Seluk Beluk Suku Punan Batu

Tak Hanya Cari Makan, Suku Punan Batu Andalkan Hutan untuk Pakaian hingga Alat Musik

Suku Punan Batu mengandalkan hutan tak hanya untuk mencari makan, tapi juga membuat pakaian dan alat musik.

TribunKaltara.com/Maulana Ilhami Fawdi
Warga Suku Punan Batu memainkan alat musik khas, Kaleho dan para wanita yang berada di dekat pohon Kumut di Hutan Sajau. Kulit dari pohon Kumut dapat dijadikan Salayau pakaian khas Suku Punan Batu yang mereka kenakan. (TribunKaltara.com/Maulana Ilhami Fawdi) 

TRIBUNKALTARA.COM, TANJUNG SELOR - Siang itu di sebuah pondok di Hutan Sajau, Bulungan, Kaltara, Bonon tengah membuat penutup kepala atau Saridap dalam bahasa Punan. Saridap yang terbuat dari daun apouw memiliki fungsi layaknya payung.

Satu per satu lubang di daun apouw dijahit oleh Bonon menggunakan seutas tali yang terbuat dari rotan.

Kata Bonon, daun apouw dapat dengan mudah dijumpai di hutan tempat tinggal Suku Punan Batu.

Proses pembuatan Saridap pun tidak lama, menurutnya pembuatan satu Saridap hanya memakan waktu sekira 1-2 jam tergantung pada ukuran daun yang didapatkan.

"Kalau daun ini di hutan ada aja, kalau lagi hujan pakai Saridap ini kita tidak basah tidak kena air," ucap Bonon kepada TribunKaltara.com.

Saridap hanyalah satu dari sekian macam alat dan perkakas Suku Punan Batu yang dibuat dengan menggunakan material dari hutan.

payung khas Suku Punan Batu 250623
Bonon memperagakan penggunaan Saridap atau payung khas Suku Punan Batu. (TribunKaltara.com/Maulana Ilhami Fawdi)

Baca juga: Berburu di Hutan: Seni Bertahan Hidup Suku Punan Batu di Belantara Kalimantan

Bagi Suku Punan Batu hutan menyediakan bahan baku untuk membuat alat dan perkakas sehari-hari.

Suku Punan Batu juga membuat baju yang berbahan dasar kulit kayu yang dinamakan Salayau.

Model baju tersebut berupa lembaran panjang kain yang dikenakan seperti kemban, dengan panjang dari dada hingga di bawah lutut.

Tagen mengatakan Salayau dibuat dengan menggunakan kulit pohon Kumut.

Namun tak semua pohon Kumut dapat digunakan sebagai bahan dasar Salayau. Melainkan hanya pohon yang masih berusia muda.

Tagen menjelaskan proses pembuatan Salayau juga tak makan banyak waktu, satu set baju hanya membutuhkan waktu pembuatan selama satu jam.

"Pohon ini masih banyak di hutan, kita cari yang masih anak atau yang masih kecil," kata Tagen.

Meski pohon Kumut masih cukup mudah ditemui di hutan dan baju Salayau tahan lama serta nyaman dipakai, Suku Punan Batu justru tak menjadikannya sebagai pakaian sehari-hari.

Salah seorang perempuan Suku Punan Batu dari generasi yang lebih muda, Siyuy mengatakan, baju Salayau mulai jarang digunakan untuk keperluan sehari-hari.

Menurutnya baju kaos dan celana berbahan kain dari kota lebih sering digunakan oleh Suku Punan Batu saat ini.

"Baju ini kalau hujan tidak rusak, kita jemur juga, baju ini ada juga yang tahan satu bulan, dan kalau dipakai tidak gatal," ujar Siyuy.

pakaian khas Suku Punan Batu 250623
Tagen, Siyuy dan Takulan saat mengenakan Salayau, pakaian khas Suku Punan Batu. (TribunKaltara.com/Maulana Ilhami Fawdi)

Baca juga: Dedikasi Datu Karim, Pewaris Tradisi Kesultanan Bulungan Dampingi Suku Punan Batu

Tak hanya pakaian, Suku Punan Batu juga mampu membuat alat musik sederhana yang berasal dari tanaman hutan.

Salah satunya ialah Kaleho, alat musik yang terbuat dari dahan rotan.

Menurut Maruf alat musik Kaleho yang menghasilkan bunyi-bunyian dengan cara digetarkan itu digunakan untuk mengisi waktu luang. Khususnya saat Suku Punan Batu tengah beristirahat di liang.

"Ini dipakai buat main-main saja, tidak harus ada acara baru dimainkan," kata Maruf.

Adapun alat musik lainnya ialah Ketupung, Ajong mengatakan alat musik itu mirip dengan seruling, dan sama-sama terbuat dari bambu.

Tanaman bambu sendiri dapat dengan mudah ditemukan di tepian Sungai Sajau.

Menurut Ajong alat musik tiup itu menghasilkan bunyi yang merdu dan enak didengar, terlebih jika dimainkan di dalam liang, pantulan suara dari Ketupung membuat suasana di dalam liang terasa menenangkan.

Ketupung, alat musik tiup khas Suku Punan Batu 250623
Ajong beristirahat usai memainkan alat musik tiup khas Suku Punan Batu, Ketupung. Bunyi dari ketupung dan pantulan suara di dalam liang membuat suasana terasa tenang. (TribunKaltara.com/Maulana Ilhami Fawdi)

Baca juga: Demi Hajat Hidup Suku Punan Batu, Pemkab Bulungan Terbitkan SK Masyarakat Hukum Adat

Ajong yang sudah lanjut usia itu mengatakan, kemampuannya menyenandungkan alat musik Ketupung itu merupakan warisan dari orang tuanya.

"Kita bilangnya ini Ketupung, ini memang untuk permainan kita dari dulu-dulu, jadi ini dari bambu untuk lubangnya ini kita tusuk-tusuk pakai besi panas," kata Ajong.

Ajong pun berharap hutan tempat tinggal Suku Punan Batu tetap terjaga karena di samping menyediakan makanan, hutan juga membawa ketenangan bagi Suku Punan Batu ketenangan itu terdengar dari alunan suara Ketupung.

(*)

Penulis: Maulana Ilhami Fawdi

Jangan Lupa Like Fanpage Facebook TribunKaltara.com

Follow Twitter TribunKaltara.com

Follow Instagram tribun_kaltara

TikTok tribunkaltara.com

Follow Helo TribunKaltara.com

Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official

Sumber: Tribun Kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved