Berita Nunukan Terkini

Perjuangan Ibu di Nunukan Demi Suami dan 3 Anak yang Sakit, 20 Tahun Marniun Kerja jadi Pemecah Batu

Perjuangan ibu di Nunukan demi Suami dan 3 anak yang sedang sakit, 20 tahun Marniun kerja jadi pemecah batu.

Penulis: Febrianus Felis | Editor: M Purnomo Susanto
TRIBUNKALTARA.COM / FEBRIANUS FELIS
Marniun (76) warga Sei Fatimah, Desa Binusan, Kabupaten Nunukan yang bekerja sebagai pemecah batu selama 20 tahun. 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Marniun (76) warga Sei Fatimah, Desa Binusan, Kabupaten Nunukan yang bekerja sebagai pemecah batu selama 20 tahun.

Wajahnya yang sudah keriput dengan sisa tenaga yang masih ada, Marniun tetap gigih mencari nafkah sebagai pemecah batu demi menghidupi ketiga anak dan suaminya.

Marniun tinggal bersama tiga anaknya yang menderita sakit kejiwaan dan lumpuh selama belasan tahun. Sementara sang suami mengidap asma sudah cukup lama.

"Kalaupun hujan tetap kerja. Kalau tidak bagaimana mau dapat uang. Kita tidak bisa berharap sama orang," kata Marniun kepada TribunKaltara.com, Sabtu (03/09/2022), pukul 15.00 Wita.

Baca juga: Beli Mobil Xenia di Facebook, Seorang Warga Nunukan Kena Tipu Rp 142 Juta dan BPKB Palsu

Marniun bersama sang suami dan Rusli anak pertamanya.
Marniun bersama sang suami dan Rusli anak pertamanya. (TRIBUNKALTARA.COM / FEBRIANUS FELIS)

Marniun mengatakan setiap pagi dirinya harus bangun pukul 04.00 Wita untuk menyiapkan sarapan sekaligus makan siang, lanjut menyapu rumah, kumpulkan kayu, sebelum berangkat kerja pukul 08.00 Wita.

Agar sampai ke tempat kerjanya itu, Marniun harus berjalan kaki sekira 1 Km.

"Kalau sudah dapat banyak batu (batu yang dipecahkan) pukul 16.00 Wita saya pulang rumah. Sampai di rumah masak untuk makan malam, menyapu rumah, dan ambil air di sumur," ucapnya.

Untuk kebutuhan masak, Marniun menggunakan kayu bakar yang dia kumpulkan dari ranting-ranting pepohonan sekitar rumah.

Sementara kebutuhan air bersih, Marniun mengandalkan air hujan yang dia tampung.

"Kalau musim kemarau, saya ambil air di sumur pakai jerigen ukuran 5 liter," ujarnya.

Marniun baru diberikan upah oleh pengumpul setelah berhasil mengumpulkan pecahan batu jenis split hingga 1 rit mobil pickup.

Uang yang ia terima dari menjual 1 rit batu itu kepada para pengumpul sebesar Rp600.000.

"Usia sudah tua seperti ini mau kerja apalagi. Saya pakai palu (bobot 2 Kg) untuk pecahkan batu. Butuh waktu dua minggu baru terkumpul 1 rit batu," tuturnya.

Marniun tak pernah mengeluh dengan situasi kehidupan yang ia jalani bersama keluarga kecilnya.

Ia harus mengantikan posisi anak dan suaminya sebagai pemecah batu, lantaran 19 tahun yang lalu atau tepatnya pada 2003, anak laki-laki pertamanya bernama Rusli itu mengalami gangguan kejiwaan.

Sementara sang suami mengidap asma sejak 2010. Sedangkan Ruslan anak laki-laki kedua dari Marniun sebelumnya bekerja sebagai seorang nelayan.

Namun kini tak bisa berbuat apa-apa setelah didiagnosa dokter mengidap kanker tulang sejak akhir 2019.

"Anak ketiga saya namanya Ramli. Dia juga punya masalah kejiwaan jadi tidak bisa kerja," ungkapnya.

Dengan penghasilan yang pas-pasan dari tukang pemecah batu, Marniun terkadang mendatangi beberapa toko
yang dia kenal pemiliknya untuk mengutang sembako.

Baca juga: Bupati Nunukan Pesan Kepala Sekolah Jangan Gaptek, Asmin Laura: Cepat atau Lambat Akan Tersingkir

"Kalau batu saya belum bisa terjual, saya biasa utang minyak goreng dan beras di toko yang saya kenal. Begitu sudah ada uang saya langsung bayar," imbuhnya.

Marniun hanya berharap suami dan ketiga anaknya bisa pulih dari penyakitnya.

"Saya hanya berharap kepada Allah, agar suami dan anak-anak saya bisa segera sembuh," imbuhnya.

Penulis: Febrianus Felis

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved