Perbatasan RI Malaysia

Kisah Santi, Guru Honorer di Perbatasan RI-Malaysia, 4 Tahun Tinggal di Ruang UKS, Digaji Rp 1 Juta

Mengabdi menjadi guru honorer di perbatasan RI-Malaysia merupakan hal yang tak mudah.

Penulis: Febrianus Felis | Editor: Amiruddin
TRIBUNKALTARA.COM/FELIS
Santi seorang guru honorer di SDN 012, Jalan Sei Banjar, RT 07, Desa Binusan Dalam, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. TRIBUNKALTARA.COM/ Febrianus felis 

Selama perbaikan gedung sekolah, Santi dan guru lainnya terpaksa mengajar di pondok kecil dengan kapasitas 15 orang.

Dengan pola mengajar yang dibagi beberapa shift, sehingga semua peserta didik mendapat kesempatan belajar yang sama.

"Karena kalau mau antar materi terus, rumah siswa jauh. Mau virtual nggak ada jaringan. Jadi sesekali kumpul untuk berikan penjelasan.

Pas ujian kenaikan kelas lalu, kami print materi lalu antar satu per satu ke rumah siswa. Sampai saya sempat sakit karena tidak bisa jalan jauh. Dan pernah jatuh dari motor juga karena jalanan licin," ungkapnya.

Alumni S1 PGSD Universitas Terbuka Borneo Tarakan itu, mengaku sanggup bertahan dengan upah Rp 1 juta perbulan, sebab profesi guru sudah diimpikan Santi sejak kecil.

Santi menuturkan, dirinya akan mengikuti tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang akan dibuka pendaftarannya pada Juni mendatang.

"Mudahan bisa lolos. Karena formasi hanya 1 di sekolah ini. Honornya di sini ada dua. Tapi yang satu guru agama Islam. Sempat orang bilang, kenapa mau jadi guru honorer di situ, nggak ada listrik, blankspot, akses jalan nggak bagus, lalu gajinya segitu.

Baca juga: Atasi Stunting, Disdikbud Nunukan Gelar Progasda Plus di Desa Binusan Dalam & 3 Sekolah Terpencil

Baca juga: Cerita Kepsek SDN 012 Nunukan, Nasib Sekolah Terpencil, Mulai Blankspot Hingga Belajar di Pondok

Baca juga: Waspada, BMKG Prediksi 4 Wilayah di Nunukan Berpotensi Mengalami Cuaca Ekstrem Selasa 25 Mei 2021

Saya jawab, tidak masalah memang cita-cita saya jadi guru. Perihal honorer, bagi saya itu proses," imbuhnya.

Saat ini Santi mengajar kelas I SD, dengan jumlah peserta didik 11 orang. Adapun materi yang ia ajarkan yakni Matematika, PKN, Bahasa Indonesia, dan SBK.

"Selama pandemi Covid-19 hanya 1 jam saja saya mengajar di pondok. Yang susahnya itu, kadang anak-anak di kasi tugas, ada yang orang tuanya nggak bisa ajarkan. Karena beberapa orang tua nggak bisa baca tulis.

Di sini keseharian orang tua murid ya ikat rumput laut, buruh sawit, sehingga malam hari baru pulang. Banyak orang tua yang meminta sekolah tatap muka segera dibuka," pungkasnya.

(*)

Penulis: Febrianus Felis

Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com

Follow Twitter TribunKaltara.com

Follow Instagram tribun_kaltara

Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved