Opini

Panic Baying yang Bikin Pusing

Akibat konflik perang Rusia dan Ukraina itu banyak negeri yang kehilangan mimpi. Pertumbuhan ekonominya kembali terkoreksi. Inflasi juga meninggi.

Editor: Sumarsono
HO
Dr Margiyono, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Borneo Tarakan. 

Argumentasi pemerintah adalah menyesuaikan harga minyak dunia, memperbaiki pola alokasi subsidi yang tidak tepat sasaran dan penguatan APBN.

Tentu berbeda dengan argumentasi yang disampaikan masyarakat. Namun hal yang pasti dampak  kenaikan harga BBM memicu kenaikan harga secara umum.

Terutama untuk perusahaan transportasi. Mereka selama ini menikmati harga yang lebih rendah. Tak ayal akibat kenaikan harga BBM Mereka pun juga menaikan tarif.

Minimalisir Panic Buying

Sebelum kenaikan terjadi antrian. Namun setelah dinaikan, antria di semua Pom Bensin tetap saja mengular.

Terutama untu memburu solar. Hampir tiap malam ratusan mobil, truk dan kendaraan yang menggunakan solar antri.

Meskipun sopirnya tidur di rumah. Pagi subuh menjelang Pom bensin dibuka para sopir segera kembali ke Pom untuk antrian.

Baca juga: Cerita Tukang Ojek di Kabupaten Tana Tidung, Pendapatan Seret Pasca Kenaikan Harga BBM

Fenomena ini  mengingatkan kita pada antrean minyak tanah dan gas melon 3 kg.

Antreannya panjang. Saat itu kita tahu itu bukan hanya akibat kebutuhan tetapi juga karena  dipengaruhi oleh kapanikan (panic buying).

Takut kehabisan stok. Mekipun sudah punya gas dan minyak tanah di rumah, tetap saja ikut antri.

Perilaku ini dipengaruhi oleh ketidakpercayaan konsumen terhadap stok barang.

Kawatir!!. Jika itu tidak dikendalikan maka aka nada efek bola salju yang merugikan kondusifitas dan stabilitas ekonomi.

Solusi atas masalah ini  bisa melalui waktu pelayanan yang lebih cepat atau pengawasan sejak dari produksi, transportasi dan distribusi.

Pola distribusi yang tidak tepat memberikan peluang spekulasi. Untuk konsumen akhir ada kekawatiran kehabisan stok.

Baca juga: Ditugaskan Langsung Presiden RI, BPS Kaltara Mulai Registrasi Sosial Ekonomi 2022, Ini yang Didata

Para spekulan melakukan pembelian berkali-kali, berpindah-pindah tempat dalam satu kota kemudian disimpan. Selanjutnya dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi.

Tindakan  spekulatif seperti itu bisa terjadi untuk  komoditas apapun. Jika dibiarkan merusak stabilitas harga dan mengganggu upaya pemulihan ekonomi.

Oleh karena itu, selain penegakan hukum, penting juga dilakukan sosialisasi keberadaan stok. Hal itu  bisa membantu meninimalisir panic buying.

Sosialisasi stok seringkali disampaikan menjelang naiknya permintaan. Misalnya saat hari raya, diumumkan jumlah stok; BBM, daging, telur, beras, gula dan sebagainya.

Bahwa barang kebutuhan itu stoknya aman dan cukup sampai dengan sekian waktu. Informasi ini tentu akan menciptakan ketenangan dan stabilitas social.

Akhirnya mendorong stabilitas ekonomi dan stabilitas harga.  (*)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

BERSAMA RAMADAN DI ERA DIGITAL

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved