Berita Islami

Momen-momen Penuh Duka Rasulullah Jelang Peristiwa Isra Miraj Bertemu Allah

Berikut kisah penuh duka Rasulullah SAW Jelang Peristiwa Isra Miraj bertemu Allah SWT.

Fingerspot
Ilustrasi Isra Miraj. 

Sepeninggal keduanya, terus menerus beliau menghadapi permusuhan dan penghinaan dari kaumnya, sehingga beliau pernah dilempari dengan tanah yang kotor, sehingga mengenai seluruh kepalanya. Dengan bekas tanah masih menempel di kepalanya. Fatimah putrinya yang sangat beliau cintai, membersihkan tanah itu. Ia membersihkannya sambil menangis, mencucurkan air mata, tanda kesedihan yang sangat mendalam.

Tak ada yang lebih sakit rasanya dalam kalbu seseorang ayah daripada mendengar isak tangis anaknya, lebih-lebih yang mencucurkan air mata itu adalah anak perempuan. Setetes air mata kesedihan yang menitik dari kelopak mata seorang putri adalah sepercik api yang membakar jantung. Ia juga secercah duka yang menyelinap jauh ke lubuk hati dalam rintihan jiwa yang menyedihkan.

Rasul Muhammad SAW adalah seorang ayah yang sangat bijaksana dan penuh kasih kepada anak-anaknya. Yang kita lihat dari reaksi beliau terhadap tangisan anak perempuannya, yang merasa sedih dan duka karena malapetaka yang menimpa ayahnya.

Peristiwa yang mengharukan itu beliau hadapi dengan kesabaran dan berlapang dada. Semuanya dikembalikan kepada Allah SWT dengan penuh iman dan taqwa.

Ia berkata kepada putrinya: “Jangan menangis anakku sesungguhnya Allah akan melindungi ayahmu”. (Muhammad Husen Haikal, Hayatu Muhammad: 186).

Karena tekanan dan penghinaan orang-orang Quraisy terhadap Rasul semakin gencar, terlintas olehnya untuk melakukan perjalanan ke Thaif, berdakwah kepada penduduk negeri itu.

Baca juga: Diputuskan Pemerintahan Jokowi, Tidak Ada Libur Bertepatan Hari Peringatan Isra Miraj, Ini Alasannya

Rasul menaruh harapan semoga kaum Tsaqif yang menduduki wilayah Thaif yang amat subur dengan udara sejuk itu mau menerima agama Allah SWT. Thaif sebuah kota kecil yang kini sering dipakai tempat peristirahatan di musim panas karena hawanya sejuk, berjarak 60 km sebelah timur laut Kota Makkah.

Sesampainya di Thaif, setelah mengadakan perjalanan yang melelahkan dengan terik panas matahari yang menyengat, Nabi memasuki kota itu dengan penuh harapan. Ia berharap semoga penduduk Thaif mau menerima kedatangan dan dakwahnya yang senantiasa ia perjuangkan.

Harapan dan keinginan Nabi menjadi sirna, ketika beliau memasuki kota itu dengan sambutan yang sangat mengecewakan. Penduduk Thaif ternyata amat bengis, mereka menolak kedatangan Nabi Muhammad, dakwahnya mereka tolak dengan kasar.

Demikian kasarnya sikap mereka kepada Nabi, sehingga mereka mengkhianati kebiasaan bangsa Arab, yang selalu menghormati tamunya. Orang-orang Thaif mengusir Nabi dengan kasar, bahkan dilempari dengan batu. Nabi segera menghindari mereka, berlindung di bawah pohon anggur milik Uthbah dan Syaibah.

Kaki beliau mengucurkan darah sehingga melengket di sandalnya karena darah yang mengering. Menghadapi penghinaan yang teramat keras, Nabi tidak mengutuk mereka, bahkan beliau menyampaikan do’a:”Wahai Tuhanku, tunjukilah kaumku, karena sesungguhnya mereka belum mengetahui”. Di tempat itu, beliau menengadah ke langit, hanyut dalam suatu doa pengaduan yang sangat mengharukan.

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَشْكُوْ إِلَيْكَ ضَعْفَ قُوَّتِيْ وَقِلَّةَ حِيْلَتِيْ وَهَوَانِيْ عَلَى النَّاسِ أَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ وَأَنْتَ رَبُّ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ وَأَنْتَ رَبِّيْ إِلَى مَنْ تَكِلُنِيْ إِلَى بَعِيْدٍ يَتَجَهَّمُنِيْ أَمْ إِلَى عَدُوٍّ مَلَكْتَهُ أَمْرِيْ؟ إِنْ لَمْ يَكُنْ بِكَ عَلَيَّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِيْ غَيْرَ أَنَّ عَافِيَتَكَ هِيَ أَوْسَعُ لِيْ. أَعُوْذُ بِنُوْرِ وَجْهِكَ الَّذِيْ أَشْرَقَتْ لَهُ الظُّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ أَنْ يَحِلَّ عَلَيَّ غَضَبُكَ أَوْ أَنْ يَنْزِلَ بِيَ سُخْطُكَ لَكَ الْعُتْبَى حَتَّى تَرْضَى وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلَّا بِكَ.

“Wahai Allah Tuhanku, kepada-Mu aku mengadukan kelemahan diriku, kekurangan daya upayaku dan kehinaanku dihadapan sesama manusia. Wahai Allah Yang Maha Kasih dari segala kasih, Engkau adalah pelindung orang-orang yang lemah dan teraniaya. Engkau adalah pelindungku. Tuhanku, kepada siapa Engkau serahkan diriku? Apakah kepada orang jauh yang membenciku atau kepada musuh yang menguasai diriku. Tetapi asal Kau tidak murka padaku, aku tidak perduli semua itu. Rahmat dan karunia-Mu lebih luas bagiku, aku berlindung dengan cahaya-Mu yang menerangi segala kegelapan, yang karenanya membawa kebahagiaan bagi dunia dan akhirat, daripada murka-Mu yang akan Kau timpakan kepadaku. Engkaulah yang berhak menegurku sehingga Engkau meridhaiku. tiada daya dan upaya kecuali dari-Mu”. (Muhammad Husen Haikal, Hayatu Muhammad, hal 187).

Munajat dan doa pengaduan tersebut kemudian dikenal dengan nama doa Thaif. Demikianlah peristiwa-peristiwa penting yang terus menguji ketabahan Nabi, menjelang beliau mendapatkan kehormatan yang agung, yaitu peristiwa Isra Miraj.

Kita hendaknya dapat mengambil pelajaran tersebut sebagai teladan bagi kita dalam mengarungi kehidupan. Dalam doa itu Nabi mendekatkan diri pada Tuhannya dengan merasakan kelemahan dirinya dan ketidakmampuannya.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved