Berita Tarakan Terkini
PROFIL Yahya Ahmad Zein, Guru Besar Termuda Universitas Borneo Tarakan, Jabat Dekan Fakultas Hukum
Simak Profil Yahya Ahmad Zein, yang belum lama ini jadi Guru Besar termuda di Universitas Borneo Tarakan
Penulis: Andi Pausiah | Editor: Amiruddin
“Di dalamnya banyak ahli dan pakar Hukum Tata Negara. Kemarin pada saat mengucapkan selamat di grup APHTN, ada salah seorang di antaranya yakni Prof. Juanda mengatakan ini muda sekali untuk bisa sampai ke tahapan itu.
Karena memang artikel yang ditulis itu, seluruh jurnal sebelum masuk pengajuan di Kementerian, itu harus direkomendasikan guru besar yang satu bidang,” ujarnya.
Dan saat itu dua orang guru besar yang merekomendasikan dirinya pertama, Prof. Fauzan dari Universitas Jenderal Sudirman dan Prof. Galang dari Universitas Mataram di Lombok.
“Karena memang bidangnya masing-masing. Makanya saya sampaikan tahapannya lumayan panjang.
Makanya bisa sebelum satu tahun itu keluar, itu waktu yang banyak orang bilang ini keberuntungan,” ujarnya.
Ia meraih gelar profesor dan sebagai guru besar di usia 43 tahun. Normalnya bisa mendapat gelar tersebut, sebenarnya bermacam-macam. Namun untuk yang kurang dari setahun diakuinya sedikit alias sangat jarang. Salah satunya seperti Yahya.
“Itu informasi saya dapatkan. Relatif mungkin saya dikatakan lebih muda di usia saya. Bahkan satu angkatan saat ini masih menuju ke tahapan Lektor Kepala. Karena memang proses pengajuan guru besar ini ada tahapannya panjang, evaluasi termasuk saya sempat terhenti karena ada beberapa perspektif berbeda akhirnya saya meminta dilakukan audiensi dengan tim PAK ada lima orang professor saat itu,” urainya.
Setelah audiensi, akhirnya mereka bisa memahami perpsektif yang dimaksudkan olehnya dan akhirnya bisa diterima. Dalam proses pengajuan, ia melakukan penelitan dan fokusnya sediri pada bidang wilayah perbatasan.
“Makanya saya Guru Besar untuk bidang ilmu Hukum Tata Negara yang spesifik perbatasan tapi secara umum masuk ke rumpun Hukum Tata Negara.
Dari awal memang saya banyak meneliti soal perbatasan termasuk salah satu buku sudah saya terbitkan judulnya Hak Warga Negara di Wilayah Perbatasan memang bicara khusus soal perbatasan,” urainya.
Baca juga: Rektor UBT Prof Adri Patton Buka Kegiatan Lokakarya Program Kemitraan Pendidikan, Tekankan Hal Ini
Ia mengakui kurang lebih ada 10 buku yang sudah berhasil ia tulis sampai saat ini. Dan saat ini yang akan terbit ada dua bahasa berjudul Hukum Perbatasan dan ini ia berharap akan menjadi bahan ajar pertama di Indonesia yang berbicara persoalan hukum perbatasan.
“Karena kita di Fakultas Hukum ini itu yang menjadi ciri khas kita dan itu yang membedakan UBT dengan perguruan tinggi lainnya.
Maka obsesi itulah yang kemudian seluruh dosen kami arahkan untuk aspek-aspek hukum perbatasan,” urainya.
Karena berbicara perbatasan, banyak kajiannya. Di Hukum Tata Negara lanjutnya tentu saja berbicara soal kewenangan, bagaimana Undang-Undang Wilayah Negara, dan bagaimana hukum di perbatasan.
“Saya kira ini menjadi hal pertama di Indonesia. Ada Perguruan Tinggi yang mengkaji khusus mengenai hukum perbatasan ini,” ujarnya.