HUT Proklamasi
Jelang HUT ke-76 RI, 21 Siswa Terpilih Menjadi Paskibra Tana Tidung, Bakal Dilatih Prajurit TNI
Tahun ini sebanyak 21 siswa-siswi terbaik Tana Tidung telah dipilih menjadi Paskibra pada peringatan HUT ke-76 RI tingkat Kabupaten Tana Tidung.
Penulis: Rismayanti | Editor: Amiruddin
TRIBUNKALTARA.COM, TANA TIDUNG - Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga ( Disparpora ) Kabupaten Tana Tidung, Usman Saleh menyebutkan sebanyak 21 siswa terpilih menjadi pasukan pengibar bendera.
Mereka bakal bertugas pada peringatan HUT ke-76 RI tingkat Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara.
Dia mengatakan, para pasukan itu merupakan perwakilan masing-masing sekolah yang ada di Tana Tidung.
Baca juga: Menyambut HUT ke-76 RI, Ini Sejarah dan Fungsi Bendera Merah Putih, Bangsa Indonesia Perlu Ketahui
"Dari Tana Lia ada. Kemudian dari SMA Negeri 2 di Sesayap Hilir juga ada, dan di SMAN Terpadu Unggulan 1 juga ada," sebutnya, Sabtu (7/8/2021).
Dia sampaikan, 21 pasukan pengibar bendera itu mulai menjalani latihan pada Jumat (6/8) kemarin, setelah menjalani seleksi selama 2 hari.
"Mereka juga sudah kita karantina, yang kita pusatkan di Penginapan Acasia. Sehingga kita kontrolnya juga lebih mudah," ucapnya.
Di waktu yang singkat ini, Usman menuturkan latihan pengibaran bendera oleh para pasukan pengibar bendera akan dimaksimalkan.
"Mereka ini kan cuma punya waktu latihan 12 hari saja, terhitung sejak Jumat kemarin.
12 hari itu pun dipotong lagi masa istirahat mereka selama 2 hari.
Jadi cuma 10 hari aja latihan mereka, dan latihan ini ya harus dimaksimalkan," katanya.
Hanya saja, dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, dirinya kurang mengetahui apakah para anggota Paskibra Tana Tidung juga akan menjalani latihan di malam hari atau tidak.
"Itu tergantung pelatih mereka. Dari Kodim itu ada lima orang yang melatih," terangnya.
Baca juga: Bisa Dibagikan di Medsos Jelang HUT ke-76 RI, Kata-kata Bijak Bung Karno hingga Jenderal Sudirman
Menyambut HUT ke-76 RI, Ini Sejarah dan Fungsi Bendera Merah Putih, Bangsa Indonesia Perlu Ketahui
Sebelumnya telah diberitakan, tidak lama lagi Bangsa Indonesia bakal merayakan HUT ke-76 RI Tahun 2021.
Tahun ini HUT ke-76 RI diperingati pada Selasa 17 Agustus 2021 atau dua pekan mendatang.
Jelang HUT ke-76 RI masyarakat diimbau memasang bendera Merah Putih sejak 1 hingga 31 Agustus 2021.
Hal itu sebagai bentuk menyemarakkan HUT ke-76 RI yang diperingati setiap 17 Agustus.
Namun tahukah Anda mengenai sejarah bendera Merah Putih ?
Dalam artikel ini TribunKaltara.com, menyajikan sejarah tentang bendera Merah Putih.
Termasuk pula fungsi, tata cara penggunaan, hingga larangan terhadap bendera Merah Putih yang perlu diketahui oleh Bangsa Indonesia.
Bendera diketahui menjadi identitas sebuah negara.
Seperti halnya di Indonesia, bendera Merah Putih menjadi identitas negara Indonesia.
Warna merah menggambarkan keberanian, sedangkan warna putih melambangkan kesucian.
Lantas, bagaimana sejarah bendera Merah Putih?
Baca juga: Bisa Dibagikan di Media Sosial, Ini Link Twibbon Pasang Bendera Merah Putih Memeriahkan HUT ke-76 RI
Sejarah Bendera Merah Putih
Dikutip dari Kemdikbud, kelahiran Bendera Sang Saka Merah Putih dilatarbelakangi oleh izin kemerdekaan dari Jepang pada tanggal 7 September 1944.
Jepang berjanji untuk memberikan kemerdekaan kepada para pejuang untuk memproklamasikan kemerdekaan.
Chuuoo Sangi In (badan yang membantu pemerintah pendudukan Jepang terdiri dari orang Jepang dan Indonesia) menindaklanjuti izin tersebut dengan mengadakan sidang tidak resmi pada tanggal 12 September 1944, dipimpin oleh Ir. Soekarno.
Hal yang dibahas pada sidang tersebut adalah pengaturan pemakaian bendera dan lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia.
Hasil dari sidang ini adalah pembentukan panitia bendera kebangsaan merah putih dan panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Fatmawati menjahit Bendera Sang Saka Merah Putih usai dirinya dan keluarga kembali ke Jakarta dari pengasingan di Bengkulu.
Atas permintaan Soekarno kepada Shimizu, kepala barisan propaganda Jepang (Sendenbu), Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air untuk diantarkan ke Jalan Pegangsaan Nomor 56 Jakarta.
Bendera berbahan katun halus (setara dengan jenis primissima untuk batik tulis halus), berwarna merah putih, dengan panjang 300cm dan lebar 200cm.
Pada 13 November 2014 bendera diukur ulang.
Ukuran panjangnya adalah 276cm dan lebarnya 199cm.
Bendera tersebut dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi), Jakarta oleh Latief Hendraningrat dan Suhud.
Arti dan Sejarah Penggunaan Warna Merah Putih
Panitia bendera kebangsaan merah putih menggunakan warna merah dan warna putih sebagai simbol.
Merah berarti berani dan putih berarti suci.
Kedua warna ini sampai saat ini menjadi jati diri bangsa. Ukuran bendera ditetapkan sama dengan ukuran bendera Nippon yakni perbandingan antara panjang dan lebar tiga banding dua.
Di samping bermakna berani dan suci, kombinasi warna merah dan putih telah digunakan dalam sejarah kebudayaan dan tradisi di Indonesia pada masa lalu.
Kombinasi merah dan putih digunakan pada desain sembilan garis merah putih bendera Majapahit.
Baca juga: HUT ke-76 RI di Tengah Pandemi Covid-19, Setkab Nunukan Sebut Peserta Dibatasi Maksimal 40 Orang
Sempat Dipisahkan Menjadin Dua Bagian
Pada tanggal 4 Januari 1946, Presiden, Wakil Presiden, dan para Menteri pindah ke Yogyakarta karena keamanan para pemimpin Republik Indonesia tidak terjamin di Jakarta.
Bersamaan dengan perpindahan tersebut, Bendera Pusaka turut dibawa dan dikibarkan di Gedung Agung.
Ketika Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, bendera pusaka sempat diselamatkan oleh Presiden Soekarno dan dipercayakan kepada ajudan Presiden yang bernama Husein Mutahar untuk menyelamatkan bendera itu.
Husein Mutahar mengungsi dengan membawa bendera tersebut dan untuk alasan keamanan dari penyitaan Belanda.
Ia melepaskan benang jahitan bendera sehingga bagian merah dan putihnya terpisah, kemudian membawanya dalam dua tas terpisah.
Pertengahan Juni 1949, ketika berada dalam pengasingan di Bangka, Presiden Soekarno meminta kembali bendera pusaka kepada Husein Mutahar.
Ia kemudian menjahit dan menyatukan kembali bendera pusaka dengan mengikuti lubang jahitannya satu persatu.
Bendera pusaka kemudian disamarkan dengan bungkusan kertas koran dan diserahkan kepada Soejono untuk dikembalikan kepada Presiden Soekarno di Bangka.
Pada tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekarno bersama bendera pusaka tiba dengan selamat di Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta.
Kemudian, tanggal 17 Agustus 1949, bendera pusaka kembali dikibarkan di halaman depan Gedung Agung.
Pada tanggal 28 Desember 1949, sehari setelah penandatanganan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda di Den Haag, bendera pusaka disimpan di dalam sebuah peti berukir dan diterbangkan dari Yogyakarta ke Jakarta dengan pesawat Garuda Indonesia Airways.
Sejak tahun 1958, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia.
Bendera tersebut ditetapkan sebagai Bendera Pusaka dan selalu dikibarkan setiap tahun pada tanggal 17 Agustus untuk memperingati hari kemerdekaan di depan Istana Merdeka.
Fungsi dan Tata Cara Penggunaan Bendera Merah Putih
Dikutip dari gramedia.com, Bendera Negara dapat digunakan sebagai Tanda perdamaian terutama bila terjadi konflik horizontal di wilayah NKRI.
Sementara itu, bendera sebagai tanda berkabung dikibarkan setengah tiang.
Bendera setengah tiang berasal dari abad 17.
Tradisi ini diperkenalkan oleh para pelaut Inggris dan diikuti oleh negara-negara lain hingga sekarang.
Sejak tahun 1612, kapten kapal Inggris Heart’s Ease meninggal dalam perjalanan ke Kanada.
Penumpang kapal mengibarkan bendera kebangsaan Inggris untuk menghormati mendiang kapten.
Bendera tersebut tidak dikibarkan di ujung tiang tapi di tengah tiang.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan perkabungan.
Selain itu bendera merah putih juga digunakan sebagai Penutup peti atau usungan jenazah.
Untuk tata cara penggunaan Bendera Negara, berikut beberapa di antaranya:
1. Bendera Negara dikibarkan dan atau dipasang pada tiang yang besar dan tingginya seimbang dengan ukuran Bendera Negara.
2. Bendera Negara yang dipasang pada tali diikatkan pada sisi dalam kibaran Bendera Negara.
3. Bendera Negara yang dipasang pada dinding, dipasang membujur rata.
4. Bendera Negara dinaikkan atau diturunkan pada tiang secara perlahan-lahan, dengan khidmat dan tidak menyentuh tanah.
5. Pada waktu penarikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadap kan muka pada Bendera Negara hingga selesai.
6. Penaikan dan penurunan Bendera Negara dapat diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
Baca juga: Jelang HUT ke-76 RI, Dinas Pemuda dan Olahraga Kaltara Gelar Seleksi Paskibraka Pekan Depan
Larangan Terhadap Perlakuan Bendera Indonesia
Larangan terhadap perlakuan bendera diatur dalam Pasal 57 di UU Nomor 24 Tahun 2009 dari huruf a sampai d. Berikut bunyi dari Pasal 57, dimana setiap warga Indonesia dilarang:
1. Mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara
2. Menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran
3. Membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara
4. Menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Sementara itu pada Pasal 66 Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
(*)
Penulis: Risnawati