Berita Tarakan Terkini
Peringatan May Day di Tarakan, Kejelasan Struktur Skala Upah Masa Kerja Juga jadi Pembahasan Utama
Peringatan May Day di Tarakan, kejelasan struktur skala upah masa kerja juga jadi pembahasan utama.
Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN – Peringatan May Day di Tarakan, kejelasan struktur skala upah masa kerja juga jadi pembahasan utama.
Momen peringatan Hari Buruh (May Day) yang jatuh pada 1 Mei 2022 baru bisa dilaksanakan Minggu (29/5/2022) siang tadi di Gedung Serbaguna Pemkot Tarakan.
Di momen itu, dilakukan Diskusi Bedah Amar Putusan MK tentang UU Cipta Kerja Klaster Tenaga Kerja bersama Apindo dan Pemkot Tarakan.
Baca juga: Dialog Peringatan Hari Buruh, Bahas Soal UU Cipta Kerja, Berikut Pendapat Walikota Tarakan Khairul

Dikatakan Gusmin, Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Perkebunan, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP Kahut KSPSI) Kaltara, dalam pertemuan itu pihaknya mencoba memahami penafsiran tentang UU Cipta Kerja yang telah diresmikan MK.
“Sejujurnya, kami berasumsi UU Cipta Kerja batal, ternyata yang didiskusikan bukan materinya tapi formilnya. Inilah motivasi kami untuk menuntut UU cipta kerja tidak bisa diterapkan,” urainya.
Di momen itu, turut pula hadir dari pakar hukum Yahya Ahmad Zein, dosen di Fakultas Hukum UBT, yang turut memaparkan mengenai UU Cipta Kerja.
“Kami mendapatkan wawasana bahwa UU Cipta Kerja masih bisa diberlakukan dan ternyata ada keputusan MK, bahwa ada kesempatan dari MK kepada pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dalam kurun waktu 2 tahun. Itulah yang kami ambil di May Day ini,” urai Gusmin kepada awak media.
Menyoal peranan buruh, yang pasti lanjut Gusmin, pihaknya turut meminta buruh untuk tetap disiplin dalam bekerja sehingga produktivitas kita meningkat. Diharapkan perusahaan mendapatkan profit dan buruh menikmati hasilnya.
Selama ini lanjut Gusmin, persoalaan krusial yang dialami buruh menurutnya hanya pada pemahaman aturan. Dan ini sifatnya lebih kepada person.
“Itulah harapan kami dengan diskusi ini sehingga menemukan titik terang bersama,” urainya.
Ia juga menyinggung persoalan UMK yang menjadi kewajiban dilaksanakan setiap pengusaha. Dan pihaknya juga yang pasti ikut mengkritisi sistem mekanisme pembayaran yang berlaku.
“Apalagi persoalan dalam menentukan ambang bawah dan ambang atas. Inilah yang sering kami tanyakan ke BPS, kalau memang pakai standar kerja formal itukan jelas. Bagaimana dengan pekerja non formal seperti penjual gorengan misalnya. Kami ada kecurigaan standarnnya itu mengikuti standar pekerja non formal,” ungkapnya.
Sehingga pihaknya mengharapkan ada titik temu bersama. Karena alasannya jika mengikuti standar non formal itu pasti tidak sesuai UMK.
“Saya yakin jika mengikuti standar formal, pasti tidak sesuai ketemu dengan UMK. Contoh tukang batu dapat Rp 130 ribu sampai Rp 150 ribu per hari dan dengan jam kerja lebih. Kalau pakai aturan yang ada dengan sistem kerja kan hanya 8 jam. Apalagi mereka misalnya pakai kriteria kerja non formal,” ungkapnya.
Berbeda jika mengacu pada kriteria kerja formal sudah ada ukuran UMK. Yang saat ini pihaknya kejar ke pemerintah, mendorong agar ada skala struktur upah.
Baca juga: Penjelasan Balai Karantina Pertanian Tarakan Terkait Daging Ilegal, Waspada Penyakit Mulut dan Kuku
“Selama ini juga terjadi penafsiran keliru. Saya katakana keliru kenapa, perusahaan menggaji mereka pakai standar UMK. Itu ada aturannya dengan masa kerja 0-1 tahun kerja. Tetapi kalau satu tahun ke atas jangan pakai UMK. Misalnya sudah ada lima tahun kerja, kami punya tanggung jawab untuk menyejahterakan keluarga,” ungkapnya.
Sehingga pihaknya mendorong adanya struktur skala upah berdasarkan masa kerja. Pihaknya juga meminta dan mendorong itu bukannya tidak memiliki dasar.
“Ada Kepmenaker Nomor 1 Tahun 2017. Ditambah SE Gubernur per tanggal 27 tahun 2022 kemarin. Kami dorong struktur ini. Dan Pak Kabid akan buat surat edaran untuk meminta setiap perusahaan melakukan hal itu,” pungkasnya.
(*)
Penulis: Andi Pausiah