Profil

Prihatin Anak Putus Sekolah dan Buta Aksara, AKP Eka Berlin Mendirikan Wahana Pendidikan Perbatasan

Sosok anggota Polri yang peduli dengan pendidikan di perbatasan Nunukan ini adalah AKP I Eka Berlin, yang kini menjabat Kasat Samapta Polres Nunukan.

|
Penulis: Febrianus Felis | Editor: Sumarsono
Tribun Kaltara
AKP I Eka Berlin saat menjalan tugas sebagai Kasat Samapta Polres Nunukan, Kalimantan Utara dikenal dekat dengan masyarakat. 

TRIBUNKALTARA.COM, NUNUKAN - Berawal dari rasa keprihatinannya melihat anak usia sekolah dasar (SD) yang menjadi pedagang asongan di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan, AKP I Eka Berlin tergerak hatinya untuk mendirikan sekolah yang diberi nama Wahana Pendidikan Perbatasan.

Sosok anggota Polri yang peduli dengan masalah pendidikan di perbatasan Nunukan, Kalimantan Timur ini adalah AKP I Eka Berlin, yang kini menjabat Kasat Samapta Polres Nunukan.

Pria yang akrab disapa Berlin ini menceritakan awal mulanya mendirikan Wahana Pendidikan Perbatasan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara).

Pada tahun 2015, saat menjabat Kapolsek Kawasan Pelabuhan Nunukan, Berlin merasa prihatin melihat sekelompok anak usia SD yang ikut membantu orangtuanya menjadi pedagang asongan di dermaga Pelabuhan Tunon Taka Nunukan.

Menurut Berlin, pelabuhan bukan merupakan tempat yang aman bagi anak seusia mereka.

Hal itu yang mengunggah perasaan Berlin untuk mendirikan rumah belajar.

AKP I Eka Berlin saat menerima penghargaan Police Award 2017 dari Kapolri saat itu Tito Karnavian.
AKP I Eka Berlin saat menerima penghargaan Police Award 2017 dari Kapolri saat itu Tito Karnavian. (HO/TribunKaltara)

"Anak usia SD yang seharusnya sekolah dan bermain seperti anak-anak lain pada umumnya, tapi justru saya lihat mereka menenteng bakul berisi makanan dan minuman ringan di dermaga saat kapal sandar.

Akhirnya saya lakukan pendekatan dengan orangtua mereka," kata Berlin kepada TribunKaltara.com, Rabu (14/06/2023), sore.

Berlin menyebut, anak-anak yang menjadi pedagang asongan di pelabuhan rata-rata orangtuanya merupakan eks deportasi dari Malaysia.

Selain itu, beberapa diantaranya juga merupakan anak putus sekolah yang tinggal di kawasan pelabuhan.

"Jadi bukan faktor ekonomi saja mereka tidak sekolah, tapi ada juga orangtua yang kurang peduli dengan pendidikan anak.

Ada anak yang pindah dari daerah asal, tapi orangtuanya tidak buatkan surat pindah. Sehingga tidak bisa sekolah," ucapnya.

Baca juga: Profil Kapolres Kutai Timur AKBP Ronni Bonnic, Semasa SMA Pernah Menjadi Pengisi Khutbah di Masjid

"Karena tidak sekolah, daripada di rumah tidak ada yang jaga, akhirnya orangtuanya ikutkan untuk berjualan di pelabuhan dan akhirnya keterusan," tambah Berlin.

Hingga akhirnya, Berlin memikirkan solusi agar anak-anak pedagang asongan tersebut bisa tetap belajar, meski tidak melalui sekolah formal.

"Tahun 2016, saya jadikan ruangan bekas gudang di belakang Polsek sebagai rumah belajar bagi anak-anak sekitar kawasan pelabuhan. Saat itu ada sekira 20 sampai 25 anak," ujarnya.

Relawan Wahana Pendidikan Perbatasan sedang mengajar para anak putus sekolah di Jalan Kampung Timur, Kelurahan Nunukan Barat, belum lama ini.
Relawan Wahana Pendidikan Perbatasan sedang mengajar para anak putus sekolah di Jalan Kampung Timur, Kelurahan Nunukan Barat, belum lama ini. (Tribun Kaltara)

Mendirikan rumah belajar bagi anak-anak saat itu dengan anggaran swadaya dari personel Polsek KSKP Nunukan.

Untuk tenaga pengajar saat itu, Berlin melibatkan anggota Polwan termasuk ibu-ibu Bhayangkari.

Bahkan lanjut Berlin, dirinya mengerahkan personel Polsek KSKP dan warga sekitar untuk gotong royong memperbaiki Mushala Nur Hikmah di dekat rumah belajar tersebut.

"Setiap sore anak-anak belajar di situ. Nah, anak-anak yang memang sekolah dan punya kesulitan mengerjakan PR, dibantu oleh tenaga pengajar kami.

Kami juga panggil ustadz untuk berikan pelajaran agama pada anak-anak. Bahkan ada perpustakaan mini kami siapkan. Intinya bagaimana anak-anak punya semangat untuk belajar," tuturnya.

Baca juga: Kisah Ruspendy, Guru Honor di Perbatasan Kaltim,Terkendala Internet Hasil Ujian Diantar ke Kecamatan

Tak sedikit orangtua yang menitipkan anaknya untuk belajar dan dididik di rumah belajar tersebut. Hingga ada sebanyak 151 anak yang ikut bergabung dalam rumah belajar tersebut.

Mendirikan Warung Kamtibmas

Selain rumah belajar, Berlin mengaku sempat mendirikan Warung Kamtibmas di belakang kantor Polsek KSKP Nunukan. Tujuannya mendekatkan institusi Polri dengan masyarakat.

"Warung itu identik dengan makanan dan minuman. Tapi untuk Warung Kamtibmas menunya informasi. Bagaimana buat sertifikat tanah, KTP, SIM, persyaratan izin keramaian, BPJS, Paspor, dan lainnya. Kami kerjasama dengan instansi terkait," ungkapnya.

Tak hanya itu, Pos Kamling, Posyandu, dan ruangan khusus problem solving juga satu atap dengan Warung Kamtibmas.

"Saya berpikirnya bahwa tidak semua masalah masyarakat dibawa ke kantor polisi. Contoh ada anak berkelahi dan orang tua juga terlibat, maka diselesaikan secara kekeluargaan.

Relawan Wahana Pendidikan Perbatasan sedang mengajar para anak putus sekolah di Jalan Kampung Timur, Kelurahan Nunukan Barat, belum lama ini.
Relawan Wahana Pendidikan Perbatasan sedang mengajar para anak putus sekolah di Jalan Kampung Timur, Kelurahan Nunukan Barat, belum lama ini. (Tribun Kaltara)

Ada Ketua RT dan toko masyarakat kami hadirkan untuk mediasi," imbuhnya.

Atas dedikasinya untuk masyarakat, Berlin sempat mendapat penghargaan Police Award 2017 dari Kapolri saat itu Tito Karnavian.

Saat dipromosikan sebagai Kasat Resnarkoba Polres Nunukan tahun 2020, Berlin menyerahkan sepenuhnya pengelolaan rumah belajar dan Warung Kamtibmas kepada Polsek KSKP Nunukan.

Namun kepedulian Berlin terhadap dunia pendidikan tak berhenti begitu saja.

Saat menjabat Kasat Resnarkoba Polres Nunukan, Berlin sempat berpikir untuk mendirikan Wahana Pendidikan Perbatasan.

Di sela kesibukannya, ia sempatkan bertemu dengan beberapa anak muda yang siap menjadi relawan mengajar.

Ada sebanyak 12 relawan yang ikut mengajar di Wahana Pendidikan Perbatasan. Mereka merupakan warga sipil yang masih terbilang muda dan punya kepedulian terhadap dunia pendidikan.

Latar belakang pendidikan para relawan mulai SMA hingga lulusan S2. Rata-rata para relawan yang tergabung dalam Wahana Pendidikan Perbatasan, sebagian besar sudah memiliki pekerjaan tetap.

Sehingga murni alasan keprihatinan yang membuat mereka mau menjadi relawan mengajar dalam Wahana Pendidikan Perbatasan.

Untuk sasaran peserta didik kali ini bukan hanya anak putus sekolah saja, tapi juga anak buta aksara dan disabilitas.

Baca juga: Cerita Personel Polres Nunukan, Tetap Semangat Siaga di Posko Terpadu Jelang Idul Fitri

"Jadi Wahana Pendidikan Perbatasan ini jangkauannya lebih luas lagi. Sasaran kami anak buta aksara dan program terbaru kami anak disabilitas yang tidak terakomodir oleh SLB (sekolah luar biasa). Tapi yang bergabung bersama kami baru anak putus sekolah dan buta aksara," pungkasnya.

Wahana Pendidikan Perbatasan sampai sekarang ini sudah terbentuk di beberapa wilayah di Pulau Nunukan.

Untuk tempat belajar, para relawan menggunakan halaman rumah anak didik mereka secara bergantian.

Mengenai waktu belajar sifatnya masih situasional, lantaran sebagian besar anak-anak ikut membantu orang tuanya ma'betang (mengikat rumput laut).

"Untuk lokasi belajar kadang di Warung Kamtibmas. Kampung Timur, Kampung Tator, Jalan Porsas, dan Desa Binusan. Ada puluhan anak yang  dititipkan orangtuanya kepada kami untuk dididik," terang Berlin.

Sampai saat ini ada 12 anak hasil didikan relawan Wahana Pendidikan Perbatasan yang sudah difasilitasi untuk mengikuti sekolah paket A.

Bahkan beberapa anak didik Wahana Pendidikan Perbatasan ada yang sudah duduk di bangku SMP.

Sebagai bentuk motivasi belajar kepada anak-anak, sesekali Berlin merogoh kantongnya untuk belanjakan seragam sekolah, buku, dan alat tulis bagi mereka yang sudah masuk ke sekolah formal.

Pendidikan Tanggung Jawab Setiap Insan

Sebuah alasan mengapa Berlin sampai hari ini begitu peduli dengan pendidikan di perbatasan.

Pria berdarah Nusa Tenggara Timur itu menyampaikan bahwa pendidikan bukan saja tanggungjawab guru, melainkan setiap insan.

Ia memberi semboyan untuk Wahana Pendidikan Perbatasan yakni 'Dedikasi Untuk Negeri, Waktuku di Tapal Batas'.

"Kata Nelson Mandela bahwa pendidikan itu adalah senjata utama untuk mengubah dunia. Tanpa pendidikan kita tidak bisa berkompetisi dan meraih cita-cita.

Sehingga kita harus terus memberi motivasi pada anak-anak yang putus sekolah. Termasuk yang buta aksara bahwa harapan akan selalu ada untuk mereka yang mau berjuang," jelasnya.

Baca juga: Serap Aspirasi Soal Situasi Kamtibmas di Daerah, Polres Nunukan Konsisten Galakkan Jumat Curhat

Biografi Singkat:

Nama Lengkap: AKP I Eka Berlin SH

TTL: Kupang NTT, 28 Agustus 1969

Istri: Nenie Berlin dengan tiga anak

Menempuh Pendidikan SEBA Polri Tahun 1989 / 1990 di SPN Bangsal Mojokerto Jawa Timur.

Pada 2010 Lulus Sekolah Calon Perwira angkatan 39 Wira Satya Brata di Sukabumi Jawa Barat

 

Pendidikan Umum

- Pendidikan dasar di SDN Mojorejo IV Taman Madiun tahun 1993

- SMP 10 Surabaya dan lulus tahun 1986

- SMA Pringadi Surabaya Jawa Timur dan lulus tahun 1989

- S1  di Universitas Terbuka Tarakan tahun 2020

Tanda Kehormatan

1. Bintang Nararia Bhayangkara

2. Penghargaan Kapolri Police Award 2017

3. Pin Perak Bhayangkara 2017

AKP I Eka Berlin saat ini menjabat Kasat Samapta Polres Nunukan

(*)

Penulis: Febrianus Felis

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved