Opini

Penanaman Budaya Positif via Kontrol Guru di PTM Terbatas Berpusat pada Murid dalam Merdeka Belajar

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Dirjen PAUD, Dikdasmen telah menetapkan bahwa Tahun Pembelajaran 2021/2022 dilaksanakan PTM Terbatas.

Editor: Sumarsono
IST
Suyitna, PGP Angkatan II Kota Balikpapan 

Oleh: Suyitna, PGP Angkatan II Kota Balikpapan

TRIBUNKALTARA.COM - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah telah menetapkan bahwa Tahun Pembelajaran 2021/2022 akan dilaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas.

PTM Terbatas ini bersifat dinamis menyesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.

Pelaksanaan PTM Terbatas harus mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 dan  Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19.

Dengan begitu pada Tahun Pembelajaran 2021/2022 sekolah-sekolah akan melaksanakan pembelajaran kombinasi antara daring dan luring.

Baca juga: Refleksi Hari Kelahiran Pancasila: Merdeka Belajar Wujudkan Profil Pelajar Pancasila

Sekolah yang kita kenal sebagai institusi pelaksanaan pendidikan karakter selalu menjadi perhatian. Pendidikan karakter selalu menjadi bahan perdebatan dalam segala situasi pembelajaran.

Tak terkecuali pada saat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) mauapun PTM Terbatas yang akan dilaksanakan nanti.

Salah satu cara yang disiapkan oleh sekolah-sekolah adalah dengan menerapkan budaya positif di sekolah.

Melalui budaya positif para guru akan menanamkan pendidikan karakter kepada para siswanya.

Budaya positif dibangun dari sebuah kesepakatan dan permufakatan yang ditentukan dalam kelas.

Dalam budaya positif juga membuat sebuah permufakatan tentang konsekuensi jika ada yang melanggar.

Jadi budaya positif lahir dari peserta didik sendiri. Guru bertindak sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik dan orang tua sama-sama membuat kesepakatan itu.

Baca juga: Masuk Zona Hijau, PTM akan Dilaksanakan, Khairul Tegaskan Langgar Prokes, Sekolah Bisa Ditutup Lagi

Posisi kontrol guru sangat berperan dalam melaksanakan budaya positif ini. Guru tidak hanya sekedar memberikan ilmu pengetahuan saja akan tetapi juga mendidik moral, erika dan karekter peserta didik.

Budaya positif yang dilakukan di kelas/sekolah akan menimbulkan disiplin positif.

Disiplin positif akan membentuk individu-individu yang menghargai dirinya sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

Untuk menciptakan individu yang bisa mengahargai dirinya sendiri maka seorang guru harus bisa memposisikan dirinya sebagai seorang manajer.

Dengan posisi kontrol guru sebagai seorang menager maka guru bisa memahami kebutuhan peserta didik.

Dimana kebutuhan dasar kita sebagai manusia itu ada lima yaitu kebutuhan hidup, kasih sayang, kekuasaan, kebebasan, dan kesenangan.

Dari lima kebutuhan dasar tersebut empat diantaranya merupakan kebutuhan psikologis.

Kebutuhan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisologis untuk bertahan hidup.

Kasih sayang (Belonging) adalah kebiutuhan psikologis yaitu kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang.

Kekuasaan (Power) yaitu kebutuhan psikologis untuk memcapai sesuatu menjadi lebih kompeten dan terampil.

Kebebasan (Freedom) adalah kebutuihan psikoligis untuk mandiri, bebas memilih dan mampu mengendalikan arah hidupnya.

Kesenangan (Fun) adalah kebutuhan psikologis untuk dapat bersenang-senang, bermain dan tertawa.

Sebagai seorang manager guru dituntut mampu mengoptimalkan lima kebutuhan daras peserta didiknya.

Memenuhi kebutuhan dasar itu selama melaksanakan pembelajaran.

Menciptangan lingkungan yang positif melalui budaya positif dengan meyakinkan warga kelas/sekolah untuk sama-sama berkomitmen untuk melaksanakan kesepakatan yang tekah dibuat.

Dengan prinsip kebersamaan maka sama-sama membuat kesepakatan yang berisi nilai-nilai kebajikan secara universal dan terlepas dari latar belakang suku, ras dan golongan.

Inikah yang akhirnya memunculkan motivasi dari dalam diri peserta didik. Peserta didik lebih termotivasi karena merasa dimanusiakan.

Sehingga merasa melakukan pembelajaran tidak merasa terpaksa,karena kesadaran diri mereka sangat tinggi untuk sama-sama menjaga komitmen yang telah disepakati.

Inilah yang dinamakan pendidikan yang memerdekakan peserta didik.

Karena memang kebebasan itu adalah kebutuhan psikologis peserta didik. kebebasan yang dibatasi oleh nilai-nilai yang lain.

Mereka akan bisa mengembangkan minat dan bakatnya sesuai dengan kodartnya. Dan kodrat saman itu selalu berubah, inilah yang menyebabkan pendidikan karakter itu selalu berubah. 

Karena peradaban manusia itu mengikuti perkembangan zaman.

Pendidikan karakter bisa mengantarkan peserta didik sukses dalam memaksimalkan kodrat zamannya. Sehingga mereka bisa menjadi manusia yang berkualitas di dalam kelauarga dan masyarakat. (*)

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

BERSAMA RAMADAN DI ERA DIGITAL

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved