Kisah Petani di Bulungan

Cerita Petani Tanjung Buka SP 1 Bulungan, Dulu Berjaya Jual Puluhan Ton Beras, Kini Terlilit Utang

Wahid dulunya seorang petani di Tanjung Buka SP 2 Bulungan sukses menjadi pengusaha beras sampai menjual puluhan ton beras, tapi kini miliki utang.

Penulis: Edy Nugroho | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM/ EDY NUGROHO
Wahid, dengan tumpukan karung beras yang tak lagi dipergunakan. 

TRIBUNKALTARA.COM, BULUNGAN - Tumpukan karung beras dengan gambar salah satu ikon Kalimantan dibiarkan begitu saja di teras rumah. Sedikitnya masih ada 1000-an karung.

Kini karung tak lagi digunakan untuk mengemas beras oleh Wahid (40 tahun), warga Tanjung Buka Sp 1, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.

Tatapan Wahid menerawang jauh. Mengembara pada kenangan masa lalu, di kala masih berjaya menjadi petani, sekaligus pengusaha beras di kampungnya yang merupakan kawasan transmigrasi itu.

"Saat itu masih bisa menjual sehari ratusan kilogram. Bahkan sampai 1 ton terjual," kenang warga asal Pulau Jawa yang sudah kurang lebih 20 tahun menjadi transmigran di Bulungan itu.

Baca juga: Awal Tahun  2024, Produksi Beras di Kalimantan Utara Alami Kenaikan

Banyak kendala yang dialami Wahid dan para petani lainnya di Tanjung Buka SP 1, sehingga tak lagi bisa eksis menjadi petani sukses seperti dulu.

Selain terbentur modal yang pas-pasan, pemasaran beras hasil panen petani lokal di Bulungan juga sulit.

"Dulu ada pemodal kami, sehingga bisa membeli gabah dari petani yang kemudian kita olah menjadi beras. Tapi karena sesuai hal, pemodal tak lagi membantu. Dari situ kami stop," kata Wahid.

Selain modal, pasar beras lokal juga sulit. Kala itu, kata dia, sempat dibantu oleh pemerintah daerah dengan mewajibkan PNS mengkonsumsi beras lokal.

Dia pun memproduksi beras merek Burung Enggang, yang sempat terkenal. Namun sekarang siswa karung-karung kemasannya yang menumpuk.

Baca juga: Penyesuaian Harga Gabah di Malinau Kalimantan Utara Masih Dibahas, Pemkab Koordinasi Bersama Petani

"Pernah ada edaran bupati untuk membeli beras lokal. Alhamdulillah, lumayan. Setiap dinas atau kantor, tiap bulannya kami antarkan, ada yang 200 kilogram (kg) dan juga yang sampai 500 kg," ungkapnya lagi.

Ada juga program penjualan melalui Perusda, yaitu BUMD milik Pemkab Bulungan. Tapi kata dia, tidak jalan. Beberapa kali ada pertemuan, tak membuahkan hasil.

Semua program hilirisasi yang difasilitasi pemerintah daerah itu tidak berjalan mulus. Tidak konsisten, sehingga mandeg. Wahid dan para petani pun, tak lagi bisa menjual hasil sawahnya.

Pemerintah Daerah kembali turun tangan "membantu". Kali ini dengan memfasilitasi petani untuk mengajukan pinjaman ke perbankkan.

"Kami dibantu kemudahan untuk dapat pinjaman di bank. Saya pinjam kala itu Rp 300 juta. Kami bertiga, ada yang sapat pinjaman Rp 350 juta, ada juga yang Rp 250 juta. Dengan jaminan sertifikat," ungkap Wahid yang kala itu menjadi ketua Gapoktan di Tanjung Buka SP 1.

Karena mendapat modal, Wahid berspekulasi memborong gabah petani. Seraya mencari pembeli skala besar. Termasuk janji pemerintah daerah memfasilitasi lewat Perusda.

Wahid petani beras di Tanjung Buka SP 20072024
Wahid, dengan tumpukan karung beras yang tak lagi dipergunakan.
Sumber: Tribun Kaltara
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved