Berita Daerah Terkini

Kisah Penumpang Kapal ALP Rute Surabaya-Balikpapan Protes Diberi Makanan Basi, Kompensasi Rp100 Ribu

Kisah penumpang kapal Atosim Lampung Pelayaran (ALP) rute Surabaya tujuan Balikpapan protes diberi makanan basi, akhirnya dapat kompensasi Rp100 ribu

Editor: Sumarsono
Tribun Kaltim/Dwi Ardianto
Sejumlah penumpang kapal ALP yang turun di Pelabuhan Semayang, Balikpapan terliht ekspresi lelah bercampur geram, Selasa (23/4). Para penumpang kecewa dengan pelayanan yang dinilai buruk dan dialami selama berlayar.             

TRIBUNKALTARA.COM, BALIKPAPAN – Simak kisah penumpang kapal Atosim Lampung Pelayaran (ALP) rute Surabaya tujuan Balikpapan protes diberi makanan basi, akhirnya dapat kompensasi Rp100 ribu.

Sejumlah penumpang kapal ALP yang turun di Pelabuhan Semayang, Balikpapan terliht ekspresi lelah bercampur geram, Selasa (23/4).

Para penumpang kecewa dengan pelayanan yang dinilai buruk dan dialami selama berlayar.            

Kapal ALP berangkat dari Surabaya pada Minggu (21/44) pukul 13.30 dan tiba di Balikpapan, Selasa (23/4).

Namun selama perjalanan, para penumpang mengaku diberikan pelayanan yang kurang baik, mulai makanan tak layak atau bsi hingga habisnya air dan sejumlah bahan baku makanan. 

Mereka pun menggelar aksi demo di kapal sejak Senin (22/4) hingga Selasa (23/4) pagi saat tiba di Pelabuhan Semayang.

Para penumpang menuntut menuntut kompensasi dari pihak kapal ALP atas ketidaknyamanan yang mereka alami.

Mediasi pun digelar bersama aparat yang bertugas di eks posko Operasi Ketupat Mahakam 2024, halaman Pelabuhan Semayang Balikpapan sekira pukul 11.38 Wita.

Penumpang lainnya pun tumpah ruah di halaman pelabuhan untuk makan karena lapar. 

Baca juga: Kisah Pemudik Balikpapan, Penumpang Kapal Kebagian Tiket Non Seat, Rela Tidur Beralas Bekas Karung

Pantauan Tribun Kaltim, salah satu fasilitas yang paling dikeluhkan mengenai penyajian makanan kepada para penumpang.

Menurut para penumpang, penyajian makanan tersebut jauh dari kata layak konsumsi.

Sebagian penumpang sempat membawa sampel makanan dari kapal yang dikemas dalam kemasan kantung plastik.

Sampel makanan itu dibawa saat mediasi.

Para penumpang naik ke dalam kapal KM Lambelu, Jumat (5/4/2024) di Pelabuhan Malundung Tarakan.
Para penumpang naik ke dalam kapal KM Lambelu, Jumat (5/4/2024) di Pelabuhan Malundung Tarakan. (TRIBUNKALTARA.COM/ ANDI PAUSIAH)

Ketika dibuka, tercium aroma yang cenderung menusuk hidung, identik dengan kondisi makanan basi

Makanan yang dianggap tak layak konsumsi itu kemudian disodorkan oleh penumpang sebagai bukti kepada petugas yang berjaga. 

Salah satu sopir bus, Aco, mengatakan dirinya dan penumpang lain membantu memasak makanan untuk mengatasi kelaparan selama perjalanan. 

Dia bersama 19 penumpang lain berinisiatif menjadi relawan menyajikan makanan dengan memasak kembali untuk penumpang.

"Kami sebagai penumpang dan juga sebagai sopir bis membantu mengatasi dengan memasak untuk penumpang selama 2 hari," ungkapnya.

Aco menunjukkan sampel makanan basi sebagai bukti kelalaian pihak katering.

Baca juga: Kisah Pemudik Pilih Naik Kapal Dibandingkan Pesawat, Harga Tiket Murah Meskipun Perjalanan Lama

Sampel yang dibawanya ini adalah salah satu bukti bahwa makanan yang disediakan tidak layak, makan lantaran sudah berbau.

"Kami kan manusia, masa harus makan bangkai ayam.

Jadi secara tidak langsung penerima makanan saat dibagikan itu spontan marah karena makanan katering yang sudah busuk," papar Aco.

Para penumpang juga mengeluhkan fasilitas kapal yang tidak layak, seperti kamar mandi yang kotor, bocor, dan air mampet.

"Fasilitas tidak layak. Seperti kamar mandi tidak pernah dibersihkan, air mampet, banyak genangan air. Dan juga bocor di kamar mandinya," kata Aco.

Para penumpang hanya menuntut dispensasi dan tidak meminta ganti rugi uang makan.

"Kami hanya menuntut kompensasinya saja. Tidak lebih dari itu. Bukan mengganti uang makan, karena kalau sopir seperti kami, tidurnya di lorong," jelas Aco.

Kompensasi Rp100 Ribu

Setelah sekian lama mediasi, antara penumpang dengan pihak pelayaran akhirnya mencapai kesepakatan kompensasi. Nominal kompensasinya sebesar Rp 100 ribu per tiket.

Angka ini disepakati setelah perdebatan antara perwakilan penumpang dengan pihak PT Atosim Lampung Pelayaran (ALP) cabang Balikpapan selaku penyedia jasa. 

Tadinya, PT ALP melalui Kepala Cabang ALP Balikpapan, Dewa Rizkiatmaja, menawarkan kompensasi sebesar Rp 60 ribu per tiket.

Hal ini dengan rasionalisasi ongkos katering sekali makan senilai Rp 12 ribu dikali 5 porsi makan untuk 2 hari perjalanan Surabaya - Balikpapan.

Baca juga: Pj Wali Kota Minta Tarif Tiket Kapal Rute Tarakan-Tawau Turun Jadi Rp 650 Ribu: Saya Minta Segerakan

Namun tawaran tersebut spontan ditolak oleh penumpang dengan alasan harga yang dipatok PT ALP tak sebanding dengan harga makanan per porsi di Balikpapan

"Harga sekali makan di Balikpapan kan nggak Rp 12 ribu," celetuk salah seorang penumpang.

Sebaliknya, perwakilan penumpang kemudian menyodorkan besaran kompensasi Rp 30 ribu untuk sekali makan, dikali 5 porsi. 

Secara kalkulasi berarti senilai Rp 150 ribu per tiket atau 150 persen lebih tinggi dibanding penawaran pihak PT ALP.

Kemudian Dewa mengajukan nominal tersebut ke manajemen pusat PT ALP melalui sambungan telepon.

"Tapi dari pusat menyanggupi jika Rp 100 ribu per tiket. Nominal itu lalu kami tawarkan kepada penumpang," ujar Dewa kepada TribunKaltim.co.

Angka tersebut yang kemudian disepakati juga oleh penumpang, meski selisih Rp 50 ribu. Dimana syaratnya, penumpang harus menukarkan tiketnya untuk mendapat kompensasi

"Kami beri kompensasi secara tunai. Penumpang serahkan tiketnya, langsung kami beri uang kompensasi Rp 100 ribu," tukasnya.

Sebagai informasi, jumlah penumpang kapal PT ALP dengan rute Surabaya - Balikpapan ini berjumlah 1.989 orang.

Dengan begitu, maka PT ALP diperkirakan mesti merogoh dana sebesar Rp 198,9 juta.

Baca juga: Pedagang Pelabuhan Semayang Keluhkan Maraknya Penjual Asongan dan Rusaknya Fasilitas Tempat Jualan

Evaluasi Vendor Katering

Kepala Cabang PT Atosim Lampung Pelayaran (ALP) Balikpapan, Dewa Rizkiatmaja, mengakui adanya aksi demo dari para sopir dan penumpang Kapal ALP Atosim Lampung Pelayaran (ALP) rute Surabaya - Balikpapan.

Aksi demo tersebut dipicu oleh ketidakpuasan terhadap kelayakan makanan yang disajikan selama perjalanan.

Dewa menjelaskan bahwa isu yang beredar terkait keterlambatan dan kurang layaknya penyajian makanan memang benar adanya.

"Jadi isu yang kami terima itu ada keterlambatan penyajian dan kurang layaknya penyajian makanan jadi mereka menuntut bagaimana dengan pelayanan itu," jelasnya keda Tribun Kaltim. 

Berdasarkan informasi yang diterima Dewa, penyajian yang kurang layak tersebut dikarenakan makanan yang basi dan tidak layak konsumsi.

Ia menegaskan bahwa PT Atosim Lampung Pelayaran menggunakan vendor katering untuk menyediakan makanan di kapal.

Diketahui vendor katering yang digunakan di Kapal ALP berlokasi di Samarinda.

"Jadi untuk kami PT Atosim untuk katering pelayaran kantin kami menggunakan vendor, jadi itu di luar perusahaan kami," tandasnya.

Lebih lanjut, Dewa menjelaskan bahwa setiap vendor wajib mengirimkan laporan makanan berupa foto yang jelas sajian-sajiannya sebelum kapal berangkat.

"Jadi setiap keberangkatan kapal kami wajibkan setiap vendor untuk mengirim laporan makanan berupa foto yang jelas sajian-sajiannya yang artinya semua sudah dilaporkan," jelasnya.

Dewa mengungkapkan bahwa total penumpang di Kapal ALP rute Surabaya-Balikpapan berjumlah 1.989 orang, termasuk penumpang dan sopir.

Terkait dengan vendor katering, Dewa mengatakan bahwa PT Altosim Lampung Pelayaran akan melakukan evaluasi.  (zyn)

Baca juga berit menarik Tribun Kaltara di Google News

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved