Berita Tarakan Terkini

Abdullah Petambak Tarakan Ngaku Jual Udang di Pos Pembelian, Minta Pemerintah Hadirkan Kompetitor

Harga udang anjlok, petambak di Tarakan mendesak Pemprov Kaltara dan Pemkot Tarakan bertanggung jawab dengan ketidakstabilan harga jual udang.

Penulis: Andi Pausiah | Editor: Junisah
TRIBUNKALTARA.COM/ ANDI PAUSIAH
Abdullah, Perwakilan Petambak Tarakan Timur Kota Tarakan, Kalimantan Utara. 

Kembali dikonfirmasi, lantas apakah Perumda semisal membuat cold storage tidak bisa disebut sebagai kompetitor? Abdullah menjelaskan perumda juga dilu dikabarkan akan membuat terobosan membeli langsung udang dari petambak.

“Tapi sarana dan prasarananya tidak ada. Biaya untuk membangun cold storage kalau mau dihitung itu hampir Rp 30 miliar. Bagaimana nanti dengan pembeliannya, pembayarannya dengan petambak, ini kan abu-abu sekali solusi yang ditawarkan perumda. Menyangsikan. Makanya petambak menuntut komitmen pemkot seperti apa solusinya kepada kami petambak. Kami tidak butuh itu naik karena kita tahu pasaran dunia goyang,” ujarnya.

Namun lanjutnya pasti ada mekanisme yang bisa ditempuh pemerintah lanjutnya salah satunya memberikan subsidi dan membantu perusahaan atau membuat cold storage.

“Karena kita masyarakat petambak tahunya harga udang stabil, dengan pertimbangan biaya produksi tinggi kami setengah mati. Panen kita 1 ton hanya dapat Rp 40 juta, sedangkan biaya operasional tinggi. Gaji anggota, makan, biaya keluar masuk, BBM,” ujarnya.

Baca juga: Petambak Tarakan Turun Aksi Suarakan Tuntutan, Minta Pemerintah dan Cold Storage Naikkan Harga Udang

Selanjutnya menyoal pembentukan satgas pengawasan, ini juga menjadi usulan pihaknya agar DKUKMP Tarakan membentuk Satgas. Jika perlu dilakukan tera karena yang dikeluhkan perusahaan cold storage bahwa di tingkat pos diduga ada permainan.

“Istilah udang metal, udang perncampuran. Ini kemudian dikeluhkan. Padahal solusinya paling gampang, buat saja SOP ketentuan dari perusahaan untuk mengambil udang sesuai size. Agar tidak kami yang petambak terkena dampak langsung. Sebenarnya ada permainan di antara cold storage dan pos ini yang kemudian kita jernihkan supaya harga yang jatuh di petambak harga relistis, dijelaskan detail kondisi pasar kita paham hukum pasar, perdagangan itu naik turun betul,” jelasnya.

Selanjutnya, keinginan petambak, satgas nanti jika sudah dibentuk agar turun ke lapangan, melakukan tera timbangan mengontrol langsung. Kemudian begitu juga regulasi tetap dituntut menghadirkan investor, memfasilitasi ekspor impor.

“Saya rasa pemerintah sudah mengantongi semua. Dari 2017 kita sudah bereaksi persoalan ini tapi solusinya masih ngambang. Berapada kali berdebat dengan wali kota dan gubernur, lagi-lagi surat perjanjian saja yang didapat. Makanya kami akan kawal terus dan akan tetap berjuang sampai apa yang menjadi tujuan kami bisa tercapai,” jelasnya.

Ia menambahkan, secara nominal yang diinginkan petambak, kemarin sempat ada kesepakatan yang coba dibangun saat dialog pertama di Gedung Serbaguna Pemkot Tarakan.

Bahwa untuk size 20 dinaikkan Rp 15 ribu dan untuk size di bawahnya dinaikkan Rp 10 ribu. Memang saat itu naik dan masyarakat petambak sudah bisa menerima di harga tersebut.

Baca juga: BREAKING NEWS Ratusan Mahasiswa dan Petambak di Tarakan Demo Harga Udang

“Namun ternyata setelah selesai pertemuan, belum sampai kami di rumah, turun harga komisi udang. Padahal sebenarnya komisi itu satu saja dengan harga pokok. Maunya kita sewajarnya dengan kondisi pasar. Sebelum anjloknya harga udang di kisaran Rp 175 ribu per kg size 20 udang windu. Sekarang Rp 135 ribu per kg. Ini yang dijualkan ke pos,” jelasnya.

Sebenarnya, dari pihak cold storage menawarkan dan petambak bisa menjual langsung. Namun kembali lagi seperti penjelasan sebelumnya, ada batasan perjanjian dengan pos yang mengikat.

“Dan tidak bisa kita langgar. Saya juga bercerita dengan pos kemarin, ada oknum yang kemudian mempengaruhi harga udang itu. Karena selama ini kita bangun memang dari pihak pos pembelian yang membantu secara finansial. Kami punya keterikatan,” ujarnya.

Produk panen tambak saat ini juga diakuinya mengalami penurunan. Alasan penurunannya karena kualitas bibit salah satunya.

“Sekarang sudah tidak bisa tembus tiga bulan, kadang 1,5 bulan atau 2,5 bulan sudah sakit. Kalau dipaksakan panen, sizenya kecil. Ini kemudian jadi konsen kami dengan teman petambak supaya ada kestabilan harga itu,” pungkasnya.

(*)

Penulis: Andi Pausiah

Sumber: Tribun Kaltara
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved