Berita Tana Tidung Terkini
KPU KTT Imbau Parpol Tak Masukkan Nama Warga di Kepengurusan tanpa Ada Persetujuan
Tanpa persetujuan warga yang bersangkutan, parpol tak boleh masukan dalam kepengurusan dan keanggotan. Hal ini diingatkan Ketua KPU KTT Hendra.
Penulis: Rismayanti | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM, TANA TIDUNG - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tana Tidung (KTT) minta partai politik (Parpol) di Tana Tidung tak sembarang mencantumkan nama masyarakat dalam kepengurusan maupun keanggotaan di Parpol.
Ketua KPU Tana Tidung, Hendra Wahyudhi mengatakan, mencantumkan nama warga dalam kepengurusan Parpol harus berdasarkan persetujuan yang bersangkutan.
"Kami takutnya kaya pengalaman kemarin-kemarin, mereka asal ambil nama tapi tidak diketahui yang bersangkutan.
Baca juga: Masa Pendaftaran Parpol Peserta Pemilu Dimulai, Ketua KPU Bulungan Sebut Buka Layanan Helpdesk
Kan ramai waktu 2019 itu, ada yang marah-marah ke KPU. Sedangkan kita ndak tau apa-apa, ini yang sering salah kaprah," ujarnya kepada TribunKaltara.com, Kamis (4/8/2022)
Dia mengatakan, hal itu tentu berdampak ke masyarakat yang ingin mendaftarkan diri sebagai tenaga ad hoc.
Seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), ataupun Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Baca juga: Ada 39 Parpol Hanya 18 Hadir di Rakor KPU Tarakan, Bahas Pendaftaran dan Verifikasi Peserta Pemilu
Mengingat, tenaga ad hoc maupun penyelenggara Pemilu lainnya harus steril dari kegiatan Parpol dan atau minimal lima tahun sudah tidak terdaftar sebagai pengurus maupun anggota Parpol.
"Kasihan masyarakat yang ingin mengabdi jadi tenaga ad hoc, tapi pas dicek namanya di Sipol ternyata ada.

Kan rugi dia kasihan, padahal dia ini ndak tau apa-apa kenapa namanya bisa tercantum," jelasnya.
Dia menyampaikan, jika masyarakat Tana Tidung kritis menyikapi hal tersebut. Bisa saja mereka menuntut.
Baca juga: KPU Nunukan Sebut 39 Parpol Pemilik Akun Sistem Informasi Partai Politik Belum Tentu Ikut Pemilu
Sebab itu dia mengingatkan, pengalaman-pengalaman yang pernah terjadi itu, jangan sampai terulang kembali di Pemilu 2024 mendatang.
"Kalau dia (masyarakat) mau menuntut kan bisa saja. Nanti, begitu asyik dalam proses verifikasi ada gugatan bahwa masyarakat tidak terima, kan bahaya itu," tuturnya.
(*)
Penulis: Risnawati