Berita Tarakan Terkini
Abdullah Petambak Tarakan Ngaku Jual Udang di Pos Pembelian, Minta Pemerintah Hadirkan Kompetitor
Harga udang anjlok, petambak di Tarakan mendesak Pemprov Kaltara dan Pemkot Tarakan bertanggung jawab dengan ketidakstabilan harga jual udang.
Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN – Tiga poin hasil pertemuan Aksi Jilid II mahasiswa dan petambak Kalimantan Utara pada Rabu (2/11/2022) kemarin telah disepakati. Petambak Tarakan turut merespons hasil kesepakatan dan mengurai alasan mengapa sampai saat ini sebagian petambak masih bergantung pada pihak kedua alias pos pembelian udang.
Di antaranya poin pertama, meminta pemerintah daerah untuk merealisasikan UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Poin kedua, mendesak pertanggungjawaban Pemprov Kaltara dan Pemkot Tarakan terhadap ketidakstabilan harga jual udang windu di Kalimantan Utara.
Poin ketiga, mendesak pemerintah mengeluarkan Pergub maupun Perda yang mengatur harga jual udang windu dan seluruh hasil sektor perikanan di Kalimantan Utara.
Baca juga: Penuhi Tuntutan Mahasiswa dan Petambak, Walikota Tarakan Segera Bentuk Tim Satgas Soal Harga Udang
Merespons hasil pertemuan tersebut, salah seorang petambak Tarakan, yang berdomisili di Tarakan Timur mengungkapkan sejak lama, kehadiran pemerintah yang dinanti-nantikan sebagai pemegang regulasi terkait anjloknya harga udang saat ini.
Dimana dijelaskan Abdullah, ada UU Nomor 45 Tahun 2009 yang mengatur di dalamnya bahwa pemerintah harus siap memfasilitasi terkait harga udang. Kondisi Tarakan saat ini lanjutnya, pada akhirnya massa aksi kemarin turun ke jalan dari mahasiswa dan petambak, karena imbas kenaikan BBM.
Biaya operasional tambak lanjut Abdullah, sangat tinggi di tengah anjloknya harga udang.
Baca juga: Harga Udang Anjlok, Mahasiswa dan Petambak Turun ke Jalan, Ditemui Walikota Tarakan, Ini Hasilnya
“Inilah kami minta pemerintah provinsi dan kota dan DPRD provinsi dan daerah mau mencari solusi konkret. Salah satu janji politik dari Gubernur menghadirkan investor, pesaing, competitor di Kalimantan Utara khususnya di Tarakan bagaimana mengontrol harga udang,” ujar Abdullah.
Kemudian berjalannya waktu, dari sekian kali pertemuan mulai dari tertutup, pertemuan terbuka dan aksi massa, namun menurutnya lagi-lagi solusi yang ditawarkan pemerintah adalah solusi informatif.
“Tidak ada yang konkret. Semestinya pemerintah itu kalau berani dia bersikap, bahwa saya menjamin harga udang akan saya stabilkan dengan aturan main UU saya pegang, ini yang kemudian kami tuntut. Kami tidak menjelekkan, menghakimi Gubernur dan Wali Kota, tapi kehadiran pemerintah yang kami tuntut. Saya rasa Wali Kota dan Gubernur paham gejolak ini. Mungkin dari aksi jilid kedua mereka bisa hadirkan solusi konkret,” ucap Abdullah/

Abdullah mewakili petambak dari Tarakan Timur begitu merasakan betul kondisi saat ini. Menyikapi solusi sementara tawaran harga di kisaran Rp 150 ribu per kg untuk udang windu lanjutnya, menurutnya itu solusi versi pemerintah. Namun lanjutnya perlu menjadi catatan, sebagian petambak memiliki keterikatan juga dengan pihak kedua dalam hal ini dikenal pemilik pos pembelian udang.
“Perumda menawarkan solusi menjual langsung ke sana, sedangkan alat dan prasarana dari perumda kami pertanyakan. Jangan mereka nanti membeli kemudian menampung dan join lagi dengan perusahaan untuk penjualan. Karena seperti yang kita dengarkan penjelasan perumda, dia baru mencari investor ke Malaysia sedangkan masyarakat butuh solusi hari ini,” ungkap Abdullah.
Kemudian menyoal komisi, ada dua perdebatan jika memang harus digabungkan dengan harga pokok. Pertama ada sebagian petambak bertahan di satu harga.
Baca juga: Petambak Dialog dengan Gubernur, Ketua HNSI Kaltara Harapkan Solusi Kestabilan Harga Udang Kontinyu
“Tapi sebagian petambak ada yang tetap seperti biasa, komisi dinaikkan, harga udang pokok dinaikkan. Ini nanti di internal petambak sendiri yang akan mencoba membicarakan ini karena ada plus minus tersendiri untuk urusan ini karena berkaitan dengan pos. Sedangkan kalau kami harus menjual langsung ke perusahaan, harga ditawarkan mereka memang tinggi, tapi mati ekonomi ketika pos-pos itu cob akita matikan ketika kita menjual langsung,” ungkap Abdullah.
Alasan sebagian petambak tidak bisa terlepas dari pihak kedua alias pos pembelian udang, lantaran mereka memiliki ‘sangkutan’ alias utang. Itu yang membuat mereka tidak bisa menjual langsung kepada cold storage.
“Dan ini tidak mungkin kami tinggalkan. Makanya kemarin bersama aliansi mencari solusi seperti apa. Salah satu solusi kami coba tawarkan hadirkan dua atau tiga competitor yang bisa bersaing dengan yang sudah ada hari ini,” ujarnya.
Kembali dikonfirmasi, lantas apakah Perumda semisal membuat cold storage tidak bisa disebut sebagai kompetitor? Abdullah menjelaskan perumda juga dilu dikabarkan akan membuat terobosan membeli langsung udang dari petambak.
“Tapi sarana dan prasarananya tidak ada. Biaya untuk membangun cold storage kalau mau dihitung itu hampir Rp 30 miliar. Bagaimana nanti dengan pembeliannya, pembayarannya dengan petambak, ini kan abu-abu sekali solusi yang ditawarkan perumda. Menyangsikan. Makanya petambak menuntut komitmen pemkot seperti apa solusinya kepada kami petambak. Kami tidak butuh itu naik karena kita tahu pasaran dunia goyang,” ujarnya.
Namun lanjutnya pasti ada mekanisme yang bisa ditempuh pemerintah lanjutnya salah satunya memberikan subsidi dan membantu perusahaan atau membuat cold storage.
“Karena kita masyarakat petambak tahunya harga udang stabil, dengan pertimbangan biaya produksi tinggi kami setengah mati. Panen kita 1 ton hanya dapat Rp 40 juta, sedangkan biaya operasional tinggi. Gaji anggota, makan, biaya keluar masuk, BBM,” ujarnya.
Baca juga: Petambak Tarakan Turun Aksi Suarakan Tuntutan, Minta Pemerintah dan Cold Storage Naikkan Harga Udang
Selanjutnya menyoal pembentukan satgas pengawasan, ini juga menjadi usulan pihaknya agar DKUKMP Tarakan membentuk Satgas. Jika perlu dilakukan tera karena yang dikeluhkan perusahaan cold storage bahwa di tingkat pos diduga ada permainan.
“Istilah udang metal, udang perncampuran. Ini kemudian dikeluhkan. Padahal solusinya paling gampang, buat saja SOP ketentuan dari perusahaan untuk mengambil udang sesuai size. Agar tidak kami yang petambak terkena dampak langsung. Sebenarnya ada permainan di antara cold storage dan pos ini yang kemudian kita jernihkan supaya harga yang jatuh di petambak harga relistis, dijelaskan detail kondisi pasar kita paham hukum pasar, perdagangan itu naik turun betul,” jelasnya.
Selanjutnya, keinginan petambak, satgas nanti jika sudah dibentuk agar turun ke lapangan, melakukan tera timbangan mengontrol langsung. Kemudian begitu juga regulasi tetap dituntut menghadirkan investor, memfasilitasi ekspor impor.
“Saya rasa pemerintah sudah mengantongi semua. Dari 2017 kita sudah bereaksi persoalan ini tapi solusinya masih ngambang. Berapada kali berdebat dengan wali kota dan gubernur, lagi-lagi surat perjanjian saja yang didapat. Makanya kami akan kawal terus dan akan tetap berjuang sampai apa yang menjadi tujuan kami bisa tercapai,” jelasnya.
Ia menambahkan, secara nominal yang diinginkan petambak, kemarin sempat ada kesepakatan yang coba dibangun saat dialog pertama di Gedung Serbaguna Pemkot Tarakan.
Bahwa untuk size 20 dinaikkan Rp 15 ribu dan untuk size di bawahnya dinaikkan Rp 10 ribu. Memang saat itu naik dan masyarakat petambak sudah bisa menerima di harga tersebut.
Baca juga: BREAKING NEWS Ratusan Mahasiswa dan Petambak di Tarakan Demo Harga Udang
“Namun ternyata setelah selesai pertemuan, belum sampai kami di rumah, turun harga komisi udang. Padahal sebenarnya komisi itu satu saja dengan harga pokok. Maunya kita sewajarnya dengan kondisi pasar. Sebelum anjloknya harga udang di kisaran Rp 175 ribu per kg size 20 udang windu. Sekarang Rp 135 ribu per kg. Ini yang dijualkan ke pos,” jelasnya.
Sebenarnya, dari pihak cold storage menawarkan dan petambak bisa menjual langsung. Namun kembali lagi seperti penjelasan sebelumnya, ada batasan perjanjian dengan pos yang mengikat.
“Dan tidak bisa kita langgar. Saya juga bercerita dengan pos kemarin, ada oknum yang kemudian mempengaruhi harga udang itu. Karena selama ini kita bangun memang dari pihak pos pembelian yang membantu secara finansial. Kami punya keterikatan,” ujarnya.
Produk panen tambak saat ini juga diakuinya mengalami penurunan. Alasan penurunannya karena kualitas bibit salah satunya.
“Sekarang sudah tidak bisa tembus tiga bulan, kadang 1,5 bulan atau 2,5 bulan sudah sakit. Kalau dipaksakan panen, sizenya kecil. Ini kemudian jadi konsen kami dengan teman petambak supaya ada kestabilan harga itu,” pungkasnya.
(*)
Penulis: Andi Pausiah