Berita Daerah Terkini

Dijuluki Dokter Seribu Rupiah, Sudah 46 Tahun Layani Warga Papua, Pernah Dibayar Sagu & Kayu Bakar

Dijuluki Dokter Seribu Rupiah, Fransiskus Xaverius Soedanto sudah 46 tahun melayani warga Papua, pernah dibayar dengan sagu dan kayu bakar.

Tribun-Papua.com/ Calvin
Dokter Seribu Rupiah, Fransiskus Xaverius Soedanto, saat diwawancarai di ruang prakteknya oleh Tribun-Papua.com di Jayapura, Papua, Jumat (21/1/2022). 

TRIBUNKALTARA.COM - Dijuluki Dokter Seribu Rupiah, Fransiskus Xaverius Soedanto sudah 46 tahun melayani warga Papua, pernah dibayar dengan sagu dan kayu bakar.

Sudah pensiun sejak tahun 2013 lalu, tak membuat Fransiskus Xaverius Soedanto, pria yang dijuluki Dokter Seribu Rupiah tetap saja melayani warga Papua.

DIceritakan,  sejak tahun 1975 setelah Fransiskus Xaverius Soedanto lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, langsung melayani kesehatan warga pedalaman Papua.

Asmat, menjadi lokasi penugasan pertama Fransiskus Xaverius Soedanto saat tiba di Papua.

Baca juga: Kisah Mendiang Serda Rizal, TNI yang Gugur di Papua, Rajin Puasa Senin Kamis, Sudah Rencana Menikah

Personel Satgas Nemangkawi berada di Kali Yegi, Distrik Dekai, untuk mencari pekerja PT. Indo Papua yang melarikan diri dari KKB, Yahukimo, Papua, Senin (23/8/2021).
Ilustrasi - Potret lokasi di daerah pedalaman Papua. Personel Satgas Nemangkawi berada di Kali Yegi, Distrik Dekai, untuk mencari pekerja PT. Indo Papua yang melarikan diri dari KKB, Yahukimo, Papua, Senin (23/8/2021). (Dok Humas Polda Papua)

Sejak tamat dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada pada 1975, Fransiskus Xaverius Soedanto mendaftar Program Dokter Inpres dan dinyatakan lulus di tahun yang sama.

Soedanto muda mendapat penempatan di Asmat, Irian Jaya, atau sekarang dikenal Papua.

"Begitu SK Gubernur keluar 1975, saya ke Asmat dan jadi dokter di rumah sakit peninggalan Belanda," tutur pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, itu.

Terhitung, 6 tahun Soedanto melayani masyarakat di Asmat.

Berjalan kaki masuk – keluar hutan dan rawa, Soedanto mengecek kesehatan masyarakat dari satu kampung ke kampung lainnya.

Bahkan, saat melalui luasnya hutan Asmat untuk menjangkau para pasien, Soedanto hanya mengkonsumsi makanan seadanya.

"Saya hanya makan sagu dan ikan, sebab tidak ada sayur di sana, karena daerahnya rawa," ujarnya.

Baca juga: KRONOLOGI dan Identitas Anggota TNI AD Gugur saat Baku Tembak di Yahukimo dengan KKB Papua

Tapi, selama di Asmat, saya tidak sendiri. Saya ditemani beberapa tenaga medis masyarakat asli di sana," terang Soedanto kepada Tribun-Papua.com, di Jayapura, Jumat (21/01/2022).

Soedanto menceritakan masyarakat Asmat hidup dengan nilai budaya yang kental, bahkan mereka masih memakai pakaian berbahan dasar rumput.

“Selama melayani, banyak masyarakat tak mampu. Mereka hanya membayar dengan sagu, ataupun kayu bakar dari hutan," katanya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Papua
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved