, tapi pagi dari pukul 04.00 WIB sudah berangkat yang beli koran sampai pukul 08.00 WIB.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved