Berita Tarakan Terkini
Lepas Satwa Sebagai Wujud Kebebasan, Mandirupang Ritual Wajib Tiap Perayaan Hari Raya Trisuci Waisak
Lepas satwa sebagai wujud kebebasan, Mandirupang ritual wajib tiap perayaan Hari Raya Trisuci Waisak.
Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN - Lepas satwa sebagai wujud kebebasan, Mandirupang ritual wajib tiap perayaan Hari Raya Trisuci Waisak.
Di momen Perayaan Waisak ke-2565 pada Rabu (26/5/2021) hari ini, ada dua rangkaian kegiatan yang diadakan Vihara Vajra Bumi Dwipa Kota Tarakan.
Sekitar pukul 08.00 WITA tadi, dilakukan kegiatan pelepasan satwa atau dalam istilah dalam ajaran Buddha yakni fansen.
Baca juga: Jelang Ibadah Perayaan Trisuci Waisak 2021, Umat Buddha di Nunukan Siapkan Asana dan Hiasi Altar
Baca juga: Diawali Tradisi Pindapata, Umat Buddha Malinau Rayakan Detik-detik Trisuci Waisak 2021 Sore Ini
Baca juga: Hari Raya Waisak, Kenali Kapan dan Bagaimana Perayaan Hari Besar Umat Buddha Ini
Adapun maknanya dibeberkan Semin, Sekretaris Vihara Vajra Bumi Dwipa Kota Tarakan. Di antaranya pelepasan satwa pagi ini sebagai bentuk makhluk hidup atau yang bernyawa diberikan kesempatan untuk hidup bebes.
"Biasanya yang memiliki piaraan, kita lepaskan sebagai bentuk kebebasan," urainya.
Puluhan warga ikut dalam prosesi pelepasan satwa di Embung Persemaian. Adapun satwa yang dilepas yakni burung, bibit bandeng, ikan lele dan burung dara.
"Kalau dulu kami melakukan pelepasan kepiting. Sekarang susah didapatkan jadi diakomodir dalam bentuk uang," urainya.
Sebelumnya pada Selasa (25/5/2021), sudah membagikan sembako kepada 50 orang pekerja penyapu jalan dan warga sekitar vihara.
Kemudian, lanjut pria yang juga bekerja sebagai salah seorang guru Agama Buddha di SMA N 1 Tarakan ini mengatakan, di siang harinya sekitar pukul 10.00 WITA, dilanjutkan ritual sembahyang dan mandirupang.
Adapun kegiatan ritual doa dan sembahyang leluhur dipimpin langsung oleh dua orang pemuda yang menjadi pemimpin puja bakti. Dua orang itu yakni Albert Lie dan Eriyanto.
Keduanya memakai pakaian kuning seperti yang biasa dikenakan para biksu. Adapun warna kuning kata Semin, melambangkan kebijaksanaan.
Untuk tahun ini lanjutnya, temanya serentak yakni "Bangkit Bersatu untuk Seluruh Indonesia".
Lebih lanjut ia mengungkapkan setelah pelaksanaan doa bersama dilanjutkan rirual mandirupang. Mandirupang ini menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan.Mandirupang prosesnya dalam agama Buddha disebut juga penyucian diri.
"Kita membuat lembaran baru kepada semua umat supaya hidup lebih baik dari pikiran ucapan dan perbuatan," beber Semin.
Setelah ritual mandirupang, hidup bisa dipercaya menjadi lebih baik. Namun harus dibarengi berbuat baik dengan sesama.
Proses mandirupang, masing-masing jemaat bergiliran menyiram Rupang Buddha.
Adapun sembahyang arwah atau leluhur disiapkan satu altar khusus untuk menyembayangi arwah. Dilakukannya sebulan sekali. "Dan ini sekalian dilaksanakan hari ini bersama perayaan Waisak," jelasnya.
Sebelum ritual mandirupang, ada banyak pelita yang terbuat dari gelas putih dan dinyalakan. Gelas ini berisi nama orang yang masih hidup untuk didoakan kemakmuran kesehatannya saat ritual doa bersama. Tujuannya agar semua terberkahi selama hidup.
"Api dinyalakan artinya menandakan badan tetap sehat menambah rezeki dan kepintaran anak-anak diberkati. Me!yalaakan api artinya meminta sang Buddha yang punya berkat untuk didoakan," ujarnya.
Selama ritual berjalan, pelita harus tetap hidup. Simbol api atau pelita ini sebagai bentuk penerangan sekeliling.
" Dengan berdoa, orang sekeliling ikut bahagia," urainya.
Baca juga: Umat Buddha Rayakan Waisak Rabu 26 Mei 2021, Ini Kumpulan Ucapan yang Cocok Dibagikan di Medsos
Baca juga: Download Gambar Ucapan Selamat Hari Raya Waisak 26 Mei 2021 di Twibbon, Bagikan ke WhatsApp, FB, IG
Baca juga: Persiapan Vihara Bodhi Sasana Jaya Sambut Waisak 2021, Ini Makna Peringatan & Adab-adab Masuk Vihara
Karena pandemi lanjut Semin, ada beberapa rangkaian diringkaskan pelaksanaannya tapi tidak mengurangi makna perayaan Waisak. Perayaan Waisak hari ini pun berlangsung sederhana dan hanya dihadiri sekitar 44 orang.
Ia juga melanjutkan, setiap perayaan hari besar agama Buddha, memakai penanggalan lunar atau penanggalan bulan. Maka setiap tanggal 15 bulan lunar lanjutnya, Mei diperingati Hari Waisak.
Sehingga tidak ada kaitannya dengan Gerhana Bulan Total yang terjadi malam ini. Karena setiap perayaan Waisak, bulan selalu terlihat penuh. "Ini hanya kebetulan bersamaan dengan fenomena Gerhana Bulan Total. Setiap kita merayakan Waisak pasti bulannya kelihatan penuh. Karena pas tanggal 15 penaggalan bulan. Itu sudah ada perhitungannya sendiri," pungkasnya. (*)
Penulis: Andi Pausiah
Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com
Follow Twitter TribunKaltara.com
Follow Instagram tribun_kaltara
Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official