Opini
Panic Baying yang Bikin Pusing
Akibat konflik perang Rusia dan Ukraina itu banyak negeri yang kehilangan mimpi. Pertumbuhan ekonominya kembali terkoreksi. Inflasi juga meninggi.
Tahun 2021 tumbuh 5,1 persen, maka 2022 hanya tumbuh 2,5 persen.
Negara berkembang masih mampu tumbuh lebih tinggi yaitu, 3,1 persen.
Namun pertumbuhan itu juga jauh lebih rendah pertumbuhan pada tahun 2021.
Bahkan kurang dari setengahnya, karena tahun 2021 pertumbuhan rata-rata Negara berkembang adalah 6,8 persen.
Bahkan Tiongkok yang tumbuh 8,1 persen pada 2021, pada tahun ini diprediksi hanya tumbuh 3,4 persen.
Kondisi lebih baik dialami oleh negara-negara ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Philippines, Thailand, Vietnam) pertumbuhan tahun 2022 masih lebih tinggi dibanding 2021.
IMF memprediksi tahun 2022 ASEAN-5 masih tumbuh 5, 3 persen. Padahal tahun 2021 hanya tumbuh 3,4 persen.
Berdasarkan prediksi itu, Indonesia masih memiliki peluang mengalami peningkatan kesejahteraan lebih baik di banding negara lain.
Terutama Negara-negara maju dan China.
Untuk menuju pulau harapan, dengan tingkat pertumbuhan yang kita harapkan, tentu tidak mudah. Kita harus berlayar diatas gelombang social ekonomi.
Gelombang pengganggu itu kini mulai terasa. Apakah itu? Apalagi kalau bukan stabilitas harga.
Instabilitas harga pada tingkat global tidak bisa dipisahkan oleh proteksionisme yang dilakukan oleh negara yang sedang berkonflik.
Baik yang terlibat langsung atau tidaklangsung.
Selain itu juga dampak dari gelombang panas (headwave) mengakibatkan ketersedian bahan pangan global menjadi lebih sedikit.
Keterbatasan itu memicu peningkatan inflasi global.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltara/foto/bank/originals/Pa-Margiyono.jpg)