“Belum disebutkan stadiumnya. Saya disarankan pemeriksaan lab kedua dan hasilnya kanker ganas atau Lymphoma Colli bahasa medisnya stadium satu.
Dan setelah pemeriksaan lagi, tanggal 25 Juni 2024 saya melakukan kemoterapi pertama. Itu cukup sakit dan saya syok, karena dimana-mana informasinya masuk kemoterapi ketiga rontok tapi ini kemoterapi pertama sudah rontok di minggu kedua,” akunya.
Yang semakin membuat ia berat menerima kondisi karena tanggal 20 Juli 2024 kemarin, ia mendapat informasi dalam grup yang di dalamnya semua adalah pasien kemoterapi.
Bahwa yang di-share dalam grup untuk kemoterapi di RSUD dr H Jusuf SK yang menggunakan BPJS diputus dan tidak dilanjutkan dikarenakan dokter onkologi dan hematologi tidak lagi bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Kabar ini cukup membuat kaget karena ada pemutusan sepihak dan ia mencoba berkonsultasi dengan pihak rumah sakit.
Oleh pihak rumah sakit menyarankan membuat surat pengaduan dan itu tidak dilakukannya karena menurutnya tidak akan ditanggapi.
Baca juga: Cerita Daman Lubis Pasien Cuci Darah di RSUD dr H Jusuf SK, Bersyukur Bisa Nginap di Rumah Singgah
“Saya coba berkomunikasi dengan Plt Direktur RSUD Pak Dokter Budi by chat, dibenarkan pihaknya memang ada pemutusan sepihak dari BPJS. Saya sendiri keberatan adanya pemutusan ini, ini sangat merugikan bagi kami pasien, kenapa dadakan dan tidak ada sosialisasi sebelumnya. Sedangkan saya di tanggal 25 Juli 2024 itu sudah harus kemoterapi yang kedua,” aku pria kelahiran Tarakan 27 Januari 1975 ini.
Dan sampai hari ini ia belum melakukan kemoterapi kedua.
Padahal keterangan dari dokter onkologi, jika kemoterapi terputus maka harus mulai dari nol lagi mulai dari kemoterapi pertama.
“Kasihan teman-teman yang sudah kemoterapi keenam atau ketujuh kalinya harus kembali ke kemo pertama cukup menyakitkan. Kemoterapi itu pascanya sangat gak enak bagi yang sudah merasakan. Saya harap pihak pemerintah termasuk Pemprov Kaltara cepat tanggapi hal ini karena ini menyangkut nyawa seseorang. Jangan sampai karena pemutusan sepihak BPJS ini ada lagi korban,” ujarnya.
Karena satu rekannya, Pak Joko yang juga pasien kemoterapi sudah lebih duluan meninggal dunia dan belum sempat kemoterapi.
Ia tak menampik, kematian seseorang menjadi takdir Tuhan namun ada istilah upaya sebagai manusia atau ikhtiar.
Ia melanjutkan, memang ada saran atau opsi melakukan kemoterapi keluar daerah di rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS untuk layanan ongkologi dan hematologi.
Namun ia keberatan.
Begitu juga rekan-rekannya.