Berita Tarakan Terkini

Cerita Pasien Kemoterapi di RSUD dr H Jusuf SK yang Terpaksa Pilih Bayar Mandiri Rp5,7 Juta

Gita Chornawati Herlita pasien kemoterapi berharap masalah BPJS Kesehatan dan RSUD dr H Jusuf SK agar dapat teratasi, agar bisai dilayani kemoterapi.

Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM/ ANDI PAUSIAH
Gita Chornawati Herlita, pasien kemoterapi yang menderita kanker usus stadium dua didampingi suaminya, Muhammad Abdul Bin Ibrahim saat diwawancara media. 

TRIBUNKALTARA.COM,TARAKAN- Tidak lagi dilayani kemoterapi menggunakan BPJS Kesehatan di RSUD dr H Jusuf SK, terpaksa  Gita Chornawati Herlita, salah satu pasien kemoterapi harus membayar secara mandiri agar dapat melanjutkan kemoterapi.

Gita Chornawati Herlita merupakan pasien kanker usus stadium dua yang harus menjalani kemoterapi sampai 10 kali. Wanita yang berprofesi sebagai guru  di SDN 035 Kelurahan Pamusian. Tarakan telah menjalani  kemoterapi 7 kali di RSUD dr H Jusuf SK.

Namun memasuki kemoterapi yang ke-8, ternyata tidak dapat dilakukan, karena RSUD dr H Jusuf SK sudah tidak bekerjasama lagi dengan BPJS Kesehatan untuk pelayanan kemoterapi. Padahal untuk melakukan kemoterapi ini harus dilakukan sesuai jadwal dan tidak boleh berhenti. Jika berhenti kemoterapi harus mengulang dari awal lagi. 

Dengan tidak mau mengulang dari awal lagi, akhirnya Gita Chornawati Herlita  mau tidak mau harus  mengeluarkan biaya kemoterapi ke-8 dengan harga Rp 5.700.000. Tentunya harga kemoterapi ini sangat besar bagi dirnya yang memiliki penghasilan sebagai guru. Apalagi banyak kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi, termasuk rutin membayar BPJS Kesehatan tiap bulannya.

Baca juga: Tak Dilayani Pakai BPJS Kesehatan, Terpaksa Pasien Kemoterapi Bayar Mandiri Sebesar Rp 8 Juta 

Muhammad, suami dari Gita Chornawati Herlita berharap permasalahan pelayanan kemoterapi di RSUD dr H Jusuf SK dapat terselesaikan dengan cepat. Sebab bukan hanya iistrinya saja yang jadi pasien kemoterapi, namun masih ada puluhan pasien lainnya untuk segera di kemoterapi.

“Kalau saya dan istri masih berpenghasilan tapi bagaimana dengan nasib di Kalimantan Utara. Karena yang berobat di RSUD itu sekarang ada 60 orang lebih. Tersebar di Sebatik, Tanjung Selor, Malinau. Ada lagi yang tinggal di long. Bahkan sekarang ada yang keluar dari grup kemoterapi, mungkin tidak tahu seperti apa lagi apakah melanjutkan atau tidak atau pasrah,” akunya.

Diakui Muhammad , ia dan istri memiliki kepesertaan BPJS Kesehatan kelas 1. Dijadwalkan istrinya akan nelakukankemoterapi ke-9 istrinya 25 Agustus 2024 dan kemoterapi ke-10 September 2024,. Kalau permasalahan ini tidak selesai, tentunya ia harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dan harus keluarkan uang lebih dari Rp 5.700.000.

Kalau ditotalkan biaya yang dikeluarkan dalam sekali kemoterapi dapat mencapai 6.700.000 terdiri dari Obat kemterapi Rp2.200.00, pelayanan di ruang kemoterapi  Rp3.500.000. Belum lagi sewa kamar Rp300 ribu per malam, jika tiga malam ada sekitar Rp 1jutaan lagi. 

Muhammad mengatakan, ia bersama istrinya sangat kaget ketika menerima informasi di 20 Juli 2024 tidak ada pelayanan kemoterapi lagi di RSUD dr H Jusufk SK bagi peserta BPJS Kesehatan. Tentunya ini sangat membuat dirinya dan istri sangat kecewa dan sekaligus kaget, karena untuk kemoterapi harus bayar secara mandiri. 

Baca juga: RSUD dr H Jusuf SK Beber Kronologi Keluhan Kemoterapi, Benarkan Ada Dokter PNS tak Layani Pasien

“22 Juli itu kami harus kemoterapi dan surat masuk  di 20 Juli 2024. Pengumuman lewat WA grup saja, tidak ada surat. Adanya surat dari BPJS diperlihatkan ke kami. Tentu kami kaget tidak ada persiapan saat itu untuk kemoterapi berbayar, termasuk semua teman-teman," ujarnya.

Meskipun begitu, ada 6 orang yang terpaksa kemoterapi secara mandiri, tapi ada pula yang terpaksa harus peri ke Samarinda untuk mendapatkan kemoterapi menggunakan BPJS Kesehatan

Ada dua orang teman lagi kemungkinan ke Samarinda.  Alasannya karena di Samarinda diterima BPJS. Dan informasinya juga ia dengar ternyata sampai di Samarinda harus mengantre lagi dan cukup lama.“Sudah kembali atau belum saya tidak paham juga,” ujarnya. 

Sementara itu Muhammad yang juga berprofesi sebagai guru di SMA Hangtuah Tarakan,  menceritakan awal bagaimana sang istri menderita penyakit kanker usus

“Awal mula istri sakit perut lalu kami ke rumah sakit. Akhirnya rumah sakit nyatakan infeksi saluran kemih. Kami balik ke rumah, itu bulan Oktober 2023. Lalu kami ke Pertamedika di sana ada diperiksa, belum dapat hasil. Diagnosa ada enam kemungkinan penyakit, seingat saya pertama maag, kemudian, disangka hamil, lalu infeksi saluran kemih, batu empedu, tapi tidak ada mengarah ke kanker,” ujarnya.

Selang seminggu di Oktober pasca memeriksa, sang istri merasakan sakit luar biasa di bagian perut bawah dan diantarlah ke RSUD  dr.H.Jusuf Sk dan dibawa ke bagian poli ginjal. Karena dipikir kemungkinan mengalami sakit ginjal. Lalu setelah diperiksa dengan dokter ginjal, dilakukan diskusi  dengan dokter dari digestif. Dan dinyatakan diagnosis ada kanker dalam perut. 

Nugraha Putra, pasien kemoterapi di RSUD dr.H.Jusuf SK yang merupakan peserta BPJS Kesehatan.
Nugraha Putra, pasien kemoterapi di RSUD dr.H.Jusuf SK yang merupakan peserta BPJS Kesehatan. (TRIBUNKALTARA.COM/ ANDI PAUSIAH)

“Kalau istri saya didiagnosis kanker usus stadium dua. Dan sudah ditangani kemarin oleh dokter, sudah dioperasi dan dipotong dan jaminannya dokter kemarin tidak terjadi metastasis yang penting dijalani saran dokter, melakukan kemoterapi,” jelasnya.

 

(*)

Penulis: Andi Pausiah

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved