Berita Malinau Terkini

Satgas Pesat Solusi Ketergantungan Impor Beras di Malinau? Simak Selisih Kebutuhan Produksi Lokal

Satgas Pesat program besutan Malinau, digadang-gadang akan menjadi pionir kemandirian pangan lokal, Rabu (6/8/2025).

Penulis: Mohamad Supri | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM / MOHAMMAD SUPRI
KEBUTUHAN LOKAL – Lahan sawah dan hamparan padi di Malinau Kota, Kalimantan Utara. Satgas Pesat ditarget jawab ketergantungan impor beras di Malinau. (TRIBUNKALTARA.COM / MOHAMMAD SUPRI) 

TRIBUNKALTARA.COM, MALINAU - Satuan Tugas atau Satgas Pertanian Sehat (Pesat) program besutan Pemerintah Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara digadang-gadang akan menjadi pionir kemandirian pangan lokal, Rabu (6/8/2025).

Program ambisius di bawah binaan Dinas Pertanian Malinau telah diluncurkan tahun ini. Bentuknya serupa dengan program brigade pangan Kementerian Pertanian.

Petani atau mitra pemerintah yang direkrut khusus untuk pengerjaan lahan pertanian inilah yang disebut Satgas Pesat. Jumlahnya mencapai 98 orang di tiap kecamatan.

Satgas tak hanya fokus pada komoditas beras, termasuk jenis pangan lain di antaranya jagung dan cabai.

Baca juga: Lepas Calon Mahasiswa Politani Samarinda, Gubernur Pesan Bangun Pertanian Kaltara 

Meski diperlukan waktu dan bertahap, Satgas diharapkan mampu menjawab tantangan kemandirian pangan lokal.

"Saya kemarin telah melakukan penanaman perdana bersama dengan Satgas Pesat. Kita percaya bahwa produksi, lahan yang semakin optimal akan memberi dampak pada target yang akan kita capai," ungkap Bupati Malinau, Wempi W Mawa.

Menurutnya Pemerintah Daerah menggagas program ini setelah menata dengan baik hulu hingga hilirisasi produksi.

Pada sisi produksi, Satgas Pesat program Pemkab Malinau dan Brigade Pangan program Kementerian Pertanian dapat mendongkrak ketercukupan.

Di hilir, Perumda Intimung telah dipersiapkan menampung gabah petani dengan nilai jual Rp 7 ribu per kilogram.

"Memang ada banyak tantangan, iklim, cuaca hanya dengan target yang ada secara bertahap kita optimis terealisasi," katanya.

Keseriusan Pemkab Malinau terhadap program ini dapat dilihat dari alokasi anggaran yang cukup besar.

Tahun 2025, Rp 7 Miliar digelontorkan untuk membiayai program ini.

Lantas bagaimana ketercukupan beras dan seberapa besar impor beras di Malinau untuk mencukupi kebutuhan lokal?

Produksi Beras dan Ketergantungan Impor

Dinas Ketahanan Pangan Malinau mencatat angka konsumsi beras di Malinau tahun 2024 rata-rata mencapai 688 ton per bulan.

Data setahun terakhir menunjukkan tingkat konsumsi beras bervariasi. Pada momen hari besar keagamaan, konsumsi bisa tergerek lebih dari 700 ton per bulan.

Kebutuhan rumah tangga menyumbang konsumsi terbesar sekira 596,79-600 ton dan non rumah tangga 91,58 ton per bulan.

Tahun 2024, Data BPS Kaltara menunjukkan produksi beras Malinau berkisar di angka 4.549,24 ton per tahun. Atau jika diproyeksikan mencapai 379,10 ton per bulan.

Meski ada kenaikan dari segi jumlah produksi dibanding 2023, angka konsumsi atau kebutuhan juga semakin meningkat setiap tahun sehingga Malinau masih tergantung dengan beras impor.

Angka tersebut menunjukkan Malinau mengalami defisit produksi 309 ton beras setiap bulan jika hanya mengandalkan produksi beras lokal.

Produksi beras lokal hanya mampu menopang sekira 55 persen dari total kebutuhan riil masyarakat, baik rumah tangga maupun non rumah tangga.

Optimisme dari Hulu Produksi

Agustinus, petani sekaligus Ketua Kelompok Tani di Desa Semenggaris, Malinau Utara meyakini target ini bukanlah hal mustahil.

Dia yang juga merupakan anggota Satgas Pesat Malinau Utara mengaku pola pemerintah sudah tepat dengan mengintervensi hulu produksi lewat kemasan program khusus.

"Kalau kami di petani juga percaya ini bisa. Apalagi Bupati turun langsung untuk program ini. Kenapa pemerintah harus ada, karena kita di petani kadang minat bertani itu turun naik," katanya.

Agustinus mengilustrasikan bagaimana kondisi pandemi Covid-19 lalu adalah contoh sederhana produksi gabah bisa melejit.

Plusnya, dari sisi petani, keseriusan terhadap intervensi juga dapat mendongkrak kehidupan petani. Dari berpikir "cukup untuk makan" menjadi keseriusan di sisi komersil.

Baca juga: Tingkatkan Produktivitas Pertanian Lewat Perkebunan Agrokomples, Distan Harap Petani Panen Tiap Saat

"Seperti saya, petani, tapi puji Tuhan bisa biayai anak-anak sekolah kuliah. Sekarang harga di Perusda (Perumda) itu Rp 7 ribu. Intinya menghasilkan lah, bukan cuma buat makan, tapi serius buat cari duit," katanya.

Sama seperti Bupati, Agustinus mengakui beberapa sisi memang membutuhkan penanganan.

Cuaca hingga bencana yang tak bisa ditebak menjadi tantangan sektor pertanian di Malinau.

(*)

Penulis: Mohammad Supri

 

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved