Berita Nasional Terkini

Bontang Pilot Project Nyamuk Wolbachia, Epidemiolog Ingatkan Pemerintah Hati-hati: Sangat Bahaya

Kota Bontang, Kalimantan Timur jadi pilot project penyebaran Nyamuk Wolbachia, salah satu inovasi sebagai inovasi penanggulangan demam berdarah dengue

Editor: Sumarsono
Shutterstock
Ilustrasi - Kota Bontang, Kalimantan Timur jadi pilot project penyebaran Nyamuk Wolbachia, salah satu inovasi sebagai inovasi penanggulangan demam berdarah dengue. 

TRIBUNKALTARA.COM, JAKARTA – Kota Bontang, Kalimantan Timur jadi pilot project penyebaran Nyamuk Wolbachia, salah satu inovasi sebagai inovasi penanggulangan demam berdarah dengue ( DBD ).

Meski menuai pro dan kontra, proyek penyebaran Nyamuk Wolbachia akan diujicobakan di lima kota, yakni Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang dan Kupang.

Menurut Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kementerian Kesehatan, Ngabila Salama, penunjukan 5 kota tersebut sesuai SK Menteri kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaraan Pilot Project Implementasi Wolbachia sebagai inovasi penanggulangan demam berdarah dengue (DBD).

 Ahli Kesehatan Masyarakat sekaligus Epidemiolog, Dicky Budiman mengingatkan pemerintah perlu berhati-hati menerapkan penyebaran Nyamuk Wolbachia

"Sekali lagi hati-hati dalam memilih pendekatan yang melakukan intervensi pada alam dan itu sangat berbahaya," ungkap Dicky, Senin (20/11/2023).

Kehati-hatian ini, kata Dicky diperlukan karena data berbasis sains terkait strategi ini belum terlalu kuat.

Masih ada beberapa potensi melemahnya efektifitas akibat berbagai faktor.

Baca juga: Kasus DBD di Nunukan Meningkat, Dua Anak Meninggal Dunia, Dinas Kesehatan Tetapkan KLB

Sebagai contoh, suhu bumi yang semakin panas bisa pengaruhi efektifitas penyebaran Nyamuk Wolbachia

"Bahwa pada suhu semakin panas, dampak dari wolbachia dalam media blocking patogen ( DBD ) ini menurun," kata Dicky. 

"Karena pada suhu panas, masa inkubasi nyamuk mengigit seseorang terinfeksi itu menjadi pendek. Ini akhirnya tidak terkejar efektiftasnya," lanjut Dicky.

Kedua, suhu yang semakin panas ini mengurangi perkembangan Nyamuk Wolbachia.

Padahal, jumlah Nyamuk Wolbachia yang cukup banyak dibutuhkan untuk bisa efektif menahan replikasi virus. 

Pelaksanaan foging di Jalan Kebun Sayur, Desa Tideng Pale, Kecamatan Sesayap, Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara, Senin (16/1/2023)
Pelaksanaan foging di Jalan Kebun Sayur, Desa Tideng Pale, Kecamatan Sesayap, Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara, Senin (16/1/2023) (TRIBUNKALTARA.COM/ HO-Dinkes KTT)

Belum lagi dari faktor virus, berpotensi membentuk mutasi baru yang justru bisa merugikan manusia.

"Ketika kita mengintervensi alam, dalam konteks makhluk hidup, virus, nyamuk maka itu sendiri akan terus berevolusi karena ada yang menghambat dia.

Ini berpotensi bisa jadi merugikan manusia," jelas Dicky.

Namun, Dicky sekali lagi menekankan tidak menentang betul keputusan pemerintah.

Hanya saja, ia mewanti-wanti untuk lebih berhati-hati.

"Tidak mengecilkan riset, potensinya ada, tapi masih jauh unutk program yang luas. Saya cenderung jangan banyak-banyak dulu.

Kita harus betul-betul pastikan mekanisme montoring yang bisa dilakukan," ujar Dicky.

Baca juga: Dua Balita di Pulau Sebatik Nunukan Meninggal Akibat DBD, Warga Diimbau Jaga Kebersihan Lingkungan

Selain itu, inovasi ini juga perlu melibatkan multifaktor untuk mendukung efektifitasnya. 

"Itu sebabnya paling aman dalam pendekatan publik health, 3M plus itu tetap jadi strategi utama untuk dijalankan," pungkasnya.

Lebih lanjut Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kementerian Kesehatan, Ngabila Salama mengatakan, manusia tidak dijadikan kelinci percobaan pada program tersebut.

Bahkan, tidak dilakukan rekayasa genetik pada nyamuk.

"Karena Nyamuk Wolbachia bakteri alamiah pada serangga, dan tentunya ramah lingkungan karena tidak mengganggu ekosistem atau siklus hidup mikroorganisme lain," ujarnya.

Pemanfaatan teknologi bakteri Wolbachia juga telah dilaksanakan di sembilan negara lain dan hasilnya terbukti efektif untuk pencegahan dengue.

Adapun negara yang dimaksud adalah Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, dan Sri Lanka.

Teknologi Wolbachia melengkapi strategi pengendalian yang berkasnya sudah masuk ke Stranas (Strategi Nasional).

Baca juga: Waspada! DBD dan Flu Burung Ancam Kaltim, hingga Maret Terjadi 1.123 Kasus, 5 Orang Meninggal

Efektivitas wolbachia sendiri telah diteliti sejak 2011 yang dilakukan oleh WMP di Yogyakarta dengan dukungan filantropi yayasan Tahija.

Penelitian dilakukan melaui fase persiapan dan pelepasan Aedes Aegypty berwolbachia dalam skala terbatas (2011-2015).

Wolbachia ini dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes Aegypty, sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia.

Jika Aedes aegypti jantan berwolbachia kawin dengan aedes aegypti betina maka virus dengue pada nyamuk betina akan terblokir.

Selain itu, jika yang berwolbachia itu nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak berwolbachia maka seluruh telurnya akan mengandung wolbachia.

Sebelumnya uji coba penyebaran nyamuk ber-Wolbachia telah dilakukan di Yogyakarta dan Bantul pada tahun 2022. 

Hasilnya, di lokasi yang telah disebar Nyamuk Wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen, dan menurunkan proporsi dirawat di rumah sakit sebesar 86 persen.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani juga menegaskan adanya penurunan penyebaran dengue yang signifikan setelah adanya penerapan Nyamuk Wolbachia.

DBD atau dengue fever adalah infeksi virus yang disebabkan oleh virus dengue (DENV), ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.
DBD atau dengue fever adalah infeksi virus yang disebabkan oleh virus dengue (DENV), ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. (Shutterstock)

“Jumlah kasus di Kota Yogyakarta pada bulan Januari hingga Mei 2023 dibanding pola maksimum dan minimum di 7 tahun sebelumnya (2015 – 2022) berada di bawah garis minimum,” terang Emma.

Meski begitu, keberadaan inovasi teknologi Wolbachia tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian dengue yang telah ada di Indonesia. 

Masyarakat tetap diminta untuk melakukan gerakan 3M Plus seperti menguras, menutup dan mendaur-ulang. Serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan

Tidak Pindah ke Manusia

Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, dr. Riris Andono Ahmad MPH, Ph.D mengatakan, bakteri Wolbachia layaknya seperti vaksin yang diberikan kepada nyamuk.

"Seperti vaksin tapi vaksin pada tubuh nyamuk. Nyamuk jadi tidak mampu menularkan virus dengue, ketika tidak bereplikasi lagi di tubuh nyamuk," ujarnya.

Tidak ada dampak atau efek lain yang muncul setelah nyamuk menggigit manusia. Dampak lain yang dirasakan hanyalah nyamuk aedes aegypti tidak lagi menularkan virus dengue. 

"Ketika efek gigitan pada nyamuk anak dan dewasa tidak ada bedanya. Nyamuk tidak mampu menularkan. Itu berlaku anak dan dewasa," jelasnya. 

Selain itu, tidak ada yang berubah dari nyamuk meski ada bakteri Wolbachia di dalamnya. 

"Yang terjadi semacam mekanisme blocking. Sehingga pada akhirnya dampak dari gigitan nyamuk sama saja.

Kecuali tidak mampu menularkan virusnya (dangue). Yang beda tidak menularkan lagi virus tersebut," ujarnya.

Baca juga: Kasus DBD Meningkat Tiap Bulan, Dinas Kesehatan Tana Tidung Imbau Warga Waspada

Dr Riris juga mengatakan Nyamuk Wolbachia punya resistensi atau kekebalan terhadap insektisida yang sama dengan nyamuk lokal.

Peneliti dari UGM Profesor Adi Utarini menjelaskan bakteri Wolbachia di tubuh nyamuk tidak bisa berpindah ke serangga lain, ke hewan bahkan manusia.

Hal ini pun telah terbukti, lewat penelitian yang telah dilakukan pada empat dusun di Yogyakarta hampir selama 10 tahun.  (Tribun Network/ais/wly)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved