Berita Tana Tidung Terkini

Masjid Diharapkan jadi Tempat Persinggahan Nyaman, Kemenag Tana Tidung Imbau Pengurus Lebih Terbuka

Belum lama ini kita dikabarkan dengan berita memilukan terkait penganiayaan yang terjadi di salah satu masjid yang ada di Indonesia.

Penulis: Rismayanti | Editor: M Purnomo Susanto
TribunKaltara.com/Rismayanti
BUKAN SEKEDAR RUMAH IBADAH - Suasana Masjid Agung At-Taqwa di Jalan Tanah Abang, Tideng Pale, Kecamatan Sesayap, Kabupaten Tana Tidung, Kaltara, Jumat (7/11/2025). Kemenag tegaskan masjib bukan hanya rumah ibadah tapi juga tempat singgah bagi musafir. (TribunKaltara.com/Rismayanti) 

TRIBUNKALTARA.COM, TANA TIDUNG - Belum lama ini kita dikabarkan dengan berita memilukan terkait penganiayaan yang terjadi di salah satu masjid yang ada di Indonesia.

Di mana peristiwa naas itu terjadi pada seorang mahasiswa yang sedang beristirahat di tempat yang biasa disebut sebagai Rumah Allah.

Bukannya mendapatkan kenyamanan dan ketenangan, mahasiswa itu justru mengalami nasib tragis akibat dianiaya hingga berakhir tak bernyawa.

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Tana Tidung, Hamzah, mengatakan masjid seharusnya bisa menjadi tempat singgah yang ramah bagi musafir dan masyarakat umum.

Baca juga: Pelaku Pencurian Uang di Kotak Amal Tarakan Ternyata Residivis, Aksinya Sempat Terekam CCTV Masjid

Menurutnya, masjid bukan hanya sekadar tempat ibadah, tetapi juga ruang persinggahan bagi siapa pun yang membutuhkan tempat beristirahat selama dalam perjalanan.

“Masjid itu tempat persinggahan orang mau istirahat, rumah ibadah siapa pun boleh masuk, tidak memandang agama. Yang penting tidak masuk ke area orang salat. Kalau di depan terasnya saja tidak masalah,” kata Hamzah kepada TribunKaltara.com, Jumat (7/11/2025).

Ia mencontohkan beberapa masjid di daerah lain, seperti di Samarinda, yang dibuka selama 24 jam dan dilengkapi dengan fasilitas umum yang memadai bagi para pengunjung.

“Ke depan kita ingin masjid itu dibuat seperti rest area, ada tempat duduk untuk istirahat dan WC yang bagus. Di Samarinda ada masjid buka 24 jam, di sana bagus, orang bisa istirahat, dan ternyata incomenya juga banyak. Kotak amalnya penuh, dan hasilnya digunakan untuk memperbaiki fasilitas masjid,” jelasnya.

Hamzah mengakui bahwa sebagian masyarakat masih belum memahami konsep keterbukaan masjid terhadap musafir.

Ia menyoroti kebiasaan sebagian pengurus yang justru mengunci pintu masjid, yang terkadang membuat musafir kesulitan beristirahat.

“Mungkin mereka belum memahami itu, tapi memang kalau soal kunci pintu agak serba salah juga. Karena kalau tidak dikunci, banyak yang masuk dan bisa saja ada pencuri. Tapi sebaiknya teras masjid itu dibuatkan kanopi yang bagus agar tetap bisa digunakan untuk istirahat,” ungkapnya.

Ia juga berharap agar pengurus masjid bisa lebih aktif menjaga dan mengawasi lingkungan masjid, terutama saat ada warga yang datang untuk beribadah atau beristirahat.

Baca juga: Tahun Depan Dishub Tana Tidung Targetkan Pemasangan PJU dari Masjid Al Jihad - Simpang Sesayap Selor

“Kita harapkan pengurus masjid itu minimal tinggal di dekat masjid, jadi kalau ada orang mau salat atau istirahat bisa diawasi. Jangan sampai ada yang diusir, apalagi musafir. Kita tidak tahu perjalanannya jauh, dia cuma mau istirahat atau buang air kecil saja,” katanya.

Hamzah menegaskan secara prinsip, tindakan menolak atau mengusir musafir dari area masjid tidak dibenarkan, sebaliknya masjid harus menjadi tempat yang terbuka, teduh, dan menenangkan bagi siapa pun yang datang.

“Masjid seharusnya jadi tempat yang meneduhkan, bukan menakutkan. Kalau ada musafir datang, justru kita sambut, karena bisa jadi kehadirannya membawa berkah,” pungkasnya.

(*)

Penulis : Rismayanti 

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved