Berita Tarakan Terkini
Kasus Covid-19 di India Melonjak, Anggota DPD RI Ini Imbau Warga Tak Mudik Dulu
Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri menilai peniadaan mudik yang dikeluarkan pemerintah sebagai upaya menekan angka pertambahan konfirmasi posit
Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM, TARAKAN -Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri menilai peniadaan mudik yang dikeluarkan pemerintah sebagai upaya menekan angka pertambahan konfirmasi positif Covid-19.
Diberitakan sebelumnya, India melaporkan 346.786 kasus infeksi harian pada Sabtu (24/4/2021). Itu rekor kasus harian tertinggi dunia dalam tiga hari berturut-turut. Negara India mencatat hampir satu juta kasus infeksi dalam tiga hari.
Berkaca dari pengalaman yang dialami India, Hasan Basri mengimbau warga untuk mematuhi kebijakan yang diterapkan pemerintah. Yakni SE Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik 6-17 Mei 2021 Selama Masa Pandemi Covid-19.
Baca juga: Larangan Mudik, Kendraan Plat KU Diperbolehkan Masuk Kaltara, Untuk Plat Lain Berikut Ketentuannya
"Perdana Menteri Inggris seharusnya ke sana ke India. Tapi tidak bisa ke sana karena kasusnya melonjak," beber Hasan Basri kepada TribunKaltara.com.
Ia melanjutkan, kasus di India melonjak karena adanya penemuan-penemuan baru dari mutasi virus Covid-19.
" Sehingga untuk menghindari ini, Bapak Jokowi membuat kebijakan baik untuk negeri ini. Mudah-mudahan bermanfaat," urainya.
Meski lanjutnya, banyak daerah yang 'menjerit' karena kebijakan baru ini. Seperti Jawa Tengah dan Surabaya.
Baca juga: Kunjungi Bunker, Wali Kota Tarakan Tertarik Buat Cafe, Khairul: Tidak Mengubah Cagar Budaya Itu
" Banyak juga daerah yang sedikit menjerit karena rencana kebijakan ini. Surabaya bupatinya banyak pusing. Informasinya supir supir mau demo di sana. Padahal tujuannya pemerintah buat aturan bukan sembarangan melainkan untuk kepentingan umat," bebernya.
Meski demikian masih ada kebijakan pengucualian bagi wilayah yang masuk aglomerasi. Seperti Jabodetabek tidak perlu menerapkan surat izin keterangan masuk (SIKM).
"Tapi kalau misalnya antarprovinsi dia perlu SIKM. Tujuannya sendiri bagaiamna penyebaran Covid-19 bisa diputus. Kita ketahui bersama ada negara yang melonjak angka positifnya," urai Hasan Basri.
Baca juga: Sebelum Lebaran, Pencairan BLT Rp 300 Ribu di Desa Malinau Rampung , Ada 573 KK yang Terdaftar
Lebih jauh ia menjelaskan untuk wilayah aglomerasi, model perjalanannya berada di dalam wilayah provinsi. Sehingga tidak diperlukan tersebut tidak perlu peraturan seperti dikeluarkan Pemda Jakarta yakni SIKM.
"Jadi kalau dia dari Kaltara mau ke Provinsi Kaltim, ataupun provinsi lainnya seperti DKI Jakarta ataupun Jawa Timur, maka mereka perlu SIKM. Nah kalau dalam perjalanan lokal tidak perlu ada SIKM. Kalau dari Bulungan ke Tarakan tidak perlu SIKM," pungkasnya.
(*)
Penulis: Andi Pausiah