Jejak Islam di Kaltim

Mimbar Peninggalan Imam Pertama Jadi Saksi Sejarah Masjid Shiratal Mustaqiem Samarinda

Masjid Shiratal Mustaqiem, Samarinda diresmikan pada tahun 1891 setelah proses pengerjaan yang dilakukan selama kurang lebih 10 tahun.

Editor: Sumarsono
Tribun Kaltim/Dwi Ardianto
Tiang-tiang utama yang menopang Masjid Shiratal Mustaqiem di Samarinda, tiang-tiang ini sendiri disebut merupakan salah satu yang masih asli semenjak masjid ini pertama dibangun sekitar tahun 1891.  

TRIBUNKALTARA.COM - Masjid Shiratal Mustaqiem, Samarinda diresmikan pada tahun 1891 setelah proses pengerjaan yang dilakukan selama kurang lebih 10 tahun.

Pemimpin Kesultanan Kutai ketika itu, Sultan Aji Muhammad Sulaiman menjadi imam dan khatib pertama  di mimbar yang sampai saat ini tempatnya tak pernah diubah

Masjid Shiratal Mustaqiem menyimpan sejarah tersendiri dari awal pendirian hingga ketika digunakan pertama kali untuk beribadah .

Peresmian masjid dilakukan oleh pemimpin Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ketika itu,  Sultan Aji Muhammad Sulaiman sekaligus menjadi khatib dan imam shalat pertama

Kepastian waktu atau tahun pembangunan juga terukir di area masjid.

Angka tahun peresmian dipahatkan pada hiasan di atas ruang mihrab dan mimbar berlapiskan warna emas menjadi saksi sejarah .

Tepatnya, pada tanggal 27 Rajab 1311 Hijriyah atau 1891 di hari Jumat.

Baca juga: Masjid Shiratal Mustaqiem, Kisah Pendirian 4 Tiang dan Syiar Islam di Samarinda

Pengurus Masjid Shiratal Mustaqiem, H  Sofyan bercerita setelah pembangunan masjid rampung, kemudian diresmikan Sultan Kutai Aji Muhammad Sulaiman.

"Beliau ( Sultan Aji Muhammad Sulaiman ) yang khatib pertama di mimbar dan memimpin (imam) salat (Jumat) berjamaah pertama kalinya yang diselenggarakan di Masjid Shiratal Mustaqiem," tegas Sofyan.

Jejak Islam dari Kesultanan Kutai disini pun tetap dirawat, salah satunya mimbar, tempat Sultan Aji Muhammad Sulaiman menjadi khatib pada salat jumat pertama.

Makam Sultan Aji Muhammad Alimuddin yang berada di Kompleks Pemakaman Kelambu Kuning. Bersama sang sultan di kompleks itu juga turut dimakamkan putrinya, istrinya Aji Raden Lesminingpuri dan menantunya, Pangeran Noto Igomo, ulama besar di Kesultanan Kutai Kartanegara.
Makam Sultan Aji Muhammad Alimuddin yang berada di Kompleks Pemakaman Kelambu Kuning. Bersama sang sultan di kompleks itu juga turut dimakamkan putrinya, istrinya Aji Raden Lesminingpuri dan menantunya, Pangeran Noto Igomo, ulama besar di Kesultanan Kutai Kartanegara. (Tribun Kaltim/Dwi Ardianto)

"Mimbar dari dulu hingga sekarang tempatnya tak pernah berubah dari awal," imbuhnya.

Bentuk Masjid Shiratal Mustaqiem terlihat sebagai cerminan kearifan lokal masyarakat Samarinda dahulu serta arsitektur yang selaras dengan lingkungan sekitarnya.

Arsitektur masjid memiliki beberapa kemiripan dengan masjid-masjid kuno lain yang ada di Kesultanan Kutai lainnya yakni Masjid Jami Aji Amir Hasanuddin di Tenggarong.

Secara keseluruhan bangunan memiliki gaya arsitektur tropis khas Kalimantan, tentu sangat nampak dapat dilihat dari kayu ulin sebagai material utama bangunan.

Terlihat pada bangunan utama maupun bangunan pendukung, menggambarkan Hutan Kaltim pada waktu dulu masih dipenuhi jenis pohon ulin, atau dikenal juga dengan kayu besi yang merupakan bahan terbaik khas Kalimantan secara umum.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved