Jejak Islam di Kaltim

Makam Kuno Bertuliskan Arab Jejak Syiar Islam di Desa Pasir Mayang

Di antara rimbunan ilalang ada makam kuno dengan nisan dari kayu ulin. Nisan berhiaskan tulisan Arab diantaranya dipercaya sudah ada sejak abad ke-14.

Editor: Sumarsono
Tribun Kaltim/Dwi Ardianto
Deretan makam kuno di Desa Pasir Mayang, Kabupaten Paser. Nisan di makam-makam kuno ini terbuat dari kayu ulin dan beberapa diantaranya sudah ada sejak abad ke-14 Masehi. 

TRIBUNKALTARA.COM – Di antara rimbunan ilalang ada makam kuno dengan nisan dari kayu ulin. Nisan berhiaskan tulisan Arab diantaranya dipercaya sudah ada sejak abad ke-14 Masehi.

Tak hanya satu, makam-makam kuno tersebut tersebar di beberapa lokasi.

Desa Pasir Mayang di Kabupaten Paser menyimpan banyak cerita sejarah syiar Islam yang jejaknya masih bisa dilihat hingga saat ini.

Di beberapa kawasan di Desa Pasir Mayang, Kecamatan Kuaro itu terdapat peninggalan artefak terutama lahan makam Datu Pasir Mayang  dan Ratu Bura Daya.

Juru Kunci Makam Datu Pasir Mayang, Asmuni mengatakan desa ini dipercaya sebagai desa tertua di Tana Paser, lantaran lokasinya yang strategis berada di pesisir pantai.

Baca juga: Desa Pasir Mayang Pintu Gerbang Masuknya Islam di Kabupaten Paser

Konon, pesisir pantai di desa tersebut dipercaya sebagai pelabuhan internasional, menjadi salah satu bukti bahwa penyebaran Islam.

Saat itu singgah di Desa Pasir Mayang melalui jalur perdagangan mulai dari pedagang Saudi Arabia hingga China.

Jalan lorong panjang menjadi rute awal peziarah menuju area dari lokasi letak peninggalan artefak tersebut.

Pintu gerbang menuju Makam Datu Bejambe di Desa Pasir Mayang, Kabupaten Paser. Selain makam Datu Bejambe di kompleks pemakaman ini masih banyak bukti penyebaran Islam di Desa Pasir Mayang.
Pintu gerbang menuju Makam Datu Bejambe di Desa Pasir Mayang, Kabupaten Paser. Selain makam Datu Bejambe di kompleks pemakaman ini masih banyak bukti penyebaran Islam di Desa Pasir Mayang. (Tribun Kaltim/Dwi Ardianto)

Lekat dengan pepohanan yang menjulang tinggi, menjadi pemandangan di sepanjang jalan menuju area pemakaman.

Adapun peninggalan situs-situs sejarah sebuah artefak tersebut berupa tempayan, piring melawin, mangkuk, cangkir, keris, emas, uang koin dan lain sebagainya.

Artefak tersebut terbuat dari batu giok peninggalan Dinasti Ming dan Dinasti Cheng Ho yang dipercaya telah terkubur ratusan tahun lamanya.

Beberapan peninggalan sejarah tersebut, biasa ditemukan warga ketika hendak menggali tanah.

Maka tidak heran jika lahan pemakaman tersebut kerap ditemukan beberapa bekas galian lubang untuk mencari barang antik peninggalan sejarah.

“Waktu duduk dibangku SD sekitar tahun 80-an, saya juga pernah menemukan pecahan tempayan bertuliskan huruf Palawa yang berarti berasal dari Kerajaan Majapahit,” imbuh Asmuni.

Tidak hanya di sekitar lahan pemakaman, artefak ini juga sering kali ditemukan warga sekitar ketika hendak mencari ikan atau sekadar menyusuri area pesisir pantai.

“Kadang ada juga waktu berjalan di pinggir pantai itu dapat tempayan, atau ketika mencari ikan tiba-tiba ada nyangkut yang lebarnya bisa 20 bahkan sampai 40 cm di jaring ikan,” tambahnya.

Baca juga: Masjid Jami Adji Amir Hasanuddin, Warisan Sultan Kutai Saksi Perjalanan Syiar Islam di Kukar

Di samping itu, ada pula wujud penampakan makam-makam kuno yang tersebar di area Makam Datu Pasir Mayang.

Makam-makam kuno ini terbuat dari kayu ulin yang nisannya bertuliskan bahasa Arab, yang juga menjadi salah satu bukti penyebaran agama Islam di desa tersebut.

Nisan makam tersebut tampak berserakan di lahan pemakaman.

Meski berusia lebih dari satu abad, Masjid Jami Adji Amir Hasanudin masih kokoh berdiri, konon desian masjid ini dirancang oleh orang kepercayaan Sultan.
Meski berusia lebih dari satu abad, Masjid Jami Adji Amir Hasanudin masih kokoh berdiri, konon desian masjid ini dirancang oleh orang kepercayaan Sultan. (Tribun Kaltim/Dwi Ardianto)

Kondisi nisan kayunya ada yang sudah terkikis lantaran termakan usia.

Demikian dengan ilalang tinggi yang juga menutupi nisan.

Berdasarkan tulisan di atas nisan, makam-makam kuno tersebut sudah ada sejak tahun 1219 masehi. Ada pula sejak tahun 1313, 1318, 1337, serta 1424 masehi.

Di nisan makam juga tampak tulisan berbahasa Arab yang sebagian diantaranya masih jelas terlihat

“Makam-makam kuno tersebut menandakan bahwa memang Desa Pasir Mayang ini paling pertama menerima Islam,” kata Asmuni.

Menurut penuturannya, terdapat tiga lokasi pemakaman yang ada di Desa Pasir Mayang.

Di antaranya berlokasi di pedalaman, kemudian Makam Datu Pasir Mayang dan Ratu Bura Daya yang sudah ada sejak zaman kerajaan.

Ada juga makam khusus warga di wilayah pantai, dengan  terdiri dari beberapa suku, salah satunya makam khusus warga Suku Banjar.

Baca juga: Perjalanan Dakwah Pangeran Noto Igomo, Menyebarkan Agama Islam Sembari Membuka Perkebunan

“Namun sejak tahun 2000 sudah bercampur suku. Siapa saja dipersilakan bersamaym di sini sepanjang ada hubungan keluarga dengan warga sini ( Desa Pasir Mayang ),” ungkapnya.

Selain itu, juga terdapat makam salah satu tokoh yang berperan penting dalam persebaran Islam di Tana Paser.

Dialah Sayyid Ahmad Maulana Khairudin yang diberi gelar Imam Pawah atau Datu Bejambe.

Kini, adanya penemuan berbagai barang antik ini selanjutnya disimpan untuk kemudian dirawat secara pribadi oleh warga.

Sebab telah menjadi ketentuan wajib untuk melakukan perawatan dari benda-benda peninggalan sejarah di desa tersebut.

“Tidak cuma warga sekitar, bahkan para peziarah luar daerah juga turut merawat dan membersihkan makam. Dengan waktu perawatan minimal dua minggu atau sebulan sekali,” ulas Asmuni.

Dengan ketentuan perawatan ini, menjadikan kearifan lokal bersinergi dengan tidak menghilangkan kebudayaan yang ada.

Beriringan dengan ajaran-ajaran Islam yang hingga saat ini terus berkembang di desa tersebut.

(*)

Penulis : Ary Nindita Intan R S

Baca juga berita menarik Tribun Kaltara lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved