Pilpres 2024
Gonjang Ganjing President Treshold Jelang Pilpres 2024
Untuk Pilpres 2004, 2009, 2014 dan 2019, masalah President Treshold dalam pemilihan pasangan Presiden dan Wakil Presiden masih belum terlalu mencuat.
Oleh: Dr. Isradi Zainal, SH, MH
Rektor Universitas Balikpapan, Direktur Indeks Survei Indonesia (Insurin)
TRIBUNKALTARA.COM - President Treshold merupakan pengaturan tingkat ambang batas dukungan dari DPR, baik dalam bentuk jumlah perolehan suara (ballot) ataupun jumlah kursi (seat) yang harus diperoleh partai politik peserta pemilu untuk bisa mencalonkan presiden dari partai tersebut atau gabungan partai politik (Pamungkas 2019:19).
Di Indonesia, dalam sejarahnya, President Treshold pertama kali disusun dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dan pertama kali digunakan pada pemilihan langsung 2004.
Pada pasal 5 ayat 4 dinyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diusulkan partai politik atau gabungan partai politik sekurang kurangya 15 % jumlah kursi DPR atau 20% dari perolehan suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR.
Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 besaran President Treshold berubah menjadi sekurang kurangnya 25% kursi DPR atau 20% suara nasional legislatif tertuang di dalam UU No. 42 tahun 2008.
Ketentuan ini tetap dipakai dalam Pilpres 2014. Dengan demikian Pilpres 2004, 2009 dan 2014 menggunakan President Treshold dari hasil Pileg yang dilakukan beberapa bulan sebelumnya.
Memasuki Pilpres 2019, besaran Presiden Treshold berubah menjadi 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh suara sah secara nasional sebesar 25 persen.
Ketentuan ini diatur dalam UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu tepatnya pasal 222.
Ambang batas yang digunakan adalah hasil pileg sebelumnya (2014), karena pemilihan pilpres dan pileg di bulan April 2019 dilaksanakan secara serentak.
Baca juga: Simulasi Pilpres 2024: Duet Prabowo-Ganjar vs Anies-AHY Sama Kuat, Anies Baswedan Unggul jika Capres
Untuk Pilpres 2004, 2009, 2014 dan 2019, masalah President Treshold dalam pemilihan pasangan Presiden dan Wakil Presiden masih belum terlalu mencuat dan hampir semua komponen masyarakat menerimanya, meskipun ada yang berusaha menurunkan nilai ambang batas antara 10%-20%.
Untuk Pilpres dan Pileg yang akan dilaksanakan secara serentak pada 2024, ketentuan yang digunakan tetap memakai UU No. 7 tahun 2017 pasal 222.
Namun menjelang pemilihan Pilpres dan Pileg tersebut, sejumlah pihak mulai menggugat President Treshold.
Sejumlah tokoh yang tercatat menggugat kebijakan Presiden Treshold ini di antaranya Refly Harun, La Nyalla Mattalittu, Gatot Nurmantyo, Tamsil Linrung, dll.
Mereka umumnya berharap President Treshold 0 persen dengan kata lain setiap orang bisa mencalonkan diri sebagai Presiden ataupun Wakil Presiden tanpa persyaratan jumlah perolehan suara.
Gonjang-ganjing President Treshold terus berlangsung. Bahkan sejumlah partai dan tokoh politik juga ikut menggugat President Treshold sebesar 20% dan berharap lebih rendah.
Ada yang menginginkan 5%,10%,10-20%, bahkan 0% tapi bukan dengan pernyataan tertulis.
Secara keseluruhan keinginan untuk president treshold dari partai politik masih berkisar di antara 10-20%.
Baca juga: Hasil Survei Terbaru SMRC, Prabowo Subianto Kalahkan Elektabilitas Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan
Partai besar seperti PDIP dan Golkar masih menginginkan President Treshold sekitar 20%. Dengan demikian hampir pasti ketentuan President Treshold masih sekitar 20 % atau sedikit lebih rendah.
Namun berdasarkan kondisi terkini upaya megubah UU No. 7 tahun 2017 belum ada langkah konkrit di Parlemen. Bahkan upaya gugatan ke MK untuk membatalkan UU tersebut belum optimal.
Keinginan sejumlah pihak untuk menjadikan President Treshold menjadi rendah bahkan 0 patut dihargai.
Namun bukankah mereka yang berjuang tersebut untuk menurunkan President Treshold yang berlaku saat ini pernah menjadi bagian dari rezim yang ikut mendukung kebijakan tersebut.
Meski demikian mereka yang berjuang untuk menurunkan President Treshold menjadi 0% dalam konteks demokrasi kita anggap sebagai sebuah kemajuan dalam berdemokrasi.
Baca juga: Demokrat Bongkar Alasan RUU Pemilu Ditolak, PDIP Bantah Tuduhan Jokowi Siapkan Gibran di Pilgub DKI
Kita bersyukur karena masih ada yang berani berbeda pendapat dengan pemerintah, meskipun keinginan mereka untuk President Treshold 0% belum tentu tepat dan terhindar dari money politics.
Kita semua sudah terlanjur terjebak dalam sistem yang menjadikan uang menjadi segalanya. Bukankah kita menyaksikan saat ini yang menjadi pemimpin lokal dan nasional umumnya ditunjang dengan uang.
Bukankah banyak yang terpilih bukan karena kualitas tapi dengan isi tas? Bukankan banyak diantara kita yang akan diam ketika di iming imingi dan berteriak ketika tidak dipakai lagi?
Bukankah di antara kita masih banyak yang mencoblos calon pemimpin dengan 'wani piro'?
Kita berdoa semoga semua pihak yang menginginkan batas margin President Treshold dilandasi dengan kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan pribadi dan golongan. (*)