Opini

Satu Data dari Tana Tidung

Hiruk pikuk tentang data stunting, pengetasan kemiskinan ekstrem, hingga isu Pemilu 2024 sedang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini.

Penulis: Rismayanti | Editor: Sumarsono
HO
Stevanus Ronaldo, S.Tr. Stat, Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Tana Tidung 

Oleh: Stevanus Ronaldo, S.Tr. Stat, Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Tana Tidung

TRIBUNKALTARA.COM - Hiruk pikuk tentang data stunting, pengetasan kemiskinan ekstrem, hingga isu Pemilu 2024 sedang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini.

Televisi nasional, surat kabar hingga instruksi pusat ke daerah tak palang tanggung membahas isu-isu tersebut sebagai penanganan prioritas pertama.

Tidak hanya di level pemerintahan yang berisi kaum birokrat, isu ini bahkan bergerak secara liar di lingkup kaum proletar yang tidak mengambil bagian jabatan dalam sistem pemerintahan secara langsung.

Isu liar yang dilontarkan tak jauh dari keresahan dan kebingungan masyarakat yang kurang puas dengan klarifikasi ataupun pernyataan yang dilontarkan oleh pejabat -pejabat terkait.

Belum lagi jika ada dua data berbeda yang disampaikan oleh dua atau lebih instansi pemerintahan.

Semua pihak pasti akan kebingungan, dan dibuat berdebat liar di sosmed hingga dunia nyata.

Permasalahan perbedaan data ini pada dasarnya harus diperbaiki dan diakhiri sesegera mungkin.

Solusi sebenarnya sudah diberikan oleh pemerintah dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Program Satu Data Indonesia (Perpres SDI) pada 12 Juni 2019. 

Dalam Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa Program Satu Data Indonesia adalah kebijakan tata Kelola Data Pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, mudah diakses dan dibagipakaikan antar Instansi Pusat dan Instansi Daerah melalui pemenuhan Standar Data, Metadata, Interoperabilitas Data, dan menggunakan Kode Referensi dan Data Induk.

Baca juga: BPS Tana Tidung Ajak Masyarakat Desa Cinta Statistik, Perkuat Sistem Satu Data Indonesia

Dengan adanya dasar hukum ini seharusnya sistem informasi dan data yang ada di Indonesia mengarah ke arah yang lebih efektif dan efisien serta tidak membingungkan.

Selain mendefinisikan apa itu satu data, dalam peraturan tersebut juga membentuk Forum Satu Data Indonesia yang terdiri dari Pembina Data, Wali Data, dan Produsen Data.

Secara sederhana tugas Pembina Data adalah menetapkan standar data, memberikan rekomendasi, melakukan pemeriksaan ulang terhadap data prioritas dan membina penyelenggaraan Satu Data Indonesia.

Wali Data mempunyai tugas mengumpulkan, memeriksa kesesuaian data, mengelola data menyebarluaskan data, metadata, kode referensi, dan data induk di Portal Satu Data Indonesia serta membantu Pembina Data.

Sedangkan Produsen Data mempunyai tugas memberikan masukan kepada Pembina Data mengenai Standar Data, Metadata, dan Interoperabilitas Data, menghasilkan data yang sesuai dengan Prinsip Satu Data Indonesia dan menyampaikan Data dan Metadata kepada Wali Data.

Bagaimana dengan Forum Satu Data di daerah?

Apakah program Satu Data ini benar berjalan atau hanya naratif belaka? Contoh yang dapat diambil misalnya Kabupaten Tana Tidung.

Daerah ini merupakan kabupaten termuda di Kalimantan Utara yang terbentuk tahun 2007.

Forum Satu Data statistiknya sudah terbentuk dengan Pembina Datanya yaitu BPS, Wali Data adalah Dinas Komunikasi dan Informatika serta produsen datanya adalah seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ada di Kabupaten Tana Tidung. 

Baca juga: Program Satu Data Indonesia, Bappeda Litbang Malinau Garap Pembentukan Forum Data Pembangunan

Bukti nyata kerja forum ini adalah dengan lahirnya situs Sinan Data yang merupakan media berbagi pakai yang dapat diakses oleh siapa saja.

Situs ini berisi data-data statistik yang satuannya sudah terstandarisasi dari beberapa OPD yang ada di Kabupaten Tidung.

Jika menilik lebih jauh, masih ada banyak kekurangan dalam situs ini.

Salah satu contohnya, terdapat inkonsistensi data kabupaten dengan data di provinsi dalam satu instansi yang sama.

Seyogyanya kedua data tersebut bernilai sama jika cut off  atau waktu dan indikator yang digunakan juga sama.

Apalagi data yang ditampilkan bersumber dari kementrian yang sama hanya berbeda di level administratifnya, yang satu di level kabupaten dan satunya lagi di level provinsi.

Menanggapi persoalan tersebut, langkah awal sudah diambil oleh Wali Data Kabupaten Tana Tidung dengan mengadakan pertemuan bersama  seluruh produsen data yang dalam hal ini adalah perangkat daerah di Kabupaten Tana Tidung yang datanya termuat dalam portal Sinan Data untuk divalidasi seluruh datanya.

Validasi yang dilakukan adalah mengecek konsistensi data OPD daerah dengan data antar OPD, data di Provinsi, hingga data di Pusat. Hasil dari pertemuan ini adalah kesepakatan bersama seluruh OPD untuk menggunakan data yang memang terpadu dan satu dari level Kabupaten hingga level Pusat.

Proses ini sejujurnya sangat berat jika tahap pembenahannya dimulai dari tingkat paling bawah, yakni kabupaten/kota.

Hal tersebut dapat dijelaskan dari tugas OPD daerah yang hanya melakukan tugas yang termuat di peraturan kementrian mereka masing-masing.

Sehingga indikator yang sama dapat menghasilkan data yang berbeda.

Diversitas peraturan antar kementrian yang pada dasarnya memiliki payung hukum masing-masing, sulit untuk dibenahi di level yang lebih rendah.

Jika perbedaan sudah dari level pusat, kabupaten/kota hanya dapat menyediakan data sesuai tugasnya.

Perbedaan data sebenarnya dapat disebabkan oleh beberapa hal.

Setidaknya ada tiga pembeda yang secara umum sering dijumpai.

Pertama, Indikator yang penamaannya sama tetapi definisinya berbeda.

Kedua, indikator yang penamaan dan definisinya sama tetapi waktu atau cut off-nya berbeda.

Ketiga, indikator yang penamaan, definisi, dan cut off-nya sama tetapi statistiknya yang berbeda.

Ketiga perbedaan tersebut dapat tergambar dari contoh kasus di lapangan.

Misalnya data luas wilayah, jumlah bangunan peribadatan, jumlah objek wisata, jumlah tenaga kerja, dan sebagainya.

Baca juga: Terkait Program Satu Data ASN, Kepala BKPP Malinau Marson Langub Beberkan Kesiapannya

Beberapa OPD mengumpulkan data dengan indikator-indikator tersebut  tetapi hasilnya dapat berbeda karena disebabkan oleh salah satu pembeda.

Misalnya, indikator jumlah tenaga kerja berbeda nilainya antar dua OPD atau instansi.

Data pertama yang dicatat oleh satu OPD adalah tenaga kerja yang melapor atau data tenaga kerja yang tercatat dari perusahan-perusahan di wilayah tersebut.

Sementara OPD atau instansi lain mengumpulkan data tenaga kerja melalui survei atau pendataan ke lapangan.

Hasil kedua OPD ini tidak dapat dibandingkan atau disalahkan karena keduanya memiliki Metodologi pendataan yang berbeda meskipun menggunakan indikator yang sama yaitu jumlah tenaga kerja.

Dari contoh kasus tersebut pengertian satu data bukanlah meniadakan atau menghapus indikator di salah satu OPD dan memilih satu indikator atau satu data saja yang ditampilkan.

Hal tersebut tidak dapat dilakukan karena secara metodologi pengumpulan datanya berbeda.

Apalagi setiap OPD memiliki dasar hukum masing-masing oleh kementrian yang menaungi mereka.

Di lingkup daerah setingkat kabupaten/kota yang dapat dilakukan untuk mewujudkan satu data yaitu mulai menggunakan data sekunder dari instansi yang diberi amanat untuk mengumpulkan data tersebut, seperti menggunakan data dari OPD untuk data di level kecamatan ataupun desa.

Atau sebaliknya tergantung OPD atau instansi mana yang ada payung hukumnya. Selanjutnya, yaitu sinkronisasi data di level terendah hingga pusat.

Dua hal tersebut sebenarnya masih terasa kurang tetapi sebagai langkah awal tidak ada salahnya untuk dimulai. Karena mengingat permasalahan di level pusat tidak dapat diselesaikan di level kabupaten/kota.

Seperti ada kalimat lama yang berkata: “Semua guru dulunya adalah seorang murid. Semua pemenang dulunya adalah pecundang.

Semua pakar dulunya adalah seorang pemula. Tetapi mereka semua telah melewati jembatan yang sama, yang disebut belajar”.

Semoga langkah kecil yang dimulai dari daerah untuk kemajuan Bangsa dan Negara yang dicintai ini, dapat dinikmati bukan hanya untuk kemajuan statistik dan pendataan di negeri ini, tetapi terlebih dapat dirasakan oleh semua masyarakat dengan kebijakan oleh para pemimpin negeri yang menggunakan data yang satu dan dapat dipertanggungjawabkan. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

BERSAMA RAMADAN DI ERA DIGITAL

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved