Opini
Isu Kelangkaan Pangan Jadi Perhatian Khusus Deklarasi G20 di Bali
Memang hidup, tidak untuk makan. Tetapi, tak bisa hidup jika tidak makan. Tidaklah berlebihan jika para pemimpin negara G20 memberi perhatian khusus.
Oleh: Dr. Margiyono, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Borneo Tarakan
TRIBUNKALTARA.COM - Memang hidup, tidak untuk makan. Tetapi, tak bisa hidup jika tidak makan. Persoalan makan dan makanan kini bukan hanya masalah personal.
Lebih dari itu, ia menjadi masalah lokal, nasional, bahkan menjadi persoalan global.
Tidaklah berlebihan jika para pemimpin negara G20 memberi perhatian khusus perihal ketersediaan pangan dunia ini.
Para pemimpin dunia itu melaksanakan Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 pada 15-16 November 2022 di Bali.
Dalam salah satu deklarasinya adalah memberi perhatian serius pada Ketahanan Pangan (food security).
Hal itu,dinyatakan dengan tegas pada butir ke 6. Mereka menyatakan bahwa, “Kami sangat prihatin dengan tantangan Ketahanan Pangan global”
Meningkatnya Harga Pangan Global
Peningkatan harga bisa saja di picu oleh naiknya permintaan atau turunnya penawaran. Dalam koteks penawaran maka bisa dipicu oleh naiknya biaya produksi.
Demikian juga halnya dengan gangguan transportasi juga bisa berdampak pada sisi penawaran.
Keterbatasan akan ditandai oleh naiknya harga. Sepanjang tahun 2022 inflasi global terus meningkat.
Meskipun menjelang akhir tahun di prediksi akan sedikit menurun.
Baca juga: Berbincang dengan Presiden AS Joe Biden di KTT G20 Bali, Jokowi Menggunakan Bahasa Indonesia
Misalnya kuartal 1, inflasi (yoy) masih 7 persen, kemudian kuartal 2 naik menjadi 8,6 persen.
Dan kuartal 3 naik lebih tinggi lagi menjadi 9 persen. Sampai akhir tahun (kuartal 4) diprediksi turun sedikit menjadi 8,3 persen.
Betul bahwa, Beberapa negara inflasi pangan masih di bawah energi.
Misalnya Amerika Serikat inflasi energinya sampai dengan Oktober 2002 sebesar 17,63 persen.
Namun inflasi pangannya sebesar 12,44 persen. Turki berada pada tingkat inflasi yang sangat tinggi. Inflasi energinya mencapai 137 persen, dan pangannya berada pada 99 persen.
Sementara itu, negara yang Asia Tengara yang mengalami inflasi tinggi adalah Laos dan Myanmar.
Hingga November 2022, Laos mencapai 36,75 persen dan Myanmar 19,72 persen.
Negara Asia tenggara lainnya masih berada di bawah 10 persen, seperti Philippines 7,7 persen, Timor Leste 7,3 Singapore 6,7 dan Thailand 5,98 persen.
Sedangkan Indonesia hingga November 2022 inflasinya sebesar 5,42 persen. Sementara, Kamboja, Brunei, Vietnam dan Malaysia semuanya di bawah Indonesia.
Naiknya nilai inflasi baik di negara maju atau berkembang adalah sinyal tentang keterbatasan suplai. Tentu termasuk suplai pangan.
Baca juga: Perkuat Ketahanan Pangan di IKN Nusantara, Program Food Estate di Kaltim Terus Diidentifikasi
Masalahnya tentu, bunkan hanya terganggunya rantai pasok akibat konflik dan biaya produksi.
Tetapi juga dipengaruhi oleh perubahan iklim yang mengakibatkan naiknya suhu di beberapa negara.
Misalnya Inggris mengalami peningkatan suhu hingga 40 derajat celcius. Spanyol, Perancis dan China lebih panas lagi, suhunya diatas 42 derajat celcius. Bahkan Portugal serasa meleleh. Panasnya hingga 47 derajat celcius (1170F).
Membumikan Visi Global
Permasalahan pangan bukan hanya masalah lokal dan nasional bahkan menjadi masalah global. Oleh karena itu perlu kerjasama global.
Kerjasama global akan lebih mempermudah mencari solusi. Berkaitan dengan itu, Pimpinan negara dengan PDB terbesar di dunia setiap tahun melakukan KTT.
Kelompok 20 negara (G20) dengan PDB terbesar itu pada tanggal 15-16 November 2022 melakukan pertemuan di Bali.
Deklarasi Pimpinan Negara G20 adalah bukti dari kesatuan: visi, misi dan aksi. Deklarasi yang disepakati sangat penting. Karena di negara 20 tersebut terdapat; 2/3 penduduk dunia, 85 persen PDB dunia dan 80 persen investasi dunia.
Meskipun G20 adalah organisasi informal, namun keputusannya sangat strategis dan penting.
Jika permasalahan di negara anggota G20 terurai, maka sebagian besar permasalahan dunia juga terselesaikan.
Merespon permasalahan pangan, para pemimpin negara G20 menyetujui bahwa akan, mengambil tindakan segera untuk menyelamatkan nyawa, mencegah kelaparan dan malnutrisi.
Baca juga: Evaluasi dan Monitoring Ketahanan Pangan, Irjen Kementan Beber Bantuan Bernilai Miliaran ke Kaltara
Kemudian mempercepat transformasi menuju sistem pertanian dan rantai pasok yang berkelanjutan dan tangguh.
Selanjutnya akan diikuti oleh, “tindakan koordinasi untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan termasuk lonjakan harga dan kekurangan pangan dan pupuk secara global”.
Artinya semua bersepakat untuk melakukan upaya meminimalisir potensi kelaparan yang diikuti oleh aktifitas jangka pendek, menengah dan panjang.
Tindakan jangka pendek adalah mengendalikan harga pangan.
Jangka menengah kecukupan pangan melalui peningakatan produksi dan produktifitas. Sementara jangka panjang melakukan transformasi pertanian yang berkelanjutan.,
Selanjutnya, upaya meningkatkan produktivitas pertanian dalam konteks Indonesia akan di realisasikan oleh pemerintah pusat dan daerah. Baik Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota.
Kemudian kita juga mahfum bahwa, program kerja setiap pemerintah Pusat dan Daerah merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengan (RPJM).
RPJMN untuk nasional dan RPJMD untuk daerah. Dokumen itu diterjemahkan dari visi, misi calon pemimpin saat even kontestasi.
Artinya ada potensi ketidakserasiaan dalam hal visi, misi dan aksi dalam ketahanan pangan.
Meskipun demikian, harus dipahami oleh semua pihak bahwa, issu pangan adalah issu yang sifatnya penting dan mendesak.
Urgent. Tidak bisa tidak ada, apapun alasannya “harus ada”. Berkaitan dengan itu maka, tetap dituntut kesatuan aksi semua pihak.
Keberpihakan pemerintah pada semua tingkatan akan dilihat dalam kebijakan dan alokasi anggarannya dalam APBN dan APBD.
Baca juga: Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Klaim Ternak di Kaltara Masih Bebas Penyakit Mulut dan Kuku
Untuk alasan kemanusiaan, ekonomi, sosial dan politik porsi anggaran yang memadai untuk ketahanan pangan , menunjukan respon positif yang penuh simpati dan empati.
Sementara dalam sisi moneter yang berkaitan dengan investasi, harus ada upaya mendorong investasi pertanian tanaman pangan dengan biaya modal lebih rendah dari saat ini.
Oleh karena itu menjadi kewajiban Otoritas Moneter dalam hal ini Bank Indonesia (BI) memberikan skema pembiayaan kredit investasi sektor pertanian dengan akses lebih mudah dan biaya bunga lebih murah.
Kesatuan visi, misi, persepsi dan aksi semua pihak akan menghindarkan permasalahan kelangkaan pangan yang berdampak pada; kenaikan harga pangan dan mal nutrisi. Bahkan lebih dari itu ancaman kelaparan. (*)