Breaking News

Berita Tarakan Terkini

Bahas 3 Kakak Beradik tak Naik Kelas, KPAI Lakukan Pertemuan Bersama Disdik dan SDN 051 Tarakan

Bahas 3 kakak beradik tak naik kelas, KPAI lakukan pertemuan bersama Disdik dan SDN 051 Tarakan.

Penulis: Andi Pausiah | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH
Kegiatan pertemuan KPAI bersama LPMP Kaltara dan Disdikbud Tarakan serta Kepala SDN 051 Tarakan, Selasa (23/11/2021). TRIBUNKALTARA.COM/ANDI PAUSIAH 

Pada saat berjalannya PTUN, ibu wali kelas yang menjadi saksi termasuk pihaknya semua hadir.

Saksi ahli dihadirkan dari kedua pihak.

Saksi ahli dari pihak Disdik yakni Dekan Fakultas Hukum, Yahya Ahmad Zein.

“Termasuk dari bagian Bimas Kristen hadir membantu karena di bawah binaan mereka. Lalu pada saat putusan keluar dalam hal ini SDN 051 Tarakan selaku tergugat kalah. Lalu muncul pernyataan dari KPAI Bu Retno bahwa anak ini tidak naik kelas karena agama. Dan saya klarifikasi bahwa kenaikan kelas, bukan karena agama,” tegasnya.

Di sinilah ia ingin meluruskan bahwa ketidaknaikan kelas pelajar tersebut bukan karena agama melainkan karena tidak mengikuti tatib yang diberlakukan.

Salah satu tatib yang diberlakukan dalam sekolah yakni setiap sebelum memulai pembelajaran ada membaca doa dan menyanyikan lagu kebangsaan.

“Dan itu tidak mau dilakukan. Kami sudah bina dan kami sampaikan bahwa itu menyangkut nilai kewarganegaraan untuk menyanyikan lagu kebangsaan ini. Namun tetap tidak mau, bahkan ada bukti kami anak itu mengirimkan lewat WA kalau menyanyikan lagu nasional hati nuraninya terganggu,” jelasnya.

Baca juga: Jadwal Speedboat Kaltara, Rute Malinau ke Tarakan Selasa 23 November 2021, Harga Tiket Rp 250 Ribu

Menurutnya secara psikologis, dengan usia setingkat SD ini tentu bukanlah bahasa yang umum dikeluarkan seorang anak.

Kemudian selanjutnya, PTUN pertama, ketidaknaikan kelas anak-anak tersebut tidak berpengaruh terhadap pemberhentian.

Ketiga anak tetap bersekolah karena saat PTUN berjalan, ada keputusan sela yang disampaikan oleh PTUN.

“Bahwa anak harus tetap sekolah, anak tetap belajar. Walaupun proses hukum berjalan. Akhirnya pada saat mereka pelapor menang dan keputusannya, mencabut pemberhentian anak sekolah,” ujarnya.

Namun dalam hal ini pihak sekolah tak bisa menaikkan kelas karena nilai mata pelajaran Olahraga pada saat itu nol karena tidak mau ikut dalam mata pelajaran olahraga.

“Nilai kewarganegaraan tidak tuntas. Dan nilai agama tidak tuntas. Dan pada saat itu kami anggap selesai, karena tidak naik kelas. Sehingga di sini juga kami klarifikasi, kami tegaskan terkait munculnya bahasa intoleran. Itu semua tidak betul,” tegasnya.

Lalu lanjutnya lagi, proses kembali berjalan.

Pihak sekolah kembali melakukan mediasi.

Dalam hal ini sekolah menawarkan pembelajaran agama tapi orangtua saat itu hanya menjawab pikir-pikir dahulu.

“Sampailah satu tahun ketiga anak ini tidak dapat nilai Agama, kosong, karena tidak mengikuti proses sama sekali. Permendikbud Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pasal 32 Ayat 1 Tentang Kurikulum,” jelasnya.

Baca juga: Jadwal dan Tarif Speedboat Rute Tana Tidung-Tarakan Selasa 23 November 2021

Dalam hal itu ia menjelaskan bahwa, jika tawaran tersebut jika memang diperuntukkan mengakomodir agama, satu permintaan pihaknya.

“Kalau memang keyakinan mereka ingin diakui, dalam hal ini diketahui pengakuan orangtua penganut Saksi-saksi Yehuwa, maka harus keluar dulu dari Agama Kristen. Lalu kemudian membuat agama sendiri. Selama mereka berada dalam binaan Agama Kristen, harusnya mengikuti kurikulum yang diberlakukan pemerintah,” jelasnya.

Ia dalam hal ini ingin mengcounter berita yang sudah telanjur beredar tanpa konfirmasi bahwa diduga pihak SD melakukan intoleransi.

“Intoleransi dari mana? Kami sudah memberikan jalan. Bahkan dua minggu solusi diberikan Kepala Disdik yakni anak ini bisa naik kelas, solusinya belajar dua minggu dengan guru agama kemudian diberikan ujian,” jelas Kamal.

Ia melanjutkan, itu adalah solusi terbaik dengan tawaran hanya dua minggu syarat siswa tersebut mengikuti pelajaran agama dan nanti akan diberikan penilaian agar memenuhi syarat kenaikan kelas.

“Hanya dua minggu anaknya diminta mengikuti pelajaran ke guru agama, lalu ujian dan bisa naik kelas. Pada saat itu mereka pikir-pikir lagi. Lalu kami menunggu jawaban mereka yang justru muncul adalah gugatan yang dilayangkan PTUN kedua,” jelasnya.

Gugatan ini muncul setelah diberikan solusi. Lalu fakta terakhir jika menyangkut keyakinan Saksi-sakssi Yehowa.

Ia melanjutkan di Tarakan juga ada juga penganutnya.

Dan ia melakukan pendalaman, di sekolah lainnya, mereka bisa mengikuti pelajaran Agama Kristen.

“Saya berbicara dengan susternya di SD Saverius misalnya, mereka mengikuti pelajaran Agama Kristen. Mereka hormat, ikuti upacara bendera, menyanyikan lagu kebangsaan. Tapi kenapa hanya di SDN 051 Tarakan yang dipersoalkan,” jelasnya.

Ia meminta agar jangan sampai masyarakat hanya mengetahui satu pihak saja.

Dan terkesan seolah SDN 051 Tarakan melakukan diskriminasi keyakinan yang dianut.

Baca juga: Pemkot MoU dengan Pertamina EP Tarakan Field, Komitmen Tangani Bencana Kebakaran di Tarakan

Sehingga lanjutnya, hari ini pertemuan KPAI dengan sekolah dan Disdikbud Tarakan, apapun solusinya yang diambil, diharapkan bisa menyelamatkan anak.

“Namun bukan berarti kami berjalan tanpa dasar hukum. Dasar hukum itulah yang membuat kami bekerja seperti saat ini. Kami juga hadir untuk negara,” ucapnya.

Lanjutnya lagi, pada PTUN saat ini yang kedua pihaknya kembali dikalahkan penggugat.

Namun dalam hal ini lanjutnya ada kejanggalan untuk gugatan kedua tersebut.

“Saya juga berlatar hukum, kejanggalan saya nilai putusan PTUN menyatakan memerintahkan kepada kepala sekolah membatalkan raport, menerbitkan raport baru dan memberikan nilai agama untuk kenaikan kelas,” kutipnya.

Ini menurut pemahamannya, jika ini sampai dijalankan, maka pihak SDN 051 Tarakan berpotensi besar dituntut pidana.

Alasannya beber Kamal,karena memberi nilai tanpa proses adalah rekayasa.

“Sehingga kami banding. Dan saat kami banding, kami di Tarakan menang. Ketika kita menang banding seharusnya dikaji ada apa dengan putusan PTUN, kalau memang putusan PTUN mereka menang seharusnya banding juga mereka tetap menang,” jelasnya.

Hari ini juga lanjutnya, melanjutkan proses kasasi, dan saat proses kasasi sedang berjalan, pihak mereka kembali menuntut dengan objek PTUN yang sama.

Baca juga: Temukan Laporan Pengecer Jual LPG 3 Kg Tembus Rp 100 Ribu, Disdagkop Tarakan Sidak dan Tertibkan

“Setahu saya dengan objek yang sama hakim bisa membatalkan. Karena kemarin di banding, kami sudah menang. Tapi ini tetap berproses. Ada apa ini. Makanya kami tetap sepakat menyelamatkan anak tapi proses hukum tetap kami akan hadapi. Karena kita berjalan di negara yang berdasarkan aturan hukum,” pungkasnya. (*)

Penulis: Andi Pausiah

Sumber: Tribun Kaltara
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved