Berita Nasional Terkini
UPDATE Kasus Korupsi Bansos Juliari Batubara, Kode Khusus 'Bina Lingkungan' Untuk Penunjukan Rekanan
Update kasus korupsi Bansos Juliari Batubara, kode khusus 'Bina Lingkungan' untuk penunjukan rekanan dibongkar oleh Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
TRIBUNKALTARA.COM - Update kasus korupsi Bansos Juliari Batubara, kode khusus 'Bina Lingkungan' untuk penunjukan rekanan dibongkar oleh Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
Seperti kasus-kasus korupsi yang telah diungkap oleh KPK, selalu saja ada kode khusus dalam berkomunikasi.
Begitu pula pada kasus korupsi Bansos Covid-19 eks Menteri Sosial Juliari Batubara terdapat kode khsus pula.
Kode khusus ini disampaikan dan digunakan untuk melakukan penunjukan rekanan pengadaan Bansos Covid-19, pada kasus korupsi Bansos Covid-19 eks Menteri Sosial Juliari Batubara
'bina lingkungan' adalah kata yang digunakan pada kasus korupsi Bansos Covid-19 eks Menteri Sosial Juliari Batubara.
• Kabur Sampai ke Sulsel, Satreskrim Polres Tarakan Jemput Tersangka Penikaman di Bandara Juwata
• DPRD dan Pemda Nunukan Setujui 6 Raperda Sekaligus, Rahma Leppa: Akan Dievaluasi Pemprov Kaltara
• Gagal Disuntik Vaksin Corona Sinovac, Kadinkes Nunukan dr Meinstar Tololiu: Tahap Berikutnya Saja
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) masih mengusut kasus korupsi bansos Covid-19 yang melibatkan eks Menteri Sosial Juliari Batubara.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia ( MAKI) menemukan fakta baru adanya kode khusus dalam penunjukan perusahaan rekanan.
Tak hanya itu, Boyamin Saiman juga menguak siapa saja yang bisa mengorder perusahaan yang akan ditunjuk menjadi rekanan pengadaan.
Diketahui, KPK membekuk eks Mensos Juliari Batubara, dan menetapkannya sebagai tersangka.
Politikus PDIP ini dinilai mengambil keuntungan dari program bansos Covid-19.
Kini, Juliari Batubara pun dalam masa penahanan KPK.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia ( MAKI) Boyamin Saiman meminta Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) mendalami istilah "bina lingkungan" dalam kasus dugaan korupsi sembako bantuan sosial ( bansos) Covid-19.
Boyamin Saiman menduga istilah "bina lingkungan' digunakan di lingkungan Kementerian Sosial untuk menunjuk sejumlah perusahaan agar mendapatkan jatah pengadaan bansos.
"Berdasarkan informasi yang kami terima, terdapat dugaan penunjukan perusahaan penyalur sembako bansos Kemensos yang saat ini diproses KPK adalah perusahaan tersebut semata mata berdasar penunjukan dengan istilah 'bina lingkungan'," kata Boyamin dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (3/2/2021).
Boyamin Saiman mengatakan, dengan adanya istilah itu penunjukan perusahaan diduga tidak berdasar kemampuan, pengalaman dan kompetensi.
• Banyak Aturan Disederhanakan, Dinas Penanaman Modal Kaltara: Omnibus Law Bantu Kemudahan Investasi
• UPDATE Tambah 30, Kasus Covid-19 Malinau Jadi 472, Didominasi Transmisi Lokal dan Kontak Erat
Sehingga, kata dia, dalam menyalurkan sembako menimbulkan dugaan penurunan kualitas dan harga.
Serta merugikan masyarakat.
Lebih lanjut, setidaknya Boyamin menyebut empat perusahaan yang termasuk dalam daftar 'bina lingkungan', di antaranya yakni PT SPM yang mendapatkan 25.000 paket dengan pelaksana AHH, lalu PT ARW mendapat 40.000 paket dengan pelaksana FH.
Kemudian, ada juga PT TR 35.000 paket dengan pelaksana UAH dan PT TJB 25.000 paket dengan pelaksana KF.
"Bahwa perusahaan yang mendapat fasilitas bina lingkungan diduga masih terdapat sekitar delapan perusahaan lain," ucap Boyamin Saiman.
Boyamin Saiman menduga perusahaan yang mendapatkan fasilitas "bina lingkungan" merupakan rekomendasi dari pejabat eselon I di Kemensos dan politikus di DPR.
Lebih jauh, Boyamin menyebut, istilah 'bina lingkungan' dalam bansos Covid-19 juga terdapat dugaan rekomendasi yang berasal dari beberapa parpol dan bukan hanya satu parpol.
"Diduga oknum DPR yang memberikan rekomendasi berasal dari beberapa parpol dan bukan hanya satu parpol," ujar Boyamin Saiman.
KPK Panggil Anggota DPR
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Anggota Komisi II DPR Ihsan Yunus terkait kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020 di Kementerian Sosial RI.
Ihsan sedianya akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan kasus Adi Wahyono selaku Pejabat Pembuat Komitmen ( PPK) di Kemensos.
“Ihsan Yunus akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka AW (Adi Wahyono),” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Rabu (27/1/2021).
• Nyaris tak Jadi Disuntik Vaksin Corona, Dirut RSUD Nunukan Nekad Minta Tetap Divaksin, Ini Sebabnya
Selain itu, KPK juga akan memeriksa Ex ADC Mensos RI Eko Budi Santoso.
Dia juga dipanggil selaku saksi untuk tersangka Adi Wahyono.
Sementara untuk melengkapi berkas penyidikan tesangka mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, lanjut Ali Fikri, pihaknya memanggil Direktur PT Integra Padma Mandiri, Budi Pamungkas dan kembali memanggil Direktur PT Mandala Mahonangan Sude, Rajif Bachtiar Amin.
“Keduanya akan diperikaa untuk tersangka JPB (Juliari Peter Batubara),” kata Ali.
KPK menetapkan eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos serta dua pihak swasta bernama Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry Van Sidabukke sebagai tersangka kasus dugaan suap bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Juliari dan dua anak buahnya diduga menerima suap senilai sekira Rp17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemensos dalam pengadaan paket bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekira Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.
Juliari selaku Menteri Sosial menujuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.
Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko Santoso.
Fee untuk setiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi Wahyono sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos.
Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian Iskandar Maddanatja, Harry Van Sidabukke, dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.
Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.
Baca juga: Makin Berani, KKB Papua Terang-Terangan Tantang TNI & Polri Perang, Respon Polda Papua Mengejutkan
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari P Batubara melalui Adi dengan nilai sekira Rp 8,2 miliar.
Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N, selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekira Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari P Batubara.
Atas dugaan tersebut, Juliari P Batubara disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Baca juga: Marzuki Alie Tak Tinggal Diam Dituduh Aktor Kudeta Partai Demokrat, Langsung WhatsApp SBY, Buktikan!
Sementara Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Adapun Ardian IM dan Harry Sidabukke yang diduga pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Artikel ini telah tayang dengan judul "KPK Diminta Dalami Istilah "Bina Lingkungan" pada Kasus Bansos Covid-19", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/02/03/15554831/kpk-diminta-dalami-istilah-bina-lingkungan-pada-kasus-bansos-Covid-19.
Artikel ini telah tayang dengan judul Terkait Kasus Bansos Covid-19, KPK Panggil Anggota Komisi II DPR Ihsan Yunus, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/01/27/terkait-kasus-bansos-Covid-19-kpk-panggil-anggota-komisi-ii-dpr-ihsan-yunus?page=all.
Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com
Follow Twitter TribunKaltara.com
Follow Instagram tribun_kaltara
Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official