Kualitas Rumput Laut Nunukan Menurun, DLH Sebut Tidak Ada Bukti Pencemaran Limbah Industri
Dugaan pencemaran limbah industri yang menyebabkan kualitas rumput laut menurun, kini dibatnah Dinas Lingkungan Hidup ( DLH ) Nunukan.
TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Dugaan pencemaran limbah industri yang menyebabkan kualitas rumput laut menurun, kini dibatnah Dinas Lingkungan Hidup ( DLH ) Nunukan.
Sebelumnya, informasi yang dihimpun dari petani rumput laut Nunukan, mengaku produksi rumput laut mereka terserang penyakit 'ais-ais'.
Koordinator rumput laut Nunukan, Habir menduga penyakit 'ais-ais' itu berasal dari limbah industri yang dibuang ke laut.
Terkait dugaan tersebut, DLH Nunukan membantah adanya limbah industri di laut Nunukan.
Kabid Penataan Hukum dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan, DLH Nunukan, Ahmad Musaffar, mengatakan pihaknya sudah mengambil sampel air laut belum lama ini.
Baca juga: Budidaya Rumput Laut Pakai Botol Plastik, Dinas Perikanan Nunukan Akui Tak Ada Sanksi, Ini Solusinya
Baca juga: Dinas Kelautan dan Perikanan Nunukan Beberkan Penyebab Menurunnya Kualitas Rumput Laut Petani
Baca juga: Kualitas Rumput Laut Nunukan Menurun, Diduga Terserang Hama Akibat Limbah Industri di Laut
"Sudah diuji sampel air laut Nunukan, di Laboratorium Baristand Samarinda," kata Ahmad kepada TribunKaltara.com, saat dihubungi melalui telepon seluler, Rabu (14/10/2020).
Menurut Ahmad Musaffar, hasil uji laboratorium hanya terkait kadar oksigen, PH air, dan timbal, sehingga pihaknya harus koordinasi dengan Dinas Perikanan Nunukan lebih dahulu.
"Kami belum bisa katakan itu limbah industri. Rencana kami mau bahas dengan Dinas Perikanan dulu untuk perdalam kesimpulan," ucap Ahmad Musaffar.
Bagi DLH, untuk membuktikan adanya penurunan kualitas rumput laut, pihaknya harus mengetahui parameter yang digunakan.
"Dinas Perikanan yang lebih paham budidaya rumput laut. Kami hanya parameter umum saja, seperti, air ini tercemar ringan, sedang, atau berat," ujar Ahmad.
Perihal dugaan limbah industri, Ahmad mengatakan, belum ada bukti permulaan yang kuat.
"Kita tidak bisa bilang ini limbah industri, karena di laut kompleks sekali permalasahanya.
Harus ada bukti permulaan. Di perairan Nunukan ada banyak industri," terang Ahmad.
Dia menyayangkan, laporan kepada pihaknya tidak disertai bukti yang kuat.
"Harus ada foto, lokasinya dimana. Jangan dua minggu setelah kejadian baru melapor. Kondisi perairan sudah pasti berubah. Seperti air pasang, aktivitas kapal, dan masyarakat pinggiran," ungkap Ahmad.
Dia menyampaikan, pihaknya segera ambil tindakan apabila ternyata ada temuan limbah mencemari laut.
"Tidak ada bukti siapa yang buang limbah.
Jadi berupa surat imbauan kepada perusahaan, masyarakat di pinggiran, termasuk pembudidaya dan pemukat rumput laut.
Bisa jadi limbah oli di laut dari mereka yang pakai perahu," tambah Ahmad Musaffar.
Dugaan limbah industri
Penyakit 'ais-ais' merupakan jenis hama yang dapat menyerang budidaya rumput laut hingga sebabkan kualitas rumput laut menurun.
Habir, Koordinator Petani Rumput Laut Nunukan mengatakan kualitas rumput laut saat ini menurun.
Hal ini disebabkan, adanya penyakit 'ais-ais'. Diduga penyakit ini berasal dari limbah industri di laut.
"Ini baru dugaan. Karena menurut teman-teman petani rumput laut, hasil panen rumput laut mereka seperti berminyak," kata Habir kepada TribunKaltara.com, melalui telepon seluler, Minggu (11/10/2020), pukul 22.30 Wita.
• Luna Syantik Seorang Transgender di Tarakan Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja, Luna Sebut Mau Menghibur
• Hati-hati Ketahuan Tidak Pakai Masker di Malinau, Disuruh Menghapal Pancasila dan Push up
• BREAKING NEWS- Massa Aksi Turun Gunung Lagi, Bakal Konvoi ke Gedung DPRD Tarakan
Habir mengaku, bulan lalu, harga rumput laut sekira Rp 10 ribu, sedangkan sekarang, berkurang menjadi Rp 9 ribu.
Bahkan, ada yang Rp 8 ribu, tergantung kualitas rumput laut.
Terpisah, seorang petani rumput laut, Tanwir (50), mengatakan sudah setengah tahun hasil panen rumput lautnya terkena hama.
"Hamanya bisa tiram, ada juga yang putih-putih (penyakit 'Ais-ais'). Otomatis, kualitas panen menurun," ujar Tanwir saat ditemui di jalan Lingkar, Nunukan.
Menurut Tanwir, dugaan sementara hama (penyakit 'Ais-ais') berasal dari limbah industri di laut.
"Saat hasil panen rumput laut banyak kena putih-putih, maka ketika kena angin bisa langsung jatuh. Mati bibit kalau kena penyakit seperti itu," ucap Tanwir.
• Alex Marquez Berhasil Naik Podium, Adik Marc Marquez Langsung Pasang Target Penting di MotoGP
• Anak Sultan Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja Omnibus Law, Begini Penampilan Outpitnya
Tanwir mengaku, akibat hama yang terus menyerang rumput lautnya, waktu yang dibutuhkan untuk proses panen menjadi tidak normal.
"Karena banyak penyakit, jadi panen tidak sampai 40 hari. Sekarang, 32 hari saja langsung kita ambil dari laut. Suka tidak suka, daripada kena penyakit. Akhirnya, jelinya tidak memuaskan," terang Tanwir.
Tidak hanya itu, cuaca yang tidak menentu, membuat hasil panen rumput laut jadi menurun.
"Kalau cuaca hujan seperti sekarang ini, pengeringan rumput laut bisa sampai satu minggu. Kalau cuaca panas, hanya tiga hari saja," ungkapnya.
( TribunKaltara.com/ Febrianus Felis )
(*)
Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com
Follow Twitter TribunKaltara.com
Follow Instagram tribun_kaltara
Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official